Dengan tersenyum bukan berarti kita bahagia, terkadang semua itu hanya sampul untuk menyembunyikan kesedihan karena kesedihan tidak perlu dipamerkan atau pun diperlihatkan sedangkan kebaikan tidak perlu disombongkan.
(Fathiyah – Cinta dan Harapan)
***
Setelah diterima bekerja, Fathiyah kembali pulang dan mengabarkan berita gembira itu pada sang bibi.
“Assalamualaikum, Bik,” sapanya dengan riang.
“Kenapa sudah pulang? Apa kamu tuli? Aku sudah bilang kamu enggak boleh pulang sebelum mendapatkan pekerjaan!” sengitnya tanpa menjawab salam dari Fathiyah.
Fathiyah tersenyum menanggapi omelan sang Bibi.
“Diajak ngomong malah senyam-senyum kagak jelas, cepat cari kerja yang benar!” ucapnya kesal.
“Alhamdulillah, Bik. Aku sudah diterima kerja di kafe dan Resto yang instagramable, tempatnya bagus, Bik.”
“Beneran kamu sudah diterima kerja? Kamu enggak lagi halu ‘kan? Awas saja kalau bohong!” ucapnya.
“Enggak bohong! Aku beneran diterima, Bik.”
“Ya sudah aku senang mendengarnya,” ketusnya sambil kembali ke kamanya.
Fathiyah menuju meja makan, berharap ada makanan yang tersaji di meja itu. Sangat nihil ... di meja itu hanya tersedia teko berisi air putih. Fathiyah meneguk air putih untuk mengganjal isi perutnya supaya bisa kuat sampai besok pagi.
Setelah mengerjakan sholat isya, Fathiyah segera tidur. Kalau tidak tidur perutnya akan semakin merasakan lapar. Ia harus menahannya.
Pukul empat pagi, Fathiyah bangun dan segera mengerjakan kewajiban dua rakaatnya. Dengan kepala yang sedikit pening karena perutnya tidak terisi sejak kemarin siang, ia pun menyelesaikan tugasnya membersihkan rumah dan mencuci pakaian Paman dan Bibinya. Bibinya sedang memasak di dapur, ia mencium aroma masakan sang bibi sehingga perutnya yang lapar kembali memberontak. Dengan cepat Fathiyah menyelesaikan mencuci pakaian lalu menjemurnya.
Setelah semua selesai, ia segera menghampiri Paman dan Bibinya yang sedang menikmati sarapan.
“Ngapain kamu berdiri di sini? Hah ...,” sentak sang bibi dan sang paman.
“Aku mau makan, Bik, Paman,” ungkapnya.
“Lauknya sudah habis, kalau kamu mau makan, itu makan air putih sama sambalnya saja,” ujar sang bibi dengan ketus.
Fathiyah menerima nasi putih yang hanya tinggal sedikit dengan sambal tanpa ikan. Ia duduk di dapur dan segera menyelesaikan makannya.
“Aku harus cepat berangkat, kalau aku tidak segera berangkat bisa telat di hari pertamaku kerja,” gumamnya. Ia langsung mencuci piring dan segera bersiap.
Ia pamit pada sang bibi terlebih dahulu. Setelahnya ia segera melajukan motor matic buntutnya. Fathiyah melihat jam tangan murah yang ada di pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul 7 kurang 10, ia takut terlambat, ia pun melajukan motor dengan kecepatan di atas rata-rata, tidak mempedulikan ada polisi lalu lintas yang berjaga, sehingga ia harus diberhentikan paksa oleh salah satu polisi itu.
“Bisa tunjukkan SIM?” tanya salah satu polisi muda yang berwajah tampan padanya.
Fathiyah langsung merogoh tas dan mencari SIM, sialnya SIM, stnk dan KTP tidak terbawa dan berada di tas usangnya yang satu lagi.
“Matilah aku! Gimana ini? Di hari pertamaku kerja aku harus berurusan dengan makhluk tampan yang nyebelin, apalagi enggak bawa SIM, stnk dan KTP lagi,” gumamnya.
“Tunjukkan SIM dan stnknya, Mbak, setelah itu Anda bisa melanjutkan perjalanan Anda, tapi tidak boleh ngebut seperti tadi lagi,” ucap Arza tegas.
Fathiyah hanya nyengir sambil garuk tengkuknya. “Masalahnya SIM, stnk dan KTP saya ketinggalan di rumah, Mas ganteng,” ujarnya jujur.
“Anda yang sopan ya, panggil saya Pak. Saya bukan Mas, Anda,” ucap Arza sengit.
“Maaf, Mas, eh ... Pak.”
“Kalau tidak bisa menunjukkan SIM dan stnk Anda, terpaksa motor buntut Anda akan kami sita,” ujarnya.
“Ya Allah, Mas tampan jangan dong! Ini hari pertamaku bekerja tinggal 5 menit lagi aku sudah harus sampai. Tolong biarkan aku berangkat ya, loloskan aku ya mas tampan,” rengeknya dengan muka dibuat semelas mungkin.
“Tidak bisa! Anda pikir saya polisi apaan yang akan luluh dengan rayuan cewek macam Anda, kami sudah kebal dengan cewek seperti Anda, karena sudah setiap hari kami jumpai,” sentaknya tanpa memperdulikan rengekan Fathiyah.
“Untuk kali ini saja, Mas tampan. Tolong, saya berkata jujur ini hari pertamaku bekerja. Dan pekerjaan ini sangat penting bagiku Mas,” pintanya terus merengek.
Tanpa banyak bicara Arza menghentikan angkot dan menyuruh Fathiyah naik angkot itu.
“Kalau Anda bisa menunjukkan SIM dan stnk, Anda bisa mengambil motor buntut Anda,” ucapnya sambil memberikan surat tilang pada Fathiyah.
Fathiyah yang tidak bisa berbuat banyak hanya diam menerima surat tilang tersebut. “Huh ... dasar polisi songong, untung saja cakep. Cakepnya pakai banget lagi,” gumamnya.
Gara-gara kejadian tadi. Fathiyah harus telat 15 menit di hari pertamanya bekerja. Pak Rizki langsung memberinya teguran. Ia pun meminta maaf karena memang dirinya bersalah dan berjanji tidak mengulanginya lagi.
Hari pertama dirinya bekerja berjalan dengan baik. Ia juga bisa diterima dengan baik para pegawai kafe itu, itu semua karena Fathiyah adalah gadis yang luwes dan baik hati. Sikapnya yang ceria dan suka menolong membuat Pak Reno, koki senior langsung menyukai cara kerjanya. Selain itu Fathiyah adalah gadis yang pekerja keras.
“Nak, tolong masak menu ini buat pelanggan kita di meja 10!” perintah Pak Reno.
“Siap, Pak,” ucapnya. Ia dengan cekatan memasak menu sesuai instruksi Pak Reno.
Jam makan siang kafe terlihat semakin ramai. Ia dan Pak Reno tak berhenti untuk menyajikan hidangan sesuai permintaan pengunjung. Fathiyah menjalankan tugasnya dengan senang hati.
Pukul 8 malam ia bersiap untuk pulang. Ia bingung harus naik apa, sedangkan angkot di jam segini akan sulit ia dapatkan. Fathiyah terpaksa harus berjalan kaki dan mencari ojek untuk mengantarkannya pulang. Terpaksa ia harus menyisihkan uangnya untuk naik angkot dan ojek.
“Semua ini gara-gara polisi tampan tadi, awas saja, aku pastikan setelah ini aku akan sering menerormu,” ucapnya sambil senyum-senyum sendiri.
Pagi ini sengaja dirinya bangun lebih pagi. Ia segera menyelesaikan tugasnya sebelum sang bibi marah besar padanya. Tak lupa ia menyiapkan SIM, stnk dan ktpnya. Supaya dirinya bisa mengambil motor kesayangannya yang di sita.
“Beruntung polisi tampan itu tidak menyuruhku ikut sidang untuk mengambil motorku,” lirihnya.
“Bagaimana pekerjaanmu? Ingat, kalau sudah dapat gaji jangan lupa 75 persen gajimu harus kamu berikan padaku!” ucap sang bibi.
Fathiyah mengangguk tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ia langsung menikmati makanan yang tersaji di depannya, karena jarang sang bibi menyisakan lauk untuknya. Entah hari ini sang bibi berbaik hati menyisakan sepotong tempe goreng untuknya. Ia bersyukur meskipun hanya diberi lauk tempe tidak seperti yang dimakan paman dan bibinya yaitu ayam goreng.
“Di mana motormu? Apa kamu menjualnya?” tanya sang paman sengit.
“Aku kena tilang kemarin dan motorku disita.”
“Jual saja motor buntut itu, uangnya bisa aku pakai modal,” ucapnya tanpa rasa bersalah.
“Sampai kapan pun, aku enggak akan menjual motor itu, cukup rumah ini yang ingin kalian kuasai, tidak untuk motorku,” ucapnya menohok. Namun, ia tetap bertindak sopan.
Ia sangat tahu maksud kata modal yang diucapkan pamannya tadi, bukan modal usaha, tapi modal untuk berjudi. Dan Fathiyah tidak akan membiarkan mereka mengambil haknya lagi.
“Tutup mulutmu, kami memang ingin menguasai rumahmu, tapi aku tahu kamu gadis yang cukup cerdik dengan menyimpan rapat sertifikat rumah ini. Kalau kamu menurut dan memberikan sertifikatnya pada kami, aku pastikan kamu bisa makan dengan enak, sehari 3 kali dan tak perlu kelaparan ,” ujar sang paman yang merupakan adik kandung sang ayah.
Fathiyah bukan gadis yang bodoh semua surat motor dan sertifikat rumahnya sudah aman ia titipkan pada seorang notaris yang terkenal sangat amanah di sekitar tempat tinggalnya, bahkan Paman dan Bibinya tidak mengetahui itu.
Tanpa menghiraukan ucapan keduanya, Fathiyah segera berangkat, tujuan pertama ia akan ke kantor polisi untuk mengambil motornya dengan menumpang tetangganya yang satu tujuan dengannya.
Di kantor polisi sudah sedikit ramai. Ia sedikit kesulitan mencari Arza di sana. Ia memang tidak berniat bertanya pada anggota polisi lainnya. Setelah 10 menit mencari, ia bersyukur karena melihat Arza yang sedang bercanda bersama temannya dan satu polisi wanita cantik di sebelahnya.
Susah payah Afni duduk, ia ingin bergegas ke kamar mandi tanpa harus membangunkan sang suami. Tubuhnya sakit semua seperti habis dipukuli. Ia tidak tahu, gerakannya tadi dirasakan Athar karena pria tampan itu hanya pura-pura tidur.Afni dengan menahan sakit di sekujur tubuhnya, bangun dari ranjang. Namun, belum juga ia berdiri Athar kembali menarik tangan wanita cantik itu. Ia kembali mengukung tubuh itu.“Mau ke mana, Hm ...?” tanya Athar sambil membelitkan tangannya.“Mas, aku mau mandi,” jawabnya lembut dengan malu-malu. "Tubuhku capek banget, kayak habis nguli panggul di pasar. atau lebih parahnya kayak habis dipukuli orang," ucapnya mendramatisir sambil mengerucutkan bibirnya mengemaskan.“Apanya yang sakit?” tanyanya sambil menciumi tengkuk wanita cantik itu. Afni menggeliat menatap horor sang suami. Tanpa menunggu lama, Athar langsung berdiri. Membuat Afni berteriak menutup mata, dengan tanpa rasa malu, laki-laki tampan itu menghampirinya. Tubuh Afni diangkat, lalu membawanya
Sesampainya di rumah, Afni dan Athar berkumpul di ruang keluarga sambil membuka oleh-oleh mereka. Niat hati ingin langsung beristirahat harus tertunda. Sang papa dan sang mama ingin mereka bercerita keseruan mereka saat bulan madu. Tentu saja yang ditanyakan adalah kerajaan mereka mengunjungi tempat wisata, bukan saat mereka memadu kasih di apartemen. Kedua orang tua Athar mendengarkan keseruan mereka, hingga terbawa suasana."Jadi pingin liburan ke Turki bersama kalian semua," ucap Syafina sambil melirik sang suami seolah memberi kode."Enggak usah melirik Papa, Ma. Papa sudah paham, kok. Ya, boleh akhir tahun kita habiskan dengan liburan ke Turki," ucap Farhad menatap sang istri sambil mengeringkan matanya. Sungguh, mirip sekali kelakuannya dengan sang putra."Kalau bisa, Papa Luthfi, Ayah Dipta, dan Ibu kita ajak sekalian, pasti makin seru liburan bersama," ucap Syafina yang diangguki antusias oleh sang putra."Iya, aku mendukungmu, Ma. Apa yang dikatakan Mama aku setuju," ucap Ath
Azril menceritakan apa yang diceritakan sang tante pada Arsyi yang saat ini berada di kanar mereka. Salah satu keluarga almarhum Azam mengalami hal yang di luar nalar dan meminta Azril untuk membantunya. Azril yang kebetulan memiliki keahlian menolong orang yang diganggu mahkluk halus pun mau membantu merukyah bersama pakdenya yang lain. Arsyi tercengang dan hampir tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Mereka percaya ada dunia lain, tetapi melakukan cara mistik di zaman modern untuk menggait laki-laki, hampir mereka tidak percaya.Azril sendiri juga pernah menangani pasangan yang hampir terkena sihir itu kalau saja ikatan cinta pasiennya tidak kuat. Entah, apa yang terjadi selanjutnya pada hidup orang tersebut, bahkan orang tersebut tidak sanggup bila istrinya meninggalkannya karena kesalahan itu. “Awal Jumpa, mereka merasakan biasa aja, bahkan mangaku langsung menyukai wanita itu saat itu juga, pasien Azril yang merupakan sepupunya itu pun tidak peduli, tetapi saat berangkat b
Kumala baru saja keluar dari ruangannya di salah satu rumah sakit di Turki. Ia segera bergegas pulang ke apartemen mewahnya. “Bagaimana malam ini kalau aku menagih janji pada Athar dan mengajaknya makan malam? Aku tidak boleh melewatkan kesempatan ini sebelum Athar kembali ke Indonesia,” ucapnya lirih.Dengan cepat Kumala segera menghubungi Athar untuk mengajaknya makan malam. “Assalamualaikum, Thar,” sapanya lembut.“Wa’alaikumussalam, La. Ada apa ini? Tumben telepon,” jawab Athar di seberang sana. “Aku hanya ingin menagih janjimu padamu. Bisakah kamu mengajakku makan malam hari ini? Aku takut kamu segera kembali ke Indonesia. Itu artinya aku akan menyia-nyiakan kesempatanku untuk bersamamu,” ucapnya manja dengan mengerlingka mata, meskipun Athar tidak bisa melihatnya hanya mendengar suaranya saja.“Tentu saja. Apa kamu punya rekomendasi restoran yang enak dan romantis sambil menghabiskan malam bersama pasangan?” tanya Athar tersenyum di seberang sana, sedangkan di sampingnya ada
Tiga hari dirawat, kondisi Athar semakin membaik. Hari ini ia diperbolehkan pulang. Afni menyambutnya dengan suka cita. Beberapa hari yang lalu, keluarga Afni juga menjenguk Athar di rumah sakit, bahkan Arni dan Afnan diminta untuk menginap. Oleh-oleh yang dibawa Afni dan Athar dari Malang sudah dibongkar Syafina, mereka membawakan oleh-oleh itu untuk Arni dan Afnan saat pulang ke Gresik.Syafina dan Farhad yang mendapatkan kabar dari Afni kalau Athar sudah diizinkan pulang pun menjemput mereka. Awalnya mereka akan menjenguk sepulangnya Farhad dari kantor, tetapi mendapatkan kabar sang putra diizinkan pulang, Farhad menghubungi bawahannya dan mengabarkan kalau dirinya hari ini mengambil libur. Kakek Luthfi juga turut ikut menjemput sang putra, meskipun awalnya menolak, tapi Syafina sedikit memaksa. Sang menantu bilang, selain menjemput Athar, mereka akan mengunjungi panti untuk mengadakan syukuran kecil-kecilan.Athar dan Afni sudah menunggu kedatangan Syafina, Farhad, dan Kakek Lut
Sesuai janjinya pada Farhad, usai mengunjungi pasien dan tugasnya di rumah sakit selesai, Dokter Amri segera menuju ke rumah sang sahabat itu.Tadi siang, setelah meneleponnya, Farhad langsung menghubungi sang adik untuk memintanya memeriksa Athar. Tidak perlu lama, jarak kediaman Farhad dari rumah sakit cukup dekat, sehingga memudahkan Dokter Amri untuk segera sampai rumah tersebut.“Assalamualaikum,” sapa Dokter yang menjadi sahabat Farhad dan Syafina itu ramah saat memasuki rumah itu. Ia melihat Farhad, Syafina, dan Kakek Luthfi duduk di ruang keluarga.“Wa’alaikumussalam, Had," jawab ketiga orang itu serempak.“Akhirnya kamu datang juga. Segera periksa Athar, ya, Am. Panasnya kembali tinggi. Tadi sempat menurun, sekarang panas lagi,” ujar Syafina langsung menyahut dengan wajah penuh kekhawatiran.“Mereka baru pulang dari bulan madu atau gimana, sih?"” tanya Dokter yang sudah menjadi bagian dari keluarga Kakek Luthfi itu.“Bukan bulan madu, Athar dan Afni diperintah kakek neneknya