Home / Romansa / Candu Cinta Dokter Muda / 37. Perlindungan Setiap Waktu (The Past)

Share

37. Perlindungan Setiap Waktu (The Past)

Author: Sayap Ikarus
last update Last Updated: 2025-04-09 23:27:49

Rai-Gendhis, 13 tahun yang lalu ....

"Seminggu ini, kamu nggak dateng buat cek urusan bar," gumam Gendhis sambil mengisap rokok di antara jemarinya, ia embuskan asapnya perlahan, bak profesional.

"Lagi sibuk," balas Rai. Ia buka kancing paling atas baju seragamnya, mendekat pada Gendhis dan meminta bara api dari rokok milik Gendhis untuk menyulut rokoknya sendiri. "Ada yang nyakitin kamu pas kerja?" tanyanya serius.

Gendhis menggeleng, "Aku udah biasa sama kelakuan pelanggan. Makasih ke kamu karena aku cuma diplot buat nemenin minum dan bersih-bersih," tuturnya.

"Kalau ada apa-apa dan aku pas nggak di sana, kamu bilang aja ke Daniel, dia udah kuminta buat ngawasin kamu."

"Aku nggak akan kabur, Rai-san," ucap Gendhis sudah mulai fasih memanggil Rai dengan sebutan familiarnya di bar.

"Bukan karena aku takut kamu kabur," Rai sengaja mengembus asap rokoknya di depan wajah Gendhis.

"Iya aku tau, kamu udah janji bakalan ngasih jaminan perlindungan buat aku," desis Gendhis tak bis
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Candu Cinta Dokter Muda   38. Kesakitan Kesekian Kali

    "Kita langsung ke hotel," ucap Doni, asisten Mario yang disiagakan untuk menangani urusan pribadi sang ketua umum partai. "Tinggalin barang-barang kamu di dalam tas itu!" perintahnya. "Kenapa musti ditinggal, Bang? Biasanya nggak kayak gini," desis Gendhis enggan. Benar dugaannya, VVIP anonim yang memesan jasanya hingga memboyongnya ke Batam adalah sang politisi muda."Lagi musim kampanye, kita nggak boleh lengah," sambar Doni. "Barang gue nggak berbahaya kali, Bang.""Ini perintah Bos, nggak usah ngebantah atau akibatnya bakalan lo tanggung sendiri. Mau begitu?" Gendhis menghela napas lelah. Mario memang cenderung kasar, suka memukul, tapi terhadap Gendhis, Mario tidak bisa tinggal jauh. Ia memanipulasi hidup Gendhis dengan terus memberi kucuran dana operasional rumah bordil Wida, juga memberi perlindungan agar rumah bordil itu tidak tersentuh penegak hukum."Bos udah nunggu di hotel?" tanya Gendhis saat Doni memarkir mobil di depan lobi hotel. "Lo liat aja di kamar udah ada apa

    Last Updated : 2025-04-10
  • Candu Cinta Dokter Muda   39. Jangan Pergi

    "Udah ketemu, kami baru aja turun dari pesawat," lapor Ardi pada suara di seberang, si penelepon dalam ponselnya. Gendhis terdiam, ia tak bicara apapun. Bahkan, saat Ardi mendobrak masuk ke dalam kamar hotel yang disewa Mario, hanya air mata yang Gendhis beri sebagai bentuk aduan. Penampilannya berantakan, ia dipaksa melayani saat belum siap dengan segala tuntutan gila Mario dan gaya yang di luar nalar. Saat Ardi tiba, Mario sudah pergi, sengaja meninggalkan Gendhis dalam keadaan terguncang. "Aniki minta gue bawa lo ke dia. Bisa?" tanya Ardi tepat saat sebuah mobil milik keluarga besar Takahashi terparkir di depannya. Gendhis mengangguk. Ia sudah tidak bisa berpikir jernih, ia ingin lari, memeluk Rai saat itu juga. Semua ketakutan yang sudah tak bisa diatasinya ini hanya memiliki satu tempat untuk sembuh, seorang Rai. Dipapah Ardi, Gendhis yang sengaja menggunakan jaket dan topi untuk menutupi luka-luka di tubuhnya masuk ke dalam mobil. Bahkan, selama perjalanan panjang dari b

    Last Updated : 2025-04-10
  • Candu Cinta Dokter Muda   40. Selama Yang Kau Mau

    Setelah tenang, tubuhnya selesai diberi pengobatan, Gendhis menolak untuk makan dan memilih kembali beristirahat. Rai tidak memaksa, ia biarkan Gendhis menikmati waktu santainya, tanpa gangguan. "Dia disiksa secara fisik, dipaksa ngelayanin," lapor Ardi pada Rai yang baru saja turun dari kamarnya. "Nggak ada orang pas lo nemuin dia?" gumam Rai seraya meneguk air putihnya bernafsu. Ardi menggeleng, "Dia udah ditinggalin sendiri, gue yang nemuin aja rasanya pengin marah, sialan," desisnya. "Menurut lo, Gendhis begini, disiksa kayak gini, nggak mungkin baru kali ini kan?" "Gue cari tau lengkapnya, sekaligus buktinya," ucap Ardi. "Cepet ya Bang, gue nggak mau Gendhis kelamaan disiksa sama bajingan itu," pinta Rai penuh dendam. "Lo harus lebih hati-hati sama orang ini, Christ. Terutama jas snelli lo itu," pesan Ardi seraya beranjak. "Tuh, nggak jadi tidur dia," ucapnya mengedikkan dagu ke arah tangga. Di sana ada Gendhis yang tengah berdiri linglung. Cepat-cepat Rai

    Last Updated : 2025-04-11
  • Candu Cinta Dokter Muda   41. Hati Gendhis dan Ketakutannya

    Gendhis menatap jauh ke rerimbunan pohon tabebuya di taman belakang rumah Rai, pohon itu belum berbunga, tapi teduhnya menyamankan mata. Ia tarik napas dalam-dalam, sudah dua hari Gendhis mengasingkan diri di rumah sang cinta pertama, menyembuhkan kesakitannya. Sementara Rai justru tak pulang ke rumah karena pekerjaannya yang menuntut kesiapsiagaan kapanpun ada kedaruratan. "Christ bilang mau pulang kapan?" Sebuah suara membuat lamunan Gendhis buyar, ia menoleh kaget. Ada sosok perempuan sangat cantik dengan tubuh berhias beberapa tato, berdiri di belakang tempat duduknya. Perempuan ini tersenyum, aura mahalnya langsung keluar. "Aku Ann, kamu pasti kaget," kata pemilik suara, ibu tiri Rai yang luar biasa. "Ah," buru-buru Gendhis berdiri, tapi Ann menahan bahunya. "No, nggak usah bingung, tetep duduk aja di situ, kamu masih dalam proses penyembuhan," larang Ann. "Rai sudah dua hari nggak pulang, ehm....""Ane-san," sambar Ann saat menyadari kebingungan Gendhis, bagaimana harus me

    Last Updated : 2025-04-11
  • Candu Cinta Dokter Muda   42. Bagaimana Posisiku?

    "Kamu nggak perlu ngomong ke aku seharusnya," kata Gendhis berusaha tegar. Menjadi simpanan dengan melibatkan hati sudah tentu banyak menguras perasaan. "Tapi aku ngerasa perlu, kamu tau alasanku kenapa begitu," tandas Rai. Sebisa mungkin, Gendhis berusaha mencipta senyum di wajahnya. Ia harus lebih tegas dari Rai agar bisa menjadi kekuatannya. Meski sebenarnya, ada rasa nyeri yang harus ia tahan sendiri, tapi menunjukkannya di depan Rai tentu akan memperparah situasi. "Iya, oke," ujar Gendhis kemudian. "Rai, apa Kiara tau soal aku?" tanyanya hati-hati. Lama tak ada jawaban dari Rai. Sebaliknya di pihak Rai pun, ia bimbang harus menjawab bagaimana. Kiara tahu betul soal Gendhis, bagaimana latar belakang sosial cinta pertamanya itu. Yang Kiara belum ketahui adalah posisi Gendhis saat ini, di mana Gendhis tinggal dan ditampung dengan sangat terbuka oleh Rai. "Tau," ucap Rai lirih. "Kamu pernah di rawat di rumah sakit tempat kami praktik kan.""Maksudku, dia tau gimana hubungan kita

    Last Updated : 2025-04-12
  • Candu Cinta Dokter Muda   43. Babak Belur Hidupmu

    "Sini," Rai memilih berbaring di ranjang, meminta Gendhis ikut tidur di sebelahnya."Kamu bukannya mau mandi?" gumam Gendhis heran, tapi ia ikut juga berbaring. "Bentar, masih kerasa gerah," balas Rai. "Nanti sekalian kalau udah mau malem," tambahnya."Ane-san masih di bawah?" "Masih kayaknya. Dia nunggu Ben, kami berangkat bareng nanti malem," cerita Rai. "Artinya kamu bakalan tetep berangkat ya," lirih Gendhis tersendat. "Aku bikinin kamu minum dulu," ujarnya siap melarikan diri tapi Rai menahan lengannya. "Di sini dulu," pinta Rai. "Aku tetep pergi bukan karena nggak menghormati permintaan kamu, tapi aku nurutin perintah Ketua, Ben dan juga Ane-san. Mereka ada di pihak kita, jadi sepengetahuanku, ini nggak bakal merugikan. Ada Mami Eris nanti, keluarga kandungku juga. Ben adalah tipe orang yang penuh kejutan, kita liat apa yang bakalan dia lakuin buat kita nantinya," ceritanya meyakinkan Gendhis. "Aku sadar posisiku, tadi aku minta kamu nggak pergi bukan apa-apa, spontanitas a

    Last Updated : 2025-04-12
  • Candu Cinta Dokter Muda   44. Pemilik Hati

    Selesai dirawat dan diobati oleh Rai, Gendhis tertidur pulas hingga hampir malam. Saat ia bangun, Rai sudah tidak ada di rumah, hanya meninggalkan pesan melalui chat WA bahwa ia berangkat untuk acara dinner. Tidak dapat Gendhis pungkiri, ia tak rela Rai hanyut dalam acara semi resmi dua keluarga besar itu. Namun, ia harus menekan rasa egoisnya demi kebaikan bersama. Menjelang tengah malam, Rai baru pulang. Ia datang sendirian, Ann dan Ben tidak ikut kembali bersamanya. Khawatir dengan kondisi Gendhis, Rai langsung menuju kamarnya. Namun, Gendhis tidak ada di sana, membuatnya sedikit khawatir. "Kenapa, Rai?" tegur Gendhis tepat saat Rai keluar dari pintu kamar. "Dari mana?" tanya Rai tak bisa menyembunyikan wajah paniknya. Senyum Gendhis terkembang, "Aku nggak akan kabur," katanya menahan tawa. "Aku laper, jadi rada nggak fokus, bukan takut kamu kabur," elak Rai gengsi."Bukannya abis dinner? Gimana sih.""Aku nggak makan banyak, masih ada makanan apa?" Rai menghindar, ia beranjak

    Last Updated : 2025-04-12
  • Candu Cinta Dokter Muda   45. Daerah Teritorial

    "Selamat pagi!" sapa Gendhis saat turun dari kamar ke ruang makan dan Rai sudah duduk menikmati secangkir teh melatinya. "Pagi!" senyum Rai terkembang. "Tidurku nyenyak banget, dan nyeri di bawah sana udah nggak terlalu kerasa," sebut Gendhis senang. "Sarapan dulu," tawar Rai. "Kamu yang masak?" "Menurutmu siapa lagi?" Gendhis manggut-manggut, "Calon ketua perkumpulan harus bisa apa aja ya," pujinya. "Itu tuntutan basic skill yang kudu dikuasai semua calon," terang Rai. "Kalau masak jadi basic skill, yang expert skill-nya apaan?"Rai menyeringai, "Kamu nggak mau tau, Ndhis," ucapnya misterius. Gendhis mencembikkan bibirnya, lantas mengambil nasi goreng dan ayam bumbu mentega hasil karya Rai. Sebelum menyuap makanannya, Gendhis sengaja melirik pada sang cinta pertama. Rai tampak mengenakan setelan yang cukup santai hari ini, tanpa kemeja hitam andalannya. "Kamu nggak ada praktik di poli hari ini?" tanya Gendhis. Rai menggeleng, "Nanti sore cuma satu rumah sakit aja," tuturny

    Last Updated : 2025-04-13

Latest chapter

  • Candu Cinta Dokter Muda   98. Jangan Goyah

    "Aku nggak akan dateng, biar verstek, jadi cepet prosesnya," ucap Gendhis saat Rai mengingatkannya perihal sidang pertama perceraian mereka. "Dan aku pindah dari rumah hari ini," tambahnya membuat Rai yang tengah mengunyah sarapan, menghentikan aktivitasnya. "Nggak ada tuntutan, nggak hadir mediasi, rela pake alasan perselingkuhan dan jadi pihak bersalah, Ben pasti bakalan membunuhku karena bikin kamu ada di posisi itu," gumam Rai menghela napas panjang. "Kamu mau prosesnya berbelit-belit? Biar lama? Mau aku bikin tuntutan balik biar para tetua tau masalah ini?" desis Gendhis muak. "Enggak, makasih," ucap Rai kalah. Gendhis tak bicara lagi, ia memilih untuk membereskan bantal sofa yang berantakan. Diabaikannya Rai yang lanjut menyantap sarapan sendirian. "Kamu nggak sarapan?" tanya Rai, membuka lagi percakapan. "Aku udah goreng telur tadi," jawab Gendhis. "Aku mau mandi dulu, nanti kalau Danisha dateng, tolong suruh tunggu," pintanya. "Kuanter aja ke sana," ucap Rai segera berd

  • Candu Cinta Dokter Muda   97. Sudah Selesai

    "Apa reaksi Ben pas tau berkas kami udah masuk ke Pengadilan?" tanya Gendhis pada Ann yang datang mampir di malam harinya. Ia sengaja mengambil cuti dua hari kerja hingga besok pada Danisha. "Tanpa reaksi. Ben kalau udah muak sama kelakuan Christ bakalan kayak gini, Ndhis. Nggak mau tau dia," balas Ann. "Aku minta maaf untuk udah segampang ini nyerah, Ane-san," ucap Gendhis sambil menyesap rokoknya dalam-dalam. "Mempertahankan rumah tangga kami yang dari awal emang udah nggak sehat ternyata ngehancurin aku banget. Aku nggak mau masalah ini sampe kedengeran sama para tetua dan Rai makin dibuat susah. Ambisi Rai buat mewarisi tahta Ben udah nggak terbendung, bahkan di kekosongan memorinya, ambisi itu tetep kuat banget, ngalahin besar perasaannya ke aku," desisnya pasrah. "Ben tau kamu bakalan bersikap begini, makanya dia ngumpulin orang-orang kita. Kemarahan Ben yang nggak bisa asal ngehukum Christ akhirnya terlampiaskan pas mereka duel kemarin. Kamu jangan merasa bersalah karena Chr

  • Candu Cinta Dokter Muda   96. Sudah Sejak Lama

    Rai-Gendhis, momen pertama kali, 13 tahun lalu ...."Aniki," Gendhis duduk mendekat pada Rai, tak tega juga melihat Rai sudah kepayahan karena terlalu banyak menenggak bourbon-nya. "Udah ya, kamu udah kepayahan, Rai," pintanya lembut. Mendengar suara Gendhis, Rai menaikkan pandangannya. Senyum tampannya terbit, tangannya terulur dan dengan berani mengusap pipi Gendhis."Kamu kerja?" tanya Rai masih dengan senyuman khasnya yang menggoda iman. Gendhis mengangguk lemah, "Aku diminta Kak Dini buat ke sini nemenin kamu. Ayok, sopir kamu udah nunggu, kuanter kamu ke hotel. Kata Kak Dini kamu biasa pulang ke hotel," jelasnya. Rai manggut-manggut, cara duduknya sudah sempoyongan. Ia amati lagi wajah Gendhis yang mulai menarik lengannya, membawa ia untuk dipapah keluar dari ruangan. Disambut Axel yang adalah petugas keamanan bar, Rai dibimbing menuju mobil. "Lo pastiin Aniki sampe di hotel dengan selamat. Bos Arino pesen buat jangan ngebiarin Aniki pergi ke manapun selain pulang ke hotel,"

  • Candu Cinta Dokter Muda   95. Untuk Sebentar Saja

    "Apa pilihannya cuma menikahi Kiara?" tanya Gendhis setelah selesai mengatur napasnya yang terengah. Masih sama-sama belum berpakaian lengkap, Rai dan Gendhis membungkus tubuh di dalam selimut yang sama. Perasaan cinta yang semula terbina manis dan diperjuangkan sekuat tenaga, kini hampir menguap tak bersisa karena hilangnya kenangan di kepala Rai atas istrinya. Namun, hati Rai sepertinya tahu bahwa Gendhis adalah perempuan yang dipilihnya, bukan penjebak seperti yang ia tuduhkan selama ini. "Pengaruh keluarga Kiara di bisnis keluarga Takahashi cukup gede, iya, harus menikahi Kiara," balas Rai dengan nada suara datar. "Aku bakalan membayarmu atas jasa tidur bersama ini, berapa yang kamu minta?" "Jadi, sekarang aku bakalan jadi pelacur profesionalmu? Kamu nggak ngerasa kujebak lagi?" lirih Gendhis tertawa pias. "Aku susah-payah melepasmu, Rai. Tapi aku nggak berdaya kamu jamah begini," desisnya. "Tubuhku menginginkanmu," ungkap Rai jujur. "Otakku yang nggak punya empati buat kamu,

  • Candu Cinta Dokter Muda   94. Menanam Saham

    Merasa bahwa ini adalah saat terakhir yang mungkin bisa dilaluinya bersama Rai, Gendhis menyambut pancingan sang suami. Ia tahan rahang Rai, dibalasnya kecupan singkat itu dengan pagutan lembut yang menuntut dituntaskan. Meski sempat terkejut dengan pergerakan berani Gendhis, Rai tak menolak pagutan istrinya itu. Diubahnya posisi duduk Gendhis masih dalam posisi memagut, duduk nyaman di pangkuannya mengapit dengan paha. "Setelah ini, kita mungkin nggak akan ketemu lagi," bisik Gendhis saat berhenti mengambil napas. "Kalau kepalamu ini inget sama kita suatu saat, tolong jangan mencariku," desisnya.Rai menatap Gendhis bingung, tapi ia mengangguk dengan patuh. Seakan sudah terbawa suasana dan pantang baginya untuk mundur. Disasarnya lagi bibir Gendhis, mereka saling mengecap manis rasa satu sama lain, menambah berat kenyataan bahwa perpisahan akan segera terjadi. "Kamu mau tau gimana cara kerja pelacur?" lirih Gendhis sengaja menggigit telinga Rai pelan. "Aku tunjukin cara kerja pelac

  • Candu Cinta Dokter Muda   93. Semoga Bahagia

    Setelah Rai berucap mengenai perpisahan mereka, Gendhis memilih kembali ke kamarnya. Ia tak mau terlibat banyak pada Rai, takut ia tak kuasa melepaskan apa yang menjadi bebannya selama ini. "Sarapan dulu," sambut Rai saat Gendhis keluar dari dalam kamar keesokan paginya."Kamu masak?" tanya Gendhis takjub. Rai mengangguk, "Nggak bisa tidur dari jam 3 tadi, makanya cari kegiatan.""Badan kamu nggak pa-pa? Kamu abis kena sabet pedang dari Ben ya Rai!" "Udah diobatin Ann, nggak masalah," kata Rai santai. Gendhis manggut-manggut. Ia menarik salah satu kursi makan di seberang Rai, lantas duduk menghadapi meja penuh makanan itu. Hatinya tiba-tiba terenyuh, mungkin saja Rai sengaja memasak untuknya karena hari ini adalah hari di mana perceraian mereka akan didaftarkan."Unagi kabayaki," sebut Rai saat Gendhis mengamati masakannya. "Belut?" tebak Gendhis mengernyitkan dahinya. "Anggeplah begitu," jawab Rai. "Kalau mau yang familiar ada ayam teriyaki," tambahnya."Kapan beli bahan makana

  • Candu Cinta Dokter Muda   92. Sekuat Keinginan Berpisah

    Rai menepis lengan Gendhis yang memeluknya, "Nggak usah ikut campur," katanya. "Kamu udah begini, nggak usah gengsi kenapa?" sengal Gendhis kesal. "Ben minta sampe habis nafasku," balas Rai. Perlahan ia menegakkan punggungnya, menantang Ben lagi."Apa sebegitu besar keinginan kamu menceraikanku, Rai?" ucap Gendhis menggigit bibir bawahnya menahan tangis yang siap tumpah lebih banyak. "Sampe kamu ngerasa harus ngalahin Ben juga?" bisiknya tersendat, hancur sudah hatinya. Rai menoleh Gendhis setelah mendengar ucapan pilu istrinya. Ia tertegun beberapa saat, darah di tulang selangkanya tak henti mengalir, melewati liat otot 'abs' di perutnya. Jika boleh jujur, Rai terbentur antara mempertahankan egonya atau menjaga hati Gendhis. Harus ia akui, setelah bercinta semalam dengan Gendhis, hatinya tergerak untuk sedikit mempertimbangkan keputusannya bercerai. Namun, bukankah sumber dari kesakitannya saat ini adalah Gendhis? Istrinya itu yang membuat Ben harus menyelenggarakan pertemuan mend

  • Candu Cinta Dokter Muda   91. Tentang Kehormatan Keluarga

    "Nggak perlu," ucap Rai membuat Gendhis yang sudah hampir berdiri mengurungkan niatnya. "Ini masalahku, kehormatanku, biar kubela sampe akhir! Nggak perlu ikut campur," desisnya teguh pendirian. "Tapi kamu bisa luka lebih parah dari ini, Rai," desis Gendhis, ia takut Rai terluka tentu saja. "Aku nggak akan mati di tangan Ben, nggak usah lebai," dumal Rai kesal. Jika boleh jujur, ia kecewa pada Gendhis yang membuatnya harus melalui ini. Seandainya niatan mereka bercerai tidak sampai ke telinga Ben, pertemuam seperti ini tentu saja tidak perlu terjadi. "Ayo!" seru Bastian sudah menghunus pedangnya tepat di depan wajah Rai. "Ahli pedang lebih milih buat motong perutnya ketimbang kehilangan kehormatan," tantangnya memprovokasi.Tak menjawab Bastian, Rai langsung berdiri, ia tangkis hunusan pedang dari pamannya itu dengan katana miliknya. Mereka bertemu lagi di tengah aula, saling lempar pandang serius. "Baru sembuh dari lukamu bukan berarti otakmu juga boleh berlaku pengecut, Christ!"

  • Candu Cinta Dokter Muda   90. Melawan Keputusan Sendiri

    "Ada apaan ini Kak?" tanya Gendhis panik, ia cengkeram kuat pergelangan tangan Danisha yang mendekatinya. "Ben marah banget pas denger soal Christ mau nyeraiin kamu," balas Danisha. "Makanya dia sengaja ngumpulin orang kita yang terlibat di acara pernikahan kalian buat ngasih pelajaran sama si bangsat itu!" tambahnya. "Tapi pedang yang dipake beneran kan, Kak? Kalau Rai kenapa-napa gimana? Dia belom sembuh dari sakitnya lho Kak," ucap Gendhis khawatir. "Christ biasa terluka pas latihan, kamu nggak perlu panik. Tenang ya.""Nggak bisa Kak, dia bakalan ngehadapin tiga lawan sekaligus lho.""Benji sama Ben punya teknik main pedang yang beda. Hitung-hitung latihan. Kalau Bas, kamu tahu sendiri dia cuma punya satu tangan, harusnya bukan lawan yang berat buat Christ," ucap Danisha tenang sekali. "Ann," sambut Gendhis pada Ann yang mendekat. "Kalau dia kenapa-napa gimana?" tanyanya."Nggak pa-pa. Kalau dia luka, nanti diobatin," balas Ann setenang Danisha.Tak lagi bisa berbuat apa-apa,

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status