Home / Romansa / Can I Call You BABY ? / Abay memang menyebalkan!

Share

Abay memang menyebalkan!

Author: Sri Wahyuni
last update Last Updated: 2021-06-19 11:54:20

"Leyka, mamah mu gimana kabarnya?" Tanya tante Juwita, mamah Abay.

Ibuku sudah beberapa hari ini sakit, jadi dia tidak bisa bekerja. Alhasil, mamah Abay menyewa pembantu sementara karena aku sendiri tidak bisa menggantikan ibu untuk bekerja disini. Aku harus sekolah, dan sulit membagi waktu.

Lagipula, ibu Abay sendiri tidak mengijinkanku untuk bekerja. Ia menyuruhku untuk fokus sekolah.

"Sudah mendingan tante." Ujarku sambil sedikit tersenyum.

"Mah, Abay jalan yah." 

Tanpa salam, tanpa cium tangan, Abay main keluar rumah begitu saja dan menghiraukan ibunya yang jelas-jelas saat itu ada disana.

"Woy Abay! Salam dulu sama tante!" Ujarku sambil mengejar Abay yang sudah diambang pintu.

"Udah telat Deb, harus konser nih." Ujar Abay lagi.

Abay memiliki sebuah group band bernama "Rising Star" dimana mereka tampil di Mall-Mall. Band ini bukanlah band dari sekolahan.

Abay adalah seorang gitaris dan juga vokalis. Suaranya dan keahliannya dalam memetik gitar tidak bisa diragukan. 

Ia sudah belajar bernyanyi dan bermain gitar sedari kecil. Dan aku... aku hanya jadi penontonnya saja saat itu, saat dia latihan. Aku tidak bisa ikut latihan karena tidak mempunyai uang.

Maka dari itu, suatu hari, salah satu manager Rising Star merekrut Abay karena mereka tertarik dengan suara unik yang Abay miliki. 

Lalu Abay meminta persetujuanku untuk ikut bergabung dalam band tersebut. Dan setelah mendapatkan persetujuanku, Abay pun ikut serta dalam band tersebut.

Ya, jika ada suatu hal yang baru yang perlu di musyawarahkan atau diambil keputusan, Abay selalu bertanya padaku dan meminta pendapatku.

Aku senang akan hal tersebut, itu artinya aku cukup penting bagi seorang Abay. 

Terkadang, aku mengambil keputusanku sesuka hati bahkan sampai Abay sendiri kesal. Tapi apapun keputusanku, Abay selalu menerimanya. Sorry and Thank you Abay.

***

"Ah apalah arti konser!" 

Aku  mendorong punggung Abay untuk kembali ke ibunya agar ia bersalaman terlebih dahulu. Aku paling tidak suka saat Abay mengacuhkan ibunya.

"Assalamualaikum bu." Ujar Abay dengan ketus saat ia telah selesai mencium lengan ibunya itu.

Ibu Abay tersenyum seraya mengacungkan jempol tangannya padaku. Akupun begitu. Kami berdua memang telah membuat kesepakatan yakni membuat Abay menjadi anak yang lebih baik dan sopan.

Abay adalah anak satu-satunya di keluarganya, sama dengan diriku. Aku juga anak satu-satunya setelah kak Amalia meninggal.

Kedua orang tua Abay selalu sibuk bekerja sehingga membuat Abay menjadi anak yang kurang perhatian. Alhasil, Abay menjadi anak yang sedikit liar. Aku pun tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengubah sifat Abay. Tapi aku akan mencobanya, aku ingin Abay menjadi anak yang lebih baik. Dan kali ini, aku dibantu tante Juwita.

"Sama ibu sendiri tuh harus sopan dikit!" Ujarku dengan ketus saat kami sudah berada di dalam mobil Abay. 

Tempat konser Abay kali ini adalah Mall Senayan. Setiap Abay konser aku pasti selalu ikut. Tapi aku tidak jadi penonton semata disana. Aku menjadi asisten Abay yang membantu Abay dengan segala keperluannya.

"Dih! Kamu sendiri kayak yang sopan sama ibu kamu!"

Aku mendoyor kepala Abay, tapi dia diam saja karena tengah fokus menyetir.

"Beda ceritanya ya!" Ujarku dengan ketus dan memanyunkan bibir.

"Udah jelek, gak usah dijelek-jelekin lagi Debi!"

Tanpa kusangka, Abay mencomot bibirku yang tadi kumanyunkan itu. Hal tersebut membuat jantungku berdetak cepat, apalagi saat ia memanggil namaku. Aku semakin degdegan dibuatnya.

"Kumaha aing! (Terserah aku)" jawabku pura-pura marah padahal muka ku sudah memerah.

"Sampai. Mau tunggu di basement apa ikut ke panggung?" Tanya Abay padaku.

Aku sendiri terkejut mendengar pertanyaan itu. Apa menurutnya aku ini motor?! Kenapa pula aku harus menunggu di basement.

"Ikut ke panggung, mau kacauin acaranya!" Ujarku dengan ketus sambil meninggalkan Abay dan berjalan duluan.

Aku memang galak, galak tapi sayang.

"Nih." 

Abay menyusulku, dia nenyerahkan tas ransel miliknya yang berisi baju ganti, laptop, dan barang lainnya lagi.

"Abay ini berat!" Dumel ku.

Aku kesal sekali saat Abay menyuruhku membawa barang miliknya. Ya memang benar aku bekerja sebagai pembantu dirumahnya, tapi apa setiap saat aku harus membawakan barang-barang miliknya?

Abay mundur kembali dan mendekatiku, lalu ia berkata.

"Kau kan wanita kuat. Masa bawa gituan aja ngeluh." Ia berkata sambil tersenyum dan kembali meninggalkan ku.

Aku rasa barang yang Abay bawa ini bukan hanya laptop, dia seperti membawa bom nuklir.

Karena kesal dan berat, akhirnya kuputuskan untuk meninggalkan tas ransel milik Abay di basement.

"Bodo amat."

***

"Sa, lirik lagu nya mana?" Tanya Aldi. 

Aldi adalah salah satu gitaris juga di band Rising Star. Sifatnya sangat berbalik 180° dengan Abay.

Jika Abay galak, maka Aldi baik. Jika Abay rajin, maka Aldi malas. Eh salah, mana mungkin Abay rajin. Maksudku, jika Abay malas maka Aldi rajin. Pokoknya begitu.

"Tuh di si Debi." Ujar Abay dingin sambil terus memetik gitar nya.

"Hah? Di gue? Nggak tuh!" 

"Ada. Di tas yang tadi gue kasih."

Aku membelalakan mata. Tas yang tadi? Astaga! Tas nya kan ku simpan di basement.

Aku kebingungan dan celingukan sendiri, bingung mau berbuat apa. Jujur aku takut kalau Abay marah.

"Kenapa Ley?" Tanya Aldi padaku. Dia sepertinya tahu bahwa aku sedang kebingungan.

"Mm anu Al. Mmm." Aku belum bisa membuka mulut.

"Lha? Tas nya mana Deb? Jangan bilang lo taro di basement lagi?!"

"Lagi?" Benar, hehe. Aku pernah melakukan hal yang seperti ini sebelumnya, bahkan lebih dari sekali. Meninggalkan barang Abay di basement.

"Wah keterlaluan lo Deb. Liriknya kan ada disitu, key melody nya Deb!" Ujar Abay dengan nada yang penuh akan penekanan.

"Lo yang keterlaluan Bay! Tadi itu tas nya berat!"

Abay menatapku dengan tajam, aku pun begitu. Aku tidak terima dikatakan keterlaluan padahal dia sendiri yang keterlaluan.

"Gue gak mau tau! Cari dan bawa tas itu kesini sekarang!" Titahnya padaku sambil menunjuku dan menyuruhku keluar dari ruangan itu.

Saat aku hendak bicara, tiba-tiba Mc di depan sudah memanggil nama band Rising Star yang akan tampil berikutnya.

"Buruan Debi!" Titah Abay padaku. Tapi aku masih juga belum beranjak. Aku juga kesal pada Abay.

"Udahlah Sa. Lagian kita udah mau telat, tuh udah dipanggil." Aldi menenangkan Esa.

"Tapi gimana kita mau main tanpa lirik itu?!"

"Tampil seadanya aja." Ujar Aldi lagi.

"Gara-gara dia kita jadi gagal tampil sempurna!" Abay menunjuk ku sambil berteriak. Aku langsung menunduk karenanya.

"Mana ada sih orang yang sempurna di dunia ini Abay!" Aku melakukan perlawanan dengan mata berlinang, aku hampir menangis.

"Terserah! Kali ini lo pulang sendiri!"

Abay, Aldi dan yang lainnya meninggalkanku. Setelah ruang make up sepi, akhirnya kutumpahkan air mataku yang dari tadi sudah ku bendung.

Aku tidak menyangka ternyata Abay bisa segalak itu. Apa pertemanan selama bertahun-tahun tidak berarti apa-apa dan terkalahkan oleh sebuah lagu yang ditulis didalam buku?

Apa kepopuleran dan pertunjukan lebih penting daripada pertemanan?

Aku meninggalkan ruangan tersebut, aku ingin pulang saja. Aku tidak perduli lagi dengan Abay ataupun konsernya. Hatiku sakit!

"Abay, kamu menyebalkan!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Can I Call You BABY ?   Now You Know

    Aku kembali pulang ke rumah dengan diantar Max. Ia benar-benar baik. Baik di depan Ibu nya maupun di belakanh Ibu nya, ia selalu murah senyum dan seseoali mengajak ku berbicara, tidak ada kecanggungan diantara kami berdua."Gak usah repot-reoit nganterin, gue bisa pulang naik ojek." Aku menghentikan langkahku sesaat untuk sekedar menolak tawaran Max, aku hanya takut merepotkan dirinya."Gakpapa. Gue yang bawa lo kesini maka gue juga yang harus bawa lo pulang.""Gakpapa kok. Mungkin lo mau nemenin tante Puji aja?" Tanyaku padanya."Gakpapa, Mamah lagi istirahat. Gue mau nganterin lo aja."Sebuah keputusan yang tidak bagus untuk dibantah. Karena itu akhirnya aku menyetujui usulnya untuk mengantarkanku pulang karena ia sendiri yang mau dan merasa tidak direpotkan.Kami tidak banyak bicara sepanjang perjalanan, hanya sesekali saja Max mengajak ku berbicara."Leyka?" Tanyanya dengan setengah berteriak."Ya?' Jawabku."K

  • Can I Call You BABY ?   Akhirnya Aku Tahu

    "Bay?""Hmm?""Cuek gitu.""Masalah?""Ya nggak sih."Dari tadi aku terus memperhatikan Abay makan tapi ia sama sekali tidak memperhatikanku hingga aku jera sendiri."Gue cuman mau ngomong nanti siang jangan ke rumah."Setelah berkata begitu, barulah ia menghadapku dan menghentikan aktivitasnya memakan gehu."Kenapa?" Tanyanya dengan alis yang mulai meruncing."Gue mau pergi sama Max.""Kemana?""Rumah sakit.""Oh."Tidak hanya kata saja yang dingin, ia juga ternyata enyah dari hadapanku beserta mangkok bakso yang menjadi menu makan siangnya.Sejauh ini aku masih belum nengerti pada tingkah aneh mereka berdua. Maksudku Predi dan Abay.Disaat aku sedang fokus memikirkan apa yang menimpa Abay dan Predi, orang yang menurut Ina penyebab kebakaran ini terjadi datang. Ya, dia adalah Max.Tanpa izin lagi, dia duduk disampingku dengan membawa dua mangkok mie.Kini sem

  • Can I Call You BABY ?   Ada Apa

    "Wihh pake parfum banyak banget gitu." Ibu datang dan langsung mengkritik ku yang memang menggunakan parfum hampir setengah botol."Iya hehe." Aku tidak ada kata lain selain cengengsan."Yang pria kemarin itu siapa Ley?"Aku menghentikan aktivitas menata diriku dan mencoba mengingat siapa pria yang Ibu maksud."Ohh yang itu, Leyka ingat. Namanya Max bu, temen baru Leyka."Aku dan Max sudah berjanji tidak akan memberitahukan pasal hubungan palsu kami pada Ibu. Bukan apa-apa, aku takut Ibu tidak setuju kalau kami berbohong mengenai hubungan kami, sementara kalau aku mengatakan bahwa aku pacar nyata Max aku takut Ibu malah menyuruh Abay untuk menyelidiki Max lebih jauh karena kami belum saling mengenal dalam jangka waktu lama.Maka dari itu ada baiknya jika aku hanya diam saja dan mengatakan bahwa Max hanya sekedar berteman denganku. Tidak lebih dan mungkin tidak akan pernah lebih."Ohh. Anak nya sopan yah, Ibu suka."Prasangka ku

  • Can I Call You BABY ?   Max

    Pagi-pagi sekali Ibu sudah membangunkanku lebih pagi dari biasanya. Kulirik jam dinding dimana waktu masih menunjukan jam 7 pagi hari. Ini asalah hari sabtu atau tepatnya hari libur. Setelah selewai shalat shubuh tadi, aku kembali merebahkan diri diatas kasur dengan tubuh dirungkupi selimut tebal yang membantuku memberikan kehangatan."Ada apa sih, Bu?" Tanyaku dengan mata yang masih tertutup dan nyawa setengah sadar."Bangun dulu tuh ada temen nya."Bukannya bangun, aku semakin merapatkan tubuhku dan mempererat pelukanku pada guling kala mendengar nama 'teman' disebut. Teman mana pula yang datang sepagi ini di hari libur."Paling Abay kan? Suruh pulang aja bu, semalam Leyka gadang masih mau tidur.""Oh yaudah."Ibu pergi setelah gagal membangunkanku, selimut yang tadi sempat tersibak kembali kutarik untuk melingdungi diriku dari dinginnya udara pagi.Baru juga aku kembali terlelap dalam mimpi, suara Ibu sudah terdengar ny

  • Can I Call You BABY ?   Falling In Love

    "Lo kenapa sih Deb?"Abay menghentikan langkahku ketika kami hendak pergi ke kantin."Apanya yang kenapa?" Tanyaku dengan kening yang mulai mengerut."Kayak orang lagi banyak masalah tapi berusaha disembunyiin gitu."Aku menatap Abay tidak percaya, mataku bulat sempurna. Aku tidak menyangka bahwa Abay ternyata mengetahui wajah asli dibalik topeng yang sedang ku pakai ini.Aku salah, aku salah ketika aku berpikir bahwa berpura-pura bahagia itu ternyata mudah. Ternyata salah, salah besar dan itu sangat susah.Tidak perduli seberapa kencang aku tertawa, selebar apa aku tersenyum, sesibuk apa pekerjaan yang kulakukan masalah tetaplah masalah yang senantiasa muncul kapan saja dan dimana saja lalu sulit untuk disembunyikan begitu saja."Whoa ya enggak dong! Gak bisa bedain orang yang lagi bahagia sama orang yang lagi sedih?" Meski sudah ketahuan, aku masih berusaha untuk terus beralibi."Bisa. Bisa banget bedain orang yang senyumnya

  • Can I Call You BABY ?   Pretend That I Am Happy

    "Hallo guys."Impianku mendapatkan pria dan cinta yang kuinginkan tidak terwujud setidaknya aku tetap bahagia.Aku menghampiri Ina, Daffa, Abay yang saat ini sedang duduk di satu kursi di kantin sana."Heboh banget lu, pake guys guy segalanya." Tukas Ina, ia memang sewot kalau aku sewot."Woiya dong. Kalau orang lagi happy kan heboh."ujarku.Tanpa dipersilahkan, aku langsung duduk dengan begitu anggun dan mengibaskan rambut ku sehingga terbang ke belakang."Tuh rambut lu terbang, awas gak balik lagi." Ujar Daffa, sama nyinyirnya dengan Ina."Iya dong. Rambut gue terbang gara-gara hati gue terbang." Ujar ku sambil cengengesan dan tersenyum sangat lebar.Bagaimana? Langkah awal ku berpura-pura hebat kan? Orang mana yang saat ini tahu bahwa aku sedang sedih? Tidak ada kan?"Bu Susum, gehu 10, nasi goreng satu piring pake acar 3 kantong terus risol 10 sambal nya jangan lupa sesendok ya terus bakso 3!"Aku memesa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status