LOGINDi ruang tengah, Dania hanyut dalam pikirannya sendiri. Ada beberapa hal yang terasa menggajal dalam hatinya, tapi juga tidak bisa memecahkan kejanggalan itu.
Dari arah tangga, Rama yang melihatnya mendekat dan memecah keheningan yang menyelimuti sang istri."Mami lagi mikirin apa? Serius banget." Ia mengambil duduk di tepat disamping Dania.Malam ini mereka memang sudah tidak menginap di rumah Ayyana lagi, Dania kembali sore tadi bersama Kayla yang menjemputnya setelah selesai kuliah.Helaan napas terdengar pelan dari Dania, diubahnya posisi duduk menjadi sepenuhnya menghadap Rama."Papi ngerasa ada yang janggal nggak sih sama Fakhri dan Aya?"Kerutan tipis tercetak di wajah pria paruh baya itu, "Janggal gimana?" Tanggapnya santai menyesap kopi yang memang sudah disiapkan Dania saat ia mandi tadi."Masa Papi nggak ngerasa sih?" Herannya. "Mami lihatnya interaksi mereka tuh kayak kaku ajah Pi.""Ya wajarlah Mi,Di ruang tengah, Dania hanyut dalam pikirannya sendiri. Ada beberapa hal yang terasa menggajal dalam hatinya, tapi juga tidak bisa memecahkan kejanggalan itu.Dari arah tangga, Rama yang melihatnya mendekat dan memecah keheningan yang menyelimuti sang istri."Mami lagi mikirin apa? Serius banget." Ia mengambil duduk di tepat disamping Dania.Malam ini mereka memang sudah tidak menginap di rumah Ayyana lagi, Dania kembali sore tadi bersama Kayla yang menjemputnya setelah selesai kuliah.Helaan napas terdengar pelan dari Dania, diubahnya posisi duduk menjadi sepenuhnya menghadap Rama."Papi ngerasa ada yang janggal nggak sih sama Fakhri dan Aya?"Kerutan tipis tercetak di wajah pria paruh baya itu, "Janggal gimana?" Tanggapnya santai menyesap kopi yang memang sudah disiapkan Dania saat ia mandi tadi."Masa Papi nggak ngerasa sih?" Herannya. "Mami lihatnya interaksi mereka tuh kayak kaku ajah Pi.""Ya wajarlah Mi,
Diruang makan sedang berkumpul semua para perempuan untuk menikmati sarapan, para laki-laki pula sudah sarapan lebih dulu dan tengah bersiap ke kantor.Termasuk Fakhri, setelah beberapa hari tidak masuk ia memutuskan untuk berangkat kerja hari ini.Begitu selesai mengenakan pakaiannya Fakhri pun kembali turun, dilihatnya kini Ayyana sudah berada di ruang tengah bersama yang lain.Ia pun mendekat, "Udah makan sayang?""Udah." Singkat Ayyana.Lalu Fakhri bergerak berlutut di hadapannya sambil mengulurkan dasi yang memang belum dia pasang, Ayyana diam sejenak melihat tindakan pria itu.Tatapan mereka beradu dalam diam beberapa waktu tapi tak urung Ayyana menerima dasi tersebut dan memasangkannya paa kerah baju Fakhri."Kamu tuh, istri masih sakit udah minta diurusin." Keluh Dania tak habis pikir dengan tingkah anaknya.Lain halnya dengan Ayu yang justru mengulas senyum, "Ya enggak apa-apa, toh juga cuman minta dipakaikan dasi."Ayu menepuk pelan lutu
Hari ini, Ayyana sudah diizinkan untuk pulang dan ia begitu bahagia saat sampai di rumah karena semua keluarganya berkumpul disana.Yang paling antusias menyambutnya adalah Gio, ia hanya pernah menjenguk Ayyana sekali jadi rasanya begitu bahagia saat tantenya itu bisa pulang.Gio memeluk Ayyana yang duduk di kursi roda dengan erat, membuat Ayyana mengulas senyum."Tante Aya kangen banget sama Gio.""Gio juga." Katanya lalu melepaskan diri. "Tante tenang ajah, Gio akan rawat Tante sampai sembuh.""Bener ya?"Gio mengangguk pasti, tapi sedetik kemudian ia melirik Adrie dan Luna. "Bolehkan Ayah, Bunda?""Boleh dong sayang." Seru Luna.Tapi Adrie justru memberi tanggapan lain, "Gio udah harus pulang lusa, kamu izinnya udah kelamaan.""Yaahhh..." Bocah yang kini sudah masuk sekolah dasar kelas satu itu memberengut."Kalo udah sekolah SD tuh nggak bisa keseringan izin lagi." Tambah Adrie."T
Mata Ayyana mengerjap pelan, mencoba menyesuaikan cahaya yang menusuk indra penglihatannya.Hal pertama yang bisa ia tangkap adalah ruangan serba putih dengan pencahayaan terang, pandangannya bergeser pelan mengitari ruangan tersebut hingga dilihatnya sosok Fakhri yang duduk di kursi sampingnya sambil melantunkan bacaan Al-Qur'an.Perlahan, ia juga bisa mendengar suara obrolan beberapa orang di ruangan itu. Ayyana kembali mengedarkan pandangan dan melihat beberapa keluarganya duduk bersama di sofa."Sayang kamu udah sadar?" Perhatiannya kembali pada Fakhri yang kini sudah menggenggam tangannya dengan raut wajah yang jelas tampak sangat khawatir."Alhamdulillah." Ucap pria itu kemudian menutup Al-Qur'annya.Hal itu membuat semua yang di ruangan ikut mendekat, kecuali Adrie yang memilih keluar untuk memanggil dokter agar bisa memeriksa kondisi Ayyana."Ada yang sakit sayang?" Tanya Ayu membelai kepala sang anak.Ayyana hanya menanggapi dengan gelengan pelan, ia bisa melihat orang tuanya
"Aku selalu percaya sama kamu selama ini Mas, bahkan saat Dita gencar minta aku selidiki pekerjaan kamu pun, aku tetap ada di pendirian yang sama. Tapi apa? Ternyata yang Dita bilang selama ini itu benar. Tega ya kamu bohongin aku selama ini."Melihat Ayyana histeris, Fakhri segera menarik Ayyana kepelukannya. "Sayang dengerin aku dulu. Kamu tadi janjikan bakal denger penjelasan aku. Please.""Dia itu bukan siapa-siapa, namanya Jihan. Dia adik teman aku dan aku kesana cuma buat jenguk dia sayang.""Terus kenapa harus bohong kalau kamu kesana buat kerja?""Aku minta maaf.""Kamu bilang ini salah paham kan? Jadi jangan minta maaf.""Kamu tenang dulu, kita bicara baik-baik."Ayyana menggeleng pelan, ia berusaha menjauhkan diri. "Kita nggak akan bisa bicara baik-baik dalam keadaan kayak gini.""Oke kita pulang ke rumah, aku jelasin semuanya.""Kenapa nggak jelasin disini?""Sayang, tenang dulu. Ing
'Assalamu'alaikum, Mas.' "Wa'alaikumussalam. Sayang tolong lihat di kamar, kayaknya ada berkas aku yang ketinggalan." 'Map biru bukan?' "Iya bener. Aku minta karyawan aku kesana buat ambil, kamu tolong kasih ya." 'Nggak usah Mas, ini aku udah di jalan buat nganter berkasnya.' "Kamu kesini? Ya Allah, kan tadi aku bilang jangan kemana-mana." 'Aku bosen, lagian cuman nganter ini kan. Boleh ya?' "Kamu udah di jalan, baru nanya boleh." Ayyana cengengesan di seberang telpon, ia memang sengaja tidak mengabari sejak awal karena ia tahu Fakhri pasti tidak akan mengizinkannya pergi. Kalau sudah begini kan, suaminya itu tidak akan bisa melarang lagi. 'Maaf.' Ucap Ayyana kemudian. "Kalau gitu kamu hati-hati nyetirnya, nggak usah buru-buru. Mitingnya juga masih lama." 'Iya Mas.' Ayyana mengulas senyum penuh kemenangan lalu memutuskan panggilan setelah mengucap salam. "Aya udah nganter berkasnya ke sini, nggak usah suruh karyaw







