Aku merenung didalam kamar setelah meninggalkan Abay. Entah kenapa aku merasa aku mendadak jadi bodoh begini. Aku tahu dan sadar bahwa aku menyukai Abay. Tapi kenapa aku berkhianat pada hati kecilku ini. Aku menjauhi Abay, aku cuek dan jutek padanya padahal aku sendiri tidak tega melakukan semua itu.
Aku kembali bercermin. Menatap wajahku yang pucat pasi ini. Apa aku pantas menjadi pasangan seorang Esa Juniansyah? Pertanyaan itu kembali muncul di benak ku saat Abay sudah datang ke rumahku.
"Waalaikumsalam. Hati-hati ya nak."
Itu suara ibu. Pasti ibu berbicara dengan Abay, pasti Abay saat ini sudah pulang. Aku naik ke atas kasur lalu mendekap guling dan bantal dan menumpahkan segala kesedihanku.
Aku tidak kuat lagi dengan semua ini. Aku sakit, aku terluka. Aku sangat mencintainya, aku ingin memilikinya. Namun kenapa begitu berat bagiku. Kenapa aku tidak bisa melakukannya.
Kenapa Abay begitu sulit untuk aku raih? Tidak adakah sedikit pe
Kami menumpangi sebuah mobil Avanza hitam milik Predi. Aku tidak tahu apa pekerjaan Mang Ardi saat ini. Tapi yang jelas, keadaan ekonomi nya lebih baik dari pada keadaan ekonomi aku dan ibu."Kamu sekarang kelas berapa?" Tanya Predi padaku dalam keadaan fokus menyetir."Kelas 2 kak." Ujarku."Lha? Kok panggil kak sih?"Jujur aku sedikit bingung saat itu. Aku sudah lupa berapa usia Predi sekarang. Kalau dulu sih aku memang hanya memanggilnya nama saja. Tapi sekarang beda, ia sudah besar, begitupun aku. Aku takut Predi tersinggung kalau aku hanya memanggil namanya saja."Panggil nama aja." Ujarnya lagi."Emangnya usianya berapa kak? Eh Per maksudnya.""Beda tipis lah sama kamu. Menginjak 21 tahun bulan ini." Ujarnya lagi sambil tersenyum dan sesekali melirik ku.Usia Predi ternyata tidak jauh berbeda dari usiaku. Dia juga masih muda. Sepertinya Predi melanjutkan pendidikannya ke jenjang universitas yang belum kuketahui dima
"Silahkan masuk saja pak."Tap tap tapTerdengar suara langkah kaki seseorang memasuki kelas ku.Saat orang tersebut sudah masuk, semua murid terutama para siswi membelalakan mata seraya berkata "woaaah." Mereka takjub akan kedatangan guru baru itu.Rupanya tampan, wajahnya bercahaya, ototnya kekar. Dia adalah Anhar alias Predi.Apa hidup seorang rakyat jelata selalu banyak kejutan ya?Belum juga selesai dengan Tasya, sudah diberi kejutan baru yaitu Predi.Pak Budi memperkenalkan Predi sebagai guru baru disana.Sekarang aku mengerti kenapa Predi memasukan mobilnya ke parkiran, aku mengerti kenapa Predi ikut masuk ke dalam. Dan aku juga sudah mengerti maksud Predi yang memiliki tugas disini, di kota ini.Yang aku tidak tahu adalah, memangnya jurusan hukum bisa menjadi guru? Setahuku hal-hal yang berbau dengan jurusan hukum itu seperti hakim, jaksa dan masih banyak lagi lainnya akan tetapi bukan guru.
Aku menatap Predi tanpa berkedip sekalipun setelah ia mengatakan bahwa dirinya tahu dimana Abay. Kenapa Predi ini penuh rahasia dimataku. Selain tiba-tiba menjabat menjadi seorang guru di sekolahku, kini ia juga tahu keberadaan Abay yang seorang pun tidak tahu.Rasa takut dan curiga perlahan mulai menghampiriku. Entahlah, aku hanya merasa ada yang sedikit aneh dan berbeda dari Predi ini."Abay dimana? Bapak tahu dari mana?" Aku bertanya sambil berancang-ancang. Kuletakan tanganku di klop pembuka pintu. Kalau Predi tiba-tiba berubah menjadi vampire atau serigala aku bisa lebih mudah untuk keluar sebelum dia menggigitku."Kita sudah diluar sekolahan. Bisa berhenti panggil aku bapak?.""Baiklah. Dimana Abay?""Dirumah sakit." Ujarnya dingin.Dingin tapi mematikan, dingin tapi seperti ujung besi yang dilelehkan lalu ditusukan ke bagian perut ku hingga menembus dan mengeluarkan urine-urine yang ada didalamnya."Ma-maksudnya? Siapa ya
Semua jawaban kebingungan ku ada didalam ruangan dimana Abay dirawat. Setelah aku dan Predi menyusuri lorong rumah sakit yang menyengat dengan bau obat akhirnya kami sampai didepan pintu ruangan Abay dirawat.Aku menarik nafas panjang, menutup mata seraya membaca bismillah. Semoga saja Predi ini bukan serigala dan tisak ada bekasan cakaran di muka Abay dan Abay tidak akan berubah menjadi serigala yang terbakar oleh panasnya sinar matahari. Ah sudahlah, pikiranku sudah kacau kemana-mana."Abay?!"Aku main masuk saja membukakan pintu tanpa menunggu aba-aba dari Predi lagi.Aku membungkam mulutku dan hampir berteriak kala melihat kondisi Abay saat itu."Aaaaaa!" Bukan hampir, aku memang sudah berteriak.Disana, berbaring seseorang dengan kaki yang patah dan mata yang ditutup perban. YaAllah, apa yang telah Predi perbuat pada Abay? Satu lagi, selain kaki dan mata yang dibaluti perban, Abay juga botak.Aku tidak bisa menahan tangisanku, sa
Aku dan Predi masih membisu bahkan saat kami sudah keluar dari rumah sakit dan sudah sampai didalam mobil. Sesekali Predi sempat melirik ku, tapi aku bepura-pura tidak melihatnya saja. Aku masih belum bisa berdamai dengan hatiku yang panas ini. Perasaanku masih berkecamuk. Campuran antara rindu, marah, khawatir sekaligus kecewa.Dulu aku pernah berpikir bahwa aku akan baik-baik saja dengan cinta. Dulu aku berpikir bahwa hidupku akan selamanya bahagia dengan Abay meski kami saling tidak mengakui perasaan masing-masing.Tidak sampai dengan datangnya Tasya. Tasya seperti jin yang datang tiba-tiba kedalam hidupku dan menghancurkannya.Sekarang, perasaan ingin menjambak keras rambut Tasya mulai keluar.Kalau sudah seperti ini, hanya kata 'andai saja' yang mampu membuatku senang.Andai saja aku kayaAndai saja aku cantikAndai saja Abay ditakdirkan untuk kuAndai saja aku bisa bahagia bersamanya.Hush, sudahlah.A
Saat pagi sudah menyingsing dan Adzan shubuh sudah dikumandangkan, ibu sudah beres-beres rumah dan masak sepagi ini.Ibu sengaja beres-beres rumah lebih awal karena jika pekerjaan rumah sudah selesai ibu tinggal menungguku berangkat sekolah dan ia akan pergi ke rumah Abay.Semalaman aku berpikir keras apa reaksi Abay terhadap kedatangan ibu.Aku harap, Abay tidak mengacuhkan ibu sebagaimana dia mengacuhkanku. Aku berdo'a untuk kedewasaan Abay saat ini.Urusanku dengannya biarlah menjadi urusan kami berdua. Jangan sampai ibu tahu, jangan tambahkan lagi hati yang akan tersakiti.Aku keluar kamar dan melihat bagaimana senang dan antusiasnya ibu saat ia sedang bersiap-siap hendak pergi ke rumah Abay.Ibu tampak senang padahal ia adalah seorang pembantu yang kalau kata orang-orang pembantu adalah kerjaan rendahan yang dimana kerjanya mengikuti ujung jari telunjuk orang.Tapi bagi ibu dirinya lebih dari seorang pembantu. D
Aku dan Predi sudah sampai disekolah. Tidak ada obrolan lain lagi diantara kami. Yang terakhir adalah saat Predi mengatakan bahwa ia akan mulai memanggilku Debi mulai hari ini.Aku sedikit deg-degan dan gugup oleh karena hal tersebut. Bagaimana rasanya dipanggil Debi oleh orang lain. Pasti akan asing rasanya.Mobil Predi sudah terparkir ditempat yang sama saat kemarin dia parkir disini. Bedanya, didepan mobil Predi sudah terdapat mobil Abay. Mobil Abay yang biasanya dipakai untuk menjemputku.Kulirik arloji hitam yang merupakan pemberian Abay dihari ulang tahunku. Arlojiku itu menunjukan pukul 6:15. Bisa terbilang masih sangat pagi.Aku dan Predi memang sengaja datang pagi sekali karena ada yang harus Predi kerjakan selaku guru magang yang baru.Lalu ada apa dengan Abay? Dulu, kami paling pagi kesekolah jam 6:30. Tapi dia bahkan sudah mendahuluiku pagi ini."Mau diantar ke kelas gak?" Tanya Predi saat kami sudah turun dari mobil.
Setelah pertikaian ku dengan Abay selesai, aku memasuki kelas dengan langkah terhuyung dan muka yang murung bahkan lebih murung dibandingkan hari kemarin, hari saat Abay tidak ada dan sedang bersama Tasya."Abay kepergok lagi grepe sama Tasya yah Ley?"Itu Ina. Dia berdiri diambang pintu sambil memegangi kipas manual yang katanya dibeli di Jepang saat dia masih dalam kandungan. Pertanyaan dan perkataan Ina memang selalu nyelekit.Aku menggeleng pelan tanda menyangkal bahwa yang Ina katakan tidak lah benar."Terus?"Sepertinya Ina kepo alias ingin tahu soal urusan Abay ini. Aku mulai memutar otak ingin mencari alasan yang bagus untuk diberikan kepada Ina. Aku tidak mau Ina mengetahui kejadian aslinya karena itu menyangkut Predi. Predi masih baru disekolah ini, jangan sampai dia kena hukuman akibat skandal yang beredar."Kepo lo!" Ujar seseorang yang berada dibelakangku.Aku menarik nafas lega karena tidak jadi harus berboho