"Hadeh ... capek banget kerja seharian!" seru Chandra membantingkan tubuhnya di atas ranjang tepat disamping Ayana yang tengah asik membaca buku dengan setengah berbaring.
"Pijitin dong," pinta Chandra tanpa teding eling, kepalanya ia letakan pada kaki Ayana yang tengah asik selonjoran.
Ayana nampak menurut, diletakannya buku di atas nakas.
"Wani piro toh Mas?" canda Ayana mulai memijit kening Candra dengan lembut.
Candra tersenyum, di gengamnya tangan kanan Ayana bahkan beberapa kali ia menciumi punggung tangan Ayana tersebut penuh kasih sayang.
Ayana terdiam, memperhatikan tingkah Candra yang begitu romantis padanya akhir-akhir ini.
"Tanpa kamu minta pun, Mas akan dengan senang hati memberikan semuanya padamu" gombalnya mencubit pipi Ayana gemas.
Ayana meringis, bergidik ngeri dengan apa yang Candra lakukan padanya.
"Apaan sih Mas, geli tau" protes Ayana.
Candra tertawa, menenggelamkan kepalanya pada perut Ayana
"Mas, aku keluar sebentar ya. Ada urusan kampus!" teriak Ayana sembari berlari keluar. Diambilnya sepatu dari rak sepatu yang terpajang diluar.Candra yang mendengar teriakan Ayana segera bergegas menghampiri, masakannya yang belum matang sempurna."Urusan apa dikampus?" tanya Candra saat dirinya menghampiri Ayana yang begitu terburu-buru."Rapat BEM, ini dadakan banget. Nanti kalau aku telat pulang, kamu kunci aja. Lagian aku bawa kunci serep kok," jawab Ayana yang terlihat panik.Candra berdecak, kedua tangannya berkacak pinggang. "Jam 10 malam harus sudah ada dirumah!""InsyaAllah, gue gak tau bakalan sampe jam berapa. Dahlah, gue berangkat ya" pamit Ayana s
Berbeda dengan Ayana dan Candra yang menikmati tidurnya dengan penuh bahagia, Tika justru tidak bisa terlelap dari tidurnya. Ia semakin dirundung kegelisahan saat mengingat perkataan Marten yang telah mengantarnya pulang tadi."Gue benci sama lo Tik, tapi gue gak bisa nyakitin lo"Tika gak paham dengan kebencian Marten padanya akhir-akhir ini, bahkan sebelum dirinya terlibat perang dingin dengan Ayana, Marten bahkan lebih dulu membencinya."Ten, gue mohon lu jangan hadir lagi di otak gue. Gue pengen tidur ..." sebal Tika dengan menggigit kuat bantal guling kesayangannya.Kini matanya menatap dinding kamar dengan kekosongan, perkataan Marten yang terus terngiang membuat ia berpikir keras.
"Sayang ..."Ayana tak menggubris panggilan lembut suaminya itu, ia tetap fokus dengan materi yang akan ia presentasikan nanti siang.Candra mendengus, ia beranjak dari meja makan dan duduk disamping Ayana dengan kepo."Fokus banget sih," sindir Candra menyenggol bahu Ayana.Hening, Ayana tak menggubris sindiran Candra."Yang, ih" dengan manjanya Candra merengek, merebut laptop yang tengah Ayana pakai.Ayana tersentak saat laptop tersebut Candra matikan, dan ditaruhnya laptop itu dibawah meja."Eh buset, lu tuh ngapain ganggu gue?" Protes Ayana. Candra membekap mulut Ayana dengan tangannya, kepalanya mulai ia rebahkan dipangkuan Ayana.Ayana terdiam, membiarkan Candra untuk tertidur dipangkuannya sejenak.Kedua manik matanya saling beradu pandang, membuat lengkungan senyum tercetak indah dibibir Candra."Apaan sih kamu, manja!"Candra menyemburkan tawa, ditariknya hidung Ayana dengan gemas."Ish, sakit
Tika berjalan cepat keluar dari cafe, sesekali ia menghembuskan nafas kasar, menahan air mata serta sesak didada. Niat hati ingin melegakan pikiran malah menambah beban pesakitan.Sungguh kesedihan yang Tika rasakan selalu saja tak berkesudahan, seakan alam mengutuknya untuk menjadi tokoh paling menyedihkan didunia ini.Leo yang baru saja hendak berjalan memasuki cafe begitu terkaget melihat Tika yang keluar dengan raut wajah yang tidak baik-baik saja.Segera ia berlari menghampiri dengan khawatir, "Tik, lo kenapa?" tanya Leo cemas.Tika mendongak, ditatapnya Leo dengan mata sendu. Kemudian ia menggeleng sebagai jawaban."Apa ini ulah Marten?" tanya Leo dengan
Malam ini setelah aktivitas Ayana dan Candra selesai, keduanya memutuskan untuk pergi kerumah Candra. Menjenguk sang ibu yang katanya begitu rindu dengan anak mantunya. Jadi mau gak mau Ayana dan Candra harus menyempatkan waktu mengunjunginya."Nanti kalau ibu tanya tentang kita, kamu diam aja biar aku yang jawab" pesan Candra saat Ayana memasuki mobil.Ayana mengangguk, memakaikan seat beltnya sebelum mobil yang ditumpangi segera berjalan."Terus kalau ibu tanya masalah cucu, kamu jawab kita masih usaha aja. Jangan buat dia kecewa," Candra kembali lagi berpesan dengan menyalakan mesin mobilnya bersiap untuk berangkat menuju rumahnya."Kenapa, kok diam dari tadi?" Candra menoleh pada Ayana sebentar ketika semua pesa
Benar dugaan Candra, mood Ayana rusak sedari supermarket tadi. Lebih tepatnya ketika obrolan dimobil tadi. Sejak kedatangannya kerumah orang tua Candra sampai mereka memutuskan untuk bermalam disana. Ayana tak sedikit pun mengeluarkan suara saat dengannya berbeda dengan ayah dan ibunya tadi, Ayana begitu akrab dengan mereka."Oh shit! Dia mungkin cemburu dengan masalalu ku," ucap Candra sendu dari balik pintu kamar."Terus aku harus gimana? Masalah hatikan tidak bisa dipaksakan," gumamnya tanpa sadar memukul tembok dengan keras.Kini Candra berpikir keras, bagaimana ia bisa mengembalikan mood baik Ayana. Tiba-tiba saja ia teringat sesuatu, ibunya! Ya, hanya dia yang bisa membantunya saat ini.Candra bergegas mencari
Hampir semua mahasiswa/i sepagi ini mengerubungi mading kampus dengan syoknya. Sebuah Artikel mengejutkan lengkap dengan foto-foto tak baik terpajang disana.Ayana dan Bisma yang baru saja memasuki area kampus nampak kebingungan saat semua orang menatapnya dengan tatapan jijik."AYA," di depan sana nampak Asep berteriak, raut wajahnya menggambarkan raut kemarahan disana.Alis ayana terangkat tinggi, seolah bertanya "kenapa?""Ikut gue," tegas Asep menarik paksa Ayana untuk mengikuti langkahnya.Ayana terkesiap, tubuhnya seakan terseret oleh tenaga Asep yang begitu kuat kali ini. Tak biasanya."Apaan sih lo
"AYAH!"Teriakan Adinda mampu mengagetkan seisi rumah."AYAH!" teriaknya lagi dengan menuruni anak tangga, ponsel yang ia genggam pun bahkan di angkat ke udara seakan ada hal penting yang ingin ia tunjukan pada ayahnya.Herlan yang baru saja sampai dirumah, menautkan kedua alisnya terheran-heran melihat putri pertamanya berlari dengan raut wajah senang."Kenapa?" tanya Herlan, kedua tangannya bersedekap dada.Adinda menghampiri sang ayah dengan memberikan ponsel ditangannya."Lihat, apakah dia masih pantas disebut sebagai putri kesayanganmu?" tanya Adinda manja.