Share

Pengkuan

Dengan setelan serba hitam, Marteen termenung menatap gundukan tanah merah yang masih basah itu, matanya tak henti-hentinya meneteskan cairan bening

di pipi tirusnya. Tangannya bahkan memeluk erat batu nisan yang terpasang rapi di atas gundukan tanah tersebut.

"Mah, kenapa harus secepat ini? Bahkan Marteen belum sempat loh buat mamah bangga" batinnya berteriak, penyesalan demi penyesalan datang beruntun memenuhi kepalanya.

"Marteen, cucuku. Bangun nak, ikhlaskan kepergian ibumu. Biarkan dia beristirahat dengan tenang, bukan hanya kamu yang kehilangan tapi oma sama oppa juga. Kami kehilangan anak semata wayang kami saat ini, bangkitna"

Pilu, begitu pilunya nenek Marteen berkata. Bahkan semua sahabat Marteen yang masih setia menunggunya kini ikut menangis menyaksikannya, tak terkecuali Tika. Ia bahkan seperti begitu amat merasakan kesedihan yang tengah Marteen rasakan, ikatan batin keduanya bahkan seolah terikat kuat. Perih, amat perih sekali rasanya. Apa ini yang tengah Mart
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status