Share

S2 bab 60

Author: Mariahlia
last update Last Updated: 2025-08-03 13:00:20

Pria tua itu mengenakan jaket kulit hitam yang terlihat sudah berumur, wajahnya penuh garis kehidupan dan bekas luka di pelipis kiri. Ia berjalan mendekat dengan langkah berat, seolah setiap langkah membawa bobot cerita masa lalu.

“Artha,” panggilnya dengan suara serak namun penuh wibawa.

Arthayasa segera berdiri tegap. “Pak Tyo.”

Pria itu — yang tampaknya pemimpin di tempat ini — menatap Ayudia dari ujung kepala hingga kaki. “Kamu bawa orang luar ke sini?”

Ayudia merasakan dingin menusuk dari tatapan itu, bukan hanya menilai, tapi menguji.

“Dia bukan orang luar, Pak,” jawab Arthayasa cepat.

“Siapa dia?”

“Calon istri saya,” kata Arthayasa tanpa ragu.

Ayudia menoleh cepat, kaget dengan kata-kata itu, tapi ia tahu Arthayasa tidak asal bicara — ia sengaja memilih kata itu agar posisinya lebih aman di sini.

Pak Tyo mengangkat alis. “Istri? Kamu pikir ini rumah singgah buat main rumah tangga? Kamu tahu aturan tempat ini.”

“Aku tahu, Pak,” jawab Arthayasa mantap. “Makanya aku ngga
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Cacian Keluarga SuamiKu    S2 bab 77

    Malam itu, kehangatan dari tungku kayu di sudut rumah panggung menjadi satu-satunya sumber rasa aman yang bisa mereka rasakan. Api kecil berkeredap, memantulkan cahaya oranye di dinding papan yang mulai dimakan usia. Aroma asap bercampur kayu terbakar mengisi ruangan, menutupi sedikit bau tanah basah dan keringat yang melekat pada tubuh mereka. Lelaki tua itu, yang belakangan memperkenalkan diri sebagai Pak Wirya, berjalan perlahan sambil membawa teko berisi air panas. “Kalian jauh-jauh dari mana? Jalan setapak di hutan malam ini berbahaya, apalagi…,” ia menatap satu per satu wajah mereka yang letih dan basah kuyup, “…apalagi kalau sedang ada orang-orang yang berkeliaran mencari.” Kalimatnya terakhir membuat Ayudia refleks menggenggam tangan Arthayasa lebih erat. Tatapannya memohon, seakan ingin berkata jangan jelaskan terlalu banyak. Arthayasa hanya memberi anggukan singkat kepada Pak Wirya. “Kami… sedang dalam perjalanan ke kota. Tadi tersesat karena kabut.” Jawaban setengah

  • Cacian Keluarga SuamiKu    S2 bab 76

    Udara di luar terasa lebih dingin daripada sebelumnya, meski sinar matahari sore menembus sela pepohonan di hutan yang mengelilingi mulut terowongan. Aroma tanah basah bercampur daun kering menyeruak ke indera penciuman mereka, menyapu sisa bau pengap dari dalam lorong. Namun, semua itu tak cukup membuat dada Ayudia tenang—dadanya masih berguncang, detak jantungnya menghantam tulang rusuk tanpa irama yang jelas.Arthayasa masih memeluknya erat, tangannya mengusap punggung sang calon istri perlahan. Ia sendiri merasakan nyeri di tulang rusuk, perih di pipi kiri yang tergores, dan sakit menusuk di bahu kanan akibat pukulan pentungan besi tadi. Tapi ia tetap menahan semua itu. Tidak sekarang. Yang terpenting sekarang adalah memastikan semua orang di sini keluar hidup-hidup.Tiar melangkah mendekat, pandangannya bergantian memeriksa wajah Arthayasa dan Ayudia. “Kita harus bergerak cepat. Kalau ada sisa orang mereka di luar sana, kita bisa dikepung lagi.”Nenek yang sejak tadi ditopang Nis

  • Cacian Keluarga SuamiKu    S2 bab 75

    Ayudia menjerit pelan saat mendengar teriakan dari atas. Suara itu seperti palu yang menghantam langsung ke jantungnya. Lututnya lemas, membuat langkahnya terseret. Air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya tumpah begitu saja, membasahi pipinya. “Aku nggak sanggup, Tha… aku nggak sanggup…” suaranya pecah, nyaris tak terdengar karena ia menunduk. Arthayasa langsung menghentikan langkah, membalikkan badan, dan menatapnya tajam—tapi tatapan itu bukan marah, melainkan berusaha menyalurkan kekuatan. “Dengar aku, Yu.” Ayudia masih menunduk, bahunya bergetar. Arthayasa mendekat, kedua tangannya memegang sisi wajah istrinya, memaksa Ayudia menatap mata hitamnya yang penuh keyakinan. “Kalau kamu jatuh sekarang, kalau kamu nyerah… mereka akan menang. Dan itu artinya Mama, Nenek, papa… semuanya akan habis. Paham?” “Aku takut… aku takut banget…” suara Ayudia makin lirih, napasnya tersengal. Ia melirik ke belakang, ke arah terowongan gelap yang kini dipenuhi bayangan bergerak dari ujung. “

  • Cacian Keluarga SuamiKu    S2 bab 74

    Brak! Pintu dapur nyaris terlepas dari engselnya. Tiga sosok bertubuh kekar menerobos masuk sekaligus, bayangan mereka menutupi cahaya lampu dapur yang temaram. Parang, pentungan besi, dan sebuah senapan laras pendek terlihat jelas di tangan mereka. Arthayasa hanya punya waktu sepersekian detik. Granat asap di tangannya langsung dilempar ke lantai, tepat di sela kaki penyerbu pertama. Ledakan pshhhhh mengeluarkan semburan asap putih pekat, menelan ruangan dapur dalam kabut tebal. Teriakan kasar terdengar. “Asap! Jaga pintu! Jangan biarkan dia lari!” Tapi Arthayasa tidak lari. Justru ia melangkah maju di tengah asap, memanfaatkan pengetahuannya tentang setiap sudut rumah ini. Kakinya melangkah tanpa ragu, menghindari papan yang mudah berderit. Penyerbu kedua mengayunkan pentungan besinya membabi buta. Arthayasa menunduk cepat, tubuhnya meluncur ke samping, lalu dengan satu tendangan keras ke lutut, ia membuat orang itu terjatuh dan mengaduh kesakitan. Dor! Peluru dari senapan l

  • Cacian Keluarga SuamiKu    S2 bab 73

    Arthayasa memutar badan, berlari kembali ke ruang depan sambil memantau setiap suara. Detik-detik itu terasa lambat, seakan rumah ini berubah menjadi arena perang yang dikepung dari segala arah. Dari luar, suara lelaki berjaket hitam kembali terdengar, kali ini lebih agresif. “Cepat keluar, Tha! Atau kami nggak akan segan!” Suara motor yang meraung sesekali menyela, membuat lantai papan bergetar tipis. Bayangan-bayangan bergerak di balik tirai, berganti-ganti arah seperti kawanan anjing yang mengurung mangsanya. Arthayasa mengintip sekilas lewat celah kecil di samping jendela yang masih utuh. Ia menghitung cepat—enam orang di depan, tiga di samping kanan, setidaknya dua di belakang. Mereka bukan sekadar berandalan desa. Formasi itu rapi. Terlalu rapi untuk orang yang hanya ingin menakut-nakuti. Napasnya teratur, tapi dalam. Jemarinya yang memegang pistol sudah mulai berkeringat. Ia menurunkan sedikit senjata, bukan karena lengah, tapi untuk menghemat tenaga. Malam ini, ia harus

  • Cacian Keluarga SuamiKu    S2 bab 72

    Arthayasa menggenggam kertas itu erat, jemarinya sedikit bergetar. Mata gelapnya menatap kosong ke arah pekat malam, seolah berusaha menembus siapa pun yang tadi meletakkan pesan itu. Ayudia berdiri di ambang pintu, wajahnya diliputi rasa ingin tahu sekaligus takut. “Tha… apa itu?” suaranya nyaris berbisik. Arthayasa tak langsung menjawab. Ia hanya meremas kertas itu, lalu masuk kembali ke rumah. “Kita kunci semua pintu dan jendela. Sekarang.” Nada suaranya membuat semua orang di ruangan terdiam. Nenek langsung berdiri, mengunci pintu samping dan menurunkan palang kayu di pintu depan. Nisa membantu menutup semua jendela, sementara Tiar menyalakan lampu tambahan di ruang tengah. “Ada yang mengikuti kalian sejak di jalan?” tanya Tiar, suaranya rendah tapi tegang. Arthayasa mengangguk. “Bukan cuma mengikuti. Mereka sudah memastikan, kita tahu mereka ada.” Ayudia menelan ludah, jantungnya berdegup kencang. “Kalau begitu… apa mereka akan datang malam ini?” Arthayasa memandangnya,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status