Share

Bab 2 Hari Pertama Bekerja

Dengan tersenyum bukan berarti kita bahagia, terkadang semua itu hanya sampul untuk menyembunyikan kesedihan karena  kesedihan tidak perlu dipamerkan atau pun diperlihatkan sedangkan kebaikan tidak perlu disombongkan.

(Fathiyah – Cinta dan Harapan)

***

Setelah diterima bekerja, Fathiyah kembali pulang dan mengabarkan berita gembira itu pada sang bibi.

“Assalamualaikum, Bik,” sapanya dengan riang.

“Kenapa sudah pulang? Apa kamu tuli? Aku sudah bilang kamu enggak boleh pulang sebelum mendapatkan pekerjaan!” sengitnya tanpa menjawab salam dari Fathiyah.

Fathiyah tersenyum menanggapi omelan sang Bibi.

“Diajak ngomong malah senyam-senyum kagak jelas, cepat cari kerja yang benar!” ucapnya kesal.

“Alhamdulillah, Bik. Aku sudah diterima kerja di kafe dan Resto yang instagramable, tempatnya bagus, Bik.”

“Beneran kamu sudah diterima kerja? Kamu enggak lagi halu ‘kan? Awas saja kalau bohong!” ucapnya.

“Enggak bohong! Aku beneran diterima, Bik.”

“Ya sudah aku senang mendengarnya,” ketusnya sambil kembali ke kamanya.

Fathiyah menuju meja makan, berharap ada makanan yang tersaji di meja itu. Sangat nihil ... di meja itu hanya tersedia teko berisi air putih. Fathiyah meneguk air putih untuk mengganjal isi perutnya supaya bisa kuat sampai besok pagi.

Setelah mengerjakan sholat isya, Fathiyah segera tidur. Kalau tidak tidur perutnya akan semakin merasakan lapar. Ia harus menahannya.

Pukul empat pagi, Fathiyah bangun dan segera mengerjakan kewajiban dua rakaatnya. Dengan kepala yang sedikit pening karena perutnya tidak terisi sejak kemarin siang, ia pun menyelesaikan tugasnya membersihkan rumah dan mencuci pakaian Paman dan Bibinya. Bibinya sedang memasak di dapur, ia mencium aroma masakan sang bibi sehingga perutnya yang lapar kembali  memberontak.  Dengan cepat Fathiyah menyelesaikan mencuci pakaian lalu menjemurnya.

Setelah semua selesai, ia segera menghampiri Paman dan Bibinya yang sedang menikmati sarapan.

“Ngapain kamu berdiri di sini? Hah ...,” sentak sang bibi dan sang paman.

“Aku mau makan, Bik, Paman,” ungkapnya.

“Lauknya sudah habis, kalau kamu mau makan, itu makan air putih sama sambalnya saja,” ujar sang bibi dengan ketus.

Fathiyah menerima nasi putih yang hanya tinggal sedikit dengan sambal tanpa ikan. Ia duduk di dapur dan segera menyelesaikan makannya.

“Aku harus cepat berangkat,  kalau aku tidak segera berangkat bisa telat di hari pertamaku kerja,” gumamnya. Ia langsung mencuci piring dan segera bersiap.

Ia pamit pada sang bibi terlebih dahulu. Setelahnya ia segera melajukan motor matic buntutnya. Fathiyah melihat jam tangan murah yang ada di pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul 7 kurang 10, ia takut terlambat, ia pun melajukan motor dengan kecepatan di atas rata-rata, tidak mempedulikan ada polisi lalu lintas yang berjaga, sehingga ia harus diberhentikan paksa oleh salah satu polisi itu.

“Bisa tunjukkan SIM?” tanya salah satu polisi muda yang berwajah  tampan padanya.

Fathiyah langsung merogoh tas dan mencari  SIM, sialnya SIM, stnk dan KTP tidak terbawa dan berada di tas usangnya yang satu lagi.

“Matilah aku! Gimana ini? Di hari pertamaku kerja aku harus berurusan dengan makhluk tampan yang nyebelin, apalagi enggak bawa SIM, stnk dan KTP lagi,” gumamnya.

“Tunjukkan SIM dan stnknya, Mbak, setelah itu Anda bisa melanjutkan perjalanan Anda, tapi tidak boleh ngebut seperti tadi lagi,” ucap Arza tegas.

Fathiyah hanya nyengir sambil garuk tengkuknya. “Masalahnya SIM, stnk dan KTP saya ketinggalan di rumah, Mas ganteng,” ujarnya jujur.

“Anda yang sopan ya, panggil saya Pak. Saya bukan Mas, Anda,” ucap Arza sengit.

“Maaf, Mas, eh ... Pak.”

“Kalau tidak bisa menunjukkan SIM dan stnk Anda, terpaksa motor buntut Anda akan kami sita,” ujarnya.

“Ya Allah, Mas tampan jangan dong! Ini hari pertamaku bekerja tinggal 5 menit lagi aku sudah harus sampai. Tolong biarkan aku berangkat ya, loloskan aku ya mas tampan,” rengeknya dengan muka dibuat semelas mungkin.

“Tidak bisa! Anda pikir saya polisi apaan yang akan luluh dengan rayuan cewek macam Anda, kami sudah kebal dengan cewek seperti Anda, karena sudah setiap hari kami jumpai,” sentaknya tanpa memperdulikan rengekan  Fathiyah.

“Untuk kali ini saja, Mas tampan. Tolong, saya berkata jujur ini hari pertamaku bekerja. Dan pekerjaan ini sangat penting bagiku Mas,” pintanya terus merengek.

Tanpa banyak bicara Arza menghentikan angkot dan menyuruh Fathiyah naik angkot itu.

“Kalau Anda bisa menunjukkan SIM dan stnk, Anda bisa mengambil motor buntut Anda,” ucapnya sambil memberikan surat tilang pada Fathiyah.

Fathiyah yang tidak bisa berbuat banyak hanya diam menerima surat tilang  tersebut. “Huh ... dasar polisi songong, untung saja cakep. Cakepnya pakai banget lagi,” gumamnya.

Gara-gara kejadian tadi. Fathiyah harus telat 15 menit di hari pertamanya bekerja. Pak Rizki langsung memberinya teguran. Ia pun meminta maaf karena memang dirinya bersalah dan berjanji tidak mengulanginya lagi.

Hari pertama dirinya bekerja berjalan dengan baik. Ia juga bisa diterima dengan baik para pegawai kafe itu, itu semua karena Fathiyah adalah gadis yang luwes dan baik hati. Sikapnya yang ceria dan suka menolong membuat Pak Reno, koki senior langsung menyukai cara kerjanya. Selain itu Fathiyah adalah gadis yang pekerja keras.

“Nak, tolong masak menu ini buat pelanggan kita di meja 10!” perintah Pak Reno.

“Siap, Pak,” ucapnya. Ia dengan cekatan memasak menu sesuai  instruksi Pak Reno.

Jam makan siang kafe terlihat semakin ramai. Ia dan Pak Reno tak berhenti untuk menyajikan hidangan sesuai permintaan pengunjung. Fathiyah menjalankan tugasnya dengan senang hati.

Pukul 8 malam ia bersiap untuk pulang. Ia bingung harus naik apa, sedangkan angkot di jam segini akan sulit ia dapatkan. Fathiyah terpaksa harus berjalan kaki dan mencari ojek untuk mengantarkannya pulang. Terpaksa ia harus menyisihkan uangnya untuk naik angkot dan ojek.

“Semua ini gara-gara polisi tampan tadi, awas saja, aku pastikan setelah ini aku akan sering menerormu,” ucapnya sambil senyum-senyum sendiri.

Pagi ini sengaja dirinya bangun lebih pagi. Ia segera menyelesaikan tugasnya sebelum sang bibi marah besar padanya. Tak lupa ia menyiapkan SIM, stnk dan ktpnya. Supaya dirinya bisa mengambil motor kesayangannya yang di sita.

“Beruntung polisi tampan itu tidak menyuruhku ikut sidang untuk  mengambil motorku,” lirihnya.

“Bagaimana pekerjaanmu? Ingat, kalau sudah dapat gaji jangan lupa 75 persen gajimu harus kamu berikan padaku!” ucap sang bibi.

Fathiyah mengangguk tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ia langsung menikmati makanan yang tersaji di depannya, karena jarang sang bibi menyisakan lauk untuknya. Entah hari ini sang bibi berbaik hati menyisakan sepotong tempe goreng untuknya. Ia bersyukur meskipun hanya diberi lauk tempe tidak seperti yang dimakan paman dan bibinya yaitu ayam goreng.

“Di mana motormu? Apa kamu menjualnya?” tanya sang paman sengit.

“Aku kena tilang kemarin dan motorku disita.”

“Jual saja motor buntut itu, uangnya bisa aku pakai modal,” ucapnya tanpa rasa bersalah.

“Sampai kapan pun, aku enggak akan menjual motor itu, cukup rumah ini yang ingin kalian kuasai, tidak untuk motorku,” ucapnya menohok. Namun, ia tetap bertindak sopan.

Ia sangat tahu maksud kata modal yang diucapkan pamannya tadi, bukan modal usaha, tapi modal untuk berjudi. Dan Fathiyah tidak akan membiarkan mereka mengambil haknya lagi.

“Tutup mulutmu, kami memang ingin menguasai rumahmu, tapi aku tahu kamu gadis yang cukup cerdik dengan menyimpan rapat sertifikat rumah ini. Kalau kamu menurut dan memberikan sertifikatnya pada kami, aku pastikan kamu bisa makan dengan enak,  sehari 3 kali dan tak perlu kelaparan ,” ujar sang paman yang merupakan adik kandung  sang ayah.

Fathiyah bukan gadis yang bodoh semua surat motor dan sertifikat rumahnya sudah aman ia titipkan pada seorang notaris yang terkenal sangat amanah di sekitar tempat tinggalnya, bahkan Paman dan Bibinya tidak mengetahui itu.

Tanpa menghiraukan ucapan keduanya, Fathiyah segera berangkat, tujuan pertama ia akan ke kantor polisi untuk mengambil motornya dengan menumpang tetangganya yang satu tujuan dengannya.

Di kantor polisi sudah sedikit ramai. Ia sedikit kesulitan mencari Arza di sana. Ia memang tidak berniat bertanya pada anggota polisi lainnya. Setelah 10 menit mencari, ia bersyukur karena melihat Arza yang sedang bercanda bersama temannya dan satu polisi wanita cantik di sebelahnya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Edwin Gendong
nice banget
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status