Andra melajukan mobil yang dikendarainya. Sesekali Diandra menoleh kearah jendela melihat pemandangan yang dilaluinya. Tak ada sepatah katapun yang terucap dari mulut keduanya hingga Andra bertanya kemana tujuan gadis itu sebenarnya.
"Maaf.. tujuan kita kemana?" Andra bingung melajukan kendaraannya ke arah mana.
"Terserah kamu saja, aku hanya ingin berkeliling." Diandra menjawab pertanyaan Andra tanpa menoleh ke arah Andra ia masih fokus menatap ke luar jendela seakan banyak yang sedang ia fikirkan. Andra pun diam dan melajukan mobil itu menuju pusat kota, karena laki-laki itu bingung jika harus berkeliling tanpa tujuan yang jelas se
Diandra mengikuti langkah Andra menuju mobil mereka yang terparkir di tepi jalan. Andra membukakan pintu mobil untuk putri majikannya yang masih terguncang dengan kejadian yang menimpanya. Gadis itu meletakkan tubuhnya di bangku depan mobilnya. Tepat di sebelah Andra menyetir. Andra membuang puntung rokoknya dan mulai melajukan kembali mobilnya. Gadis di samping Andra itu masih diam seribu bahasa. Sesekali ia menatap sang sopir yang juga fokus berkendara tanpa sepatah kata keluar dari mulutnya. Suasana hening begitu terasa di dalam mobil itu. Tiba-tiba Diandra mulai membuka pembicaraan."Kenapa kamu tadi tidak langsung&nbs
"Ayah angkatku itu mengambilku dari kerasnya hidup di jalanan,kerasnya berjuang di tengah kesendirian, beliau mengajarkan aku menjadi manusia yang lebih manusia." "Hingga sifat liarku perlahan bisa dikendalikannya, tapi aku tetaplah monster dengan masalalu yang gelap, jadi wajar jika anda merasa takut berada bersama mantan pembunuh seperti ku," Terang Andra. Mendengar penuturan Andra mulut gadis itu membisu. Gadis itu mencoba memahami setiap kata dari mulut makhluk yang awalnya dianggapnya angker itu. Dan pemikiran Diandra tentang Andra sedikit berubah. "Sepertinya ada sosok lain dari dalam diri laki-laki ini." "Apakah dia menyimpan banyak&n
"Terserah kamu mau menganggapnya hinaan atau pujian, tapi satu hal yang pasti manusia tak ada yang benar-benar baik ataupun yang benar-benar buruk.""Terkadang keadaan dan lingkungan yang mengubah manusia menjadi seorang monster," ucap Diandra.Andra langsung menoleh dan menatap gadis itu."Kenapa anda bisa berfikir seperti itu?""Apa menurut anda saya bukan orang yang harus ditakuti?""Anda orang kedua yang berfikiran beda setelah mengetahui masa lalu saya, apa ini anda katakan secara sadar?""Saya bisa melakukan apapun pada anda di tempat ini?" Kata Andra mencoba menggertak Diandra."Ya.. aku tahu, tadinya aku berfikir seperti itu, tapi kamu yang bilang se
Andra masih fokus dengan jalanan di hadapannya. Tak seperti di awal perjalan suasana di dalam kini terasa sunyi. Andra melirik ke arah anak tuannya yang duduk di sampingnya. Wajah penuh lelah nampak jelas tergambar dari wajah Diandra yang terlelap. Andra menghentikan laju mobil yang dikendarainya. Dilepaskannya jaket miliknya dan di selimutkannya jaket itu pada tubuh gadis yang terlelap itu. Baru setelahnya mobil itu kembali melaju. Sepanjang perjalanan ucapan Diandra masih terniang di kepala Andra. Ia tak menyangka semudah itu Diandra percaya terhadapnya. Hingga fikiran Andra merasa bertanya-tanya."Apakah ayah Hiro dulu juga berfikir hal yang sama dengan gadis ini?""Semoga aku tidak mengecewakan kepercayaan yang ia berikan, dan Alexs entah apa yang akan ia rencanakan untuk keluarga Angkasa, tapi akan ku pastikan ia tak akan bisa menyakiti anda nona," gumam Andra sambil me
Andra melajukan mobilnya, ia sangat merindukan sosok sang ayah angkat. Diperjalanan Andra melihat ada toko penjual bunga mawar dan laki-laki itu menghentikan mobilnya dan segera turun."Ini berapa?" Tanya Andra sambil mengambil satu buket bunga mawar merah.Sang penjual mendekat ke arah Andra."Oh itu tiga ratus ribu mas. Buat pacarnya ya mas," ucap penjual itu dengan ramah.Andra hanya tersenyum, lalu ia mengeluarkan sejumlah uang dari dompet miliknya."Ini uangnya," ucap Andra sambil menyodorkan uang kepada sang penjual bunga tersebut."Oh iya mas terimakasih," balas penjual bunga itu.Andra pun berlalu meninggalkan toko itu dan masuk kembali ke dalam mobilnya. Mobil itu melaju menuju tempat pemakaman sang ayah angkat. Tak berapa lama laki-laki itu tiba di tempat tujuannya. Andra mematikan mesin m
Sesekali Diandra melirik ke arah laki-laki di sampingnya yang masih terlihat cuek. Andra memainkan ponsel hingga makanan yang mereka pesan tersaji di hadapan mereka."Silahkan tuan ini pesanan anda," ucap pelayan itu sembari meletakkan beberapa piring menu makanan di atas meja."Terimakasih," balas Andra.Pelayan itu pun meninggalkan Andra dan Diandra."Makanlah, nanti keburu dingin!"Andra mulai membuka pembicaraan, tapi Diandra makin bingung dengan reaksi Andra yang datar seolah tak mendengar ungkapan perasaan gadis itu."Ya," jawab Diandra singkat."Gila ni cowok, bisa-bisanya ia secuek dan sedatar itu setelah aku mati-matian ngungkapkan perasaanku untuknya. Tidak ada jawaban ataupun respon apapun. Nih orang terbuat dari apa sih!""Bisa-bisanya aku jatuh cinta sama kulkas semacam dia, sadar Diandra dia sama sekali gak peduli sama kamu," gumam Diand
Mata Diandra terbelalak karena tingkah Andra, jantung gadis itu berdetak kencang. Dan karena situasi yang menegangkan bagi Diandra, gadis itupun memilih untuk memejamkan matanya. Melihat reaksi Diandra yang menggemaskan Andra tersenyum dan menarik kembali tubuhnya ke sandaran kursi tempat duduknya semula. Dibukanya kaca jendela tempatnya duduk dan Andra mulai menghisap rokok yang ada di saku miliknya. Mata Diandra perlahan terbuka, dan apa yang ada difikirannya sama sekali tidak terjadi. Gadis itu menghela nafas lega, lalu menatap Andra dengan penuh kekesalan. "Kenapa kamu suka membuat orang lain marah?" "Sikapmu itu sungguh menyebalkan!" Gadis itu mengungkapkan kekesalannya, tapi yang terjadi malah membuat si Andra tersenyum. "Memangnya apa yang nona fikirkan?' " Apa nona berharap aku akan mencium nona?" Goda Andra
"Jika ini adalah kegilaanku mencintai sosok seperti dia, tapi setidaknya aku tidak membiarkan perasaan ini berlalu begitu saja. Setidaknya aku sudah mengungkapkan dan berusaha merebut perasaan laki-laki dingin itu. Jika suatu saat aku menyerah semoga saat itu Andra mampu memahami apa yang kurasa untuk dirinya."Diandra melontarkan harapan akan perasaannya malam itu. Hingga hari semakin larut tanpa sadar gadis itu mulai terlelap dalam tidurnya.Hingga mentari kembali bersinar terang disambut riuh kicauan burung-burung yang bersahutan membangunkan Andra dari tidurnya. Sayup-sayup laki-laki itu membuka kedua matanya. Pandangannya tertuju pada jam dinding yang tepat di hadapan ranjang tempat tidurnya."Sudah pagi, lebih baik aku bersiap untuk rutinitas hari ini."Andra mulai b