Share

Abay memang menyebalkan!

"Leyka, mamah mu gimana kabarnya?" Tanya tante Juwita, mamah Abay.

Ibuku sudah beberapa hari ini sakit, jadi dia tidak bisa bekerja. Alhasil, mamah Abay menyewa pembantu sementara karena aku sendiri tidak bisa menggantikan ibu untuk bekerja disini. Aku harus sekolah, dan sulit membagi waktu.

Lagipula, ibu Abay sendiri tidak mengijinkanku untuk bekerja. Ia menyuruhku untuk fokus sekolah.

"Sudah mendingan tante." Ujarku sambil sedikit tersenyum.

"Mah, Abay jalan yah." 

Tanpa salam, tanpa cium tangan, Abay main keluar rumah begitu saja dan menghiraukan ibunya yang jelas-jelas saat itu ada disana.

"Woy Abay! Salam dulu sama tante!" Ujarku sambil mengejar Abay yang sudah diambang pintu.

"Udah telat Deb, harus konser nih." Ujar Abay lagi.

Abay memiliki sebuah group band bernama "Rising Star" dimana mereka tampil di Mall-Mall. Band ini bukanlah band dari sekolahan.

Abay adalah seorang gitaris dan juga vokalis. Suaranya dan keahliannya dalam memetik gitar tidak bisa diragukan. 

Ia sudah belajar bernyanyi dan bermain gitar sedari kecil. Dan aku... aku hanya jadi penontonnya saja saat itu, saat dia latihan. Aku tidak bisa ikut latihan karena tidak mempunyai uang.

Maka dari itu, suatu hari, salah satu manager Rising Star merekrut Abay karena mereka tertarik dengan suara unik yang Abay miliki. 

Lalu Abay meminta persetujuanku untuk ikut bergabung dalam band tersebut. Dan setelah mendapatkan persetujuanku, Abay pun ikut serta dalam band tersebut.

Ya, jika ada suatu hal yang baru yang perlu di musyawarahkan atau diambil keputusan, Abay selalu bertanya padaku dan meminta pendapatku.

Aku senang akan hal tersebut, itu artinya aku cukup penting bagi seorang Abay. 

Terkadang, aku mengambil keputusanku sesuka hati bahkan sampai Abay sendiri kesal. Tapi apapun keputusanku, Abay selalu menerimanya. Sorry and Thank you Abay.

***

"Ah apalah arti konser!" 

Aku  mendorong punggung Abay untuk kembali ke ibunya agar ia bersalaman terlebih dahulu. Aku paling tidak suka saat Abay mengacuhkan ibunya.

"Assalamualaikum bu." Ujar Abay dengan ketus saat ia telah selesai mencium lengan ibunya itu.

Ibu Abay tersenyum seraya mengacungkan jempol tangannya padaku. Akupun begitu. Kami berdua memang telah membuat kesepakatan yakni membuat Abay menjadi anak yang lebih baik dan sopan.

Abay adalah anak satu-satunya di keluarganya, sama dengan diriku. Aku juga anak satu-satunya setelah kak Amalia meninggal.

Kedua orang tua Abay selalu sibuk bekerja sehingga membuat Abay menjadi anak yang kurang perhatian. Alhasil, Abay menjadi anak yang sedikit liar. Aku pun tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengubah sifat Abay. Tapi aku akan mencobanya, aku ingin Abay menjadi anak yang lebih baik. Dan kali ini, aku dibantu tante Juwita.

"Sama ibu sendiri tuh harus sopan dikit!" Ujarku dengan ketus saat kami sudah berada di dalam mobil Abay. 

Tempat konser Abay kali ini adalah Mall Senayan. Setiap Abay konser aku pasti selalu ikut. Tapi aku tidak jadi penonton semata disana. Aku menjadi asisten Abay yang membantu Abay dengan segala keperluannya.

"Dih! Kamu sendiri kayak yang sopan sama ibu kamu!"

Aku mendoyor kepala Abay, tapi dia diam saja karena tengah fokus menyetir.

"Beda ceritanya ya!" Ujarku dengan ketus dan memanyunkan bibir.

"Udah jelek, gak usah dijelek-jelekin lagi Debi!"

Tanpa kusangka, Abay mencomot bibirku yang tadi kumanyunkan itu. Hal tersebut membuat jantungku berdetak cepat, apalagi saat ia memanggil namaku. Aku semakin degdegan dibuatnya.

"Kumaha aing! (Terserah aku)" jawabku pura-pura marah padahal muka ku sudah memerah.

"Sampai. Mau tunggu di basement apa ikut ke panggung?" Tanya Abay padaku.

Aku sendiri terkejut mendengar pertanyaan itu. Apa menurutnya aku ini motor?! Kenapa pula aku harus menunggu di basement.

"Ikut ke panggung, mau kacauin acaranya!" Ujarku dengan ketus sambil meninggalkan Abay dan berjalan duluan.

Aku memang galak, galak tapi sayang.

"Nih." 

Abay menyusulku, dia nenyerahkan tas ransel miliknya yang berisi baju ganti, laptop, dan barang lainnya lagi.

"Abay ini berat!" Dumel ku.

Aku kesal sekali saat Abay menyuruhku membawa barang miliknya. Ya memang benar aku bekerja sebagai pembantu dirumahnya, tapi apa setiap saat aku harus membawakan barang-barang miliknya?

Abay mundur kembali dan mendekatiku, lalu ia berkata.

"Kau kan wanita kuat. Masa bawa gituan aja ngeluh." Ia berkata sambil tersenyum dan kembali meninggalkan ku.

Aku rasa barang yang Abay bawa ini bukan hanya laptop, dia seperti membawa bom nuklir.

Karena kesal dan berat, akhirnya kuputuskan untuk meninggalkan tas ransel milik Abay di basement.

"Bodo amat."

***

"Sa, lirik lagu nya mana?" Tanya Aldi. 

Aldi adalah salah satu gitaris juga di band Rising Star. Sifatnya sangat berbalik 180° dengan Abay.

Jika Abay galak, maka Aldi baik. Jika Abay rajin, maka Aldi malas. Eh salah, mana mungkin Abay rajin. Maksudku, jika Abay malas maka Aldi rajin. Pokoknya begitu.

"Tuh di si Debi." Ujar Abay dingin sambil terus memetik gitar nya.

"Hah? Di gue? Nggak tuh!" 

"Ada. Di tas yang tadi gue kasih."

Aku membelalakan mata. Tas yang tadi? Astaga! Tas nya kan ku simpan di basement.

Aku kebingungan dan celingukan sendiri, bingung mau berbuat apa. Jujur aku takut kalau Abay marah.

"Kenapa Ley?" Tanya Aldi padaku. Dia sepertinya tahu bahwa aku sedang kebingungan.

"Mm anu Al. Mmm." Aku belum bisa membuka mulut.

"Lha? Tas nya mana Deb? Jangan bilang lo taro di basement lagi?!"

"Lagi?" Benar, hehe. Aku pernah melakukan hal yang seperti ini sebelumnya, bahkan lebih dari sekali. Meninggalkan barang Abay di basement.

"Wah keterlaluan lo Deb. Liriknya kan ada disitu, key melody nya Deb!" Ujar Abay dengan nada yang penuh akan penekanan.

"Lo yang keterlaluan Bay! Tadi itu tas nya berat!"

Abay menatapku dengan tajam, aku pun begitu. Aku tidak terima dikatakan keterlaluan padahal dia sendiri yang keterlaluan.

"Gue gak mau tau! Cari dan bawa tas itu kesini sekarang!" Titahnya padaku sambil menunjuku dan menyuruhku keluar dari ruangan itu.

Saat aku hendak bicara, tiba-tiba Mc di depan sudah memanggil nama band Rising Star yang akan tampil berikutnya.

"Buruan Debi!" Titah Abay padaku. Tapi aku masih juga belum beranjak. Aku juga kesal pada Abay.

"Udahlah Sa. Lagian kita udah mau telat, tuh udah dipanggil." Aldi menenangkan Esa.

"Tapi gimana kita mau main tanpa lirik itu?!"

"Tampil seadanya aja." Ujar Aldi lagi.

"Gara-gara dia kita jadi gagal tampil sempurna!" Abay menunjuk ku sambil berteriak. Aku langsung menunduk karenanya.

"Mana ada sih orang yang sempurna di dunia ini Abay!" Aku melakukan perlawanan dengan mata berlinang, aku hampir menangis.

"Terserah! Kali ini lo pulang sendiri!"

Abay, Aldi dan yang lainnya meninggalkanku. Setelah ruang make up sepi, akhirnya kutumpahkan air mataku yang dari tadi sudah ku bendung.

Aku tidak menyangka ternyata Abay bisa segalak itu. Apa pertemanan selama bertahun-tahun tidak berarti apa-apa dan terkalahkan oleh sebuah lagu yang ditulis didalam buku?

Apa kepopuleran dan pertunjukan lebih penting daripada pertemanan?

Aku meninggalkan ruangan tersebut, aku ingin pulang saja. Aku tidak perduli lagi dengan Abay ataupun konsernya. Hatiku sakit!

"Abay, kamu menyebalkan!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status