Share

4. Sama Rindunya

Author: Sayap Ikarus
last update Last Updated: 2025-03-25 13:38:59

"Ada tindakan medis yang perlu saya lakukan?" tanya Rai seraya berdiri dari kursinya.

Gendhis tertegun, ia amati Rai yang sibuk memberesi beberapa barangnya, pun juga mengganti masker di wajahnya dengan yang baru.

Untuk sepersekian detik, Gendhis terhenyak. Pria di hadapannya ini benar-benar Rai-nya 13 tahun lalu, cinta pertamanya.

"Terima kasih sudah mendonorkan darah untuk saya," sebut Gendhis terbata, berubah dalam mode formal yang canggung. "Juga, terima kasih sudah menyelamatkan nyawa saya.”

"Sudah kewajiban saya," balas Rai singkat. "Suster Tiwi akan mengantar Mbak kembali ke kamar rawat," ucapnya sembari memberi kode pada perempuan di pintu, perawat yang dimaksud.

"Gendhis Kemuning Btari, nama saya," ujar Gendhis. "Barangkali Dokter lupa," tandasnya menusuk.

Kini giliran Rai yang mematung, gerakannya yang sudah siap menenteng tas, terhenti. Tatapan matanya berubah, menusuk pada sang pasien yang masih berusaha menahan tangis di kursi rodanya itu.

Lelaki itu memberikan kode pada Suster Tiwi, "Tiga menit ya, Sus."

Seolah paham permintaan sang dokter, Suster Tiwi segera mengangguk dan keluar ruangan. Tersisa hanya Gendhis dan Rai saja, saling menatap tanpa suara.

"Apa karena saya dibawa dari rumah bordil, karena saya sekarang pelacur, jadi Dokter Christ ini lupa?" serang Gendhis tak tahan.

Rai menggeleng, "Saya nggak paham maksud Mbak. Silakan tanyakan yang berhubungan dengan kondisi kesehatan Mbak Gendhis," elaknya.

"Kamu jijik karena tau sekarang aku jadi pelacur? Pelacur yang bahkan hampir mati karena hamil di luar kandungan?"

"Jangan ngelantur."

"Aku nggak ngelantur," emosi Gendhis meluap. Rasa rindu, putus asa, sakit, kecewa yang ditahannya bertahun-tahun lamanya, seakan siap meledak saat itu juga.

Dengan mata yang berembun, juga napas yang memburu, Gendhis kembali menegaskan, "Kalau aku tau ada kamu di sini, aku juga nggak akan mau dibawa ke IGD rumah sakit ini!"

"Mbak bisa mengurus pindah perawatan ke rumah sakit lain kalau nggak nyaman dengan saya," ucap Rai tampak berusaha tetap tenang. Sorot matanya menyimpan ribuan perasaan yang tak terungkapkan, melebihi emosi yang Gendhis luapkan.

"Rai, come on!" geram Gendhis.

Rai mendekat, berdiri di depan Gendhis sambil mengamati wajah perempuan malang ini. Ia lantas berjongkok, meraba nadi Gendhis di pergelangan tangannya, tapi Gendhis segera menepisnya.

"Laparatomi cito yang baru saja kamu jalani itu bukan operasi kecil. Kamu harus istirahat di kamar kamu, atau sia-sia upayaku buat bawa kamu kembali ngeliat dunia.”

“K.E.T di usia kandungan hampir 8 minggu artinya adalah sangat mengancam nyawa. Kamu hampir kehabisan darah, dan sekarang kamu keliaran di rumah sakit cuma buat memastikan reaksiku atas pertemuan kita ini. Jangan memaksakan diri," ujar Rai sangat dingin tapi bermuatan perhatian yang sangat kental.

Gendhis menelan ludahnya beberapa kali. Setitik air matanya jatuh. Ia kecewa, marah pada dirinya sendiri.

Seharusnya, ia dan Rai bertemu lagi dalam situasi yang lebih baik, bukan seperti ini.

"Aku yang gila karena bisa-bisanya berharap kita bisa saling sapa,” gumam Gendhis tertawa dalam ekspresi merananya. "Aku lega kamu yang tiba-tiba menghilang malam itu, masih hidup dan baik-baik aja," ujarnya hampir terisak.

Ia tarik kerah jas snelli milik Rai hingga jarak mereka terkikis.

Tanpa aba-aba, Gendhis kecup bibir Rai lancang, sangat cepat hingga Rai tak sempat menghindar atau membuat pertahanan.

"Terima kasih, Rai. Aku nggak akan muncul di hidup kamu lagi," ucap Gendhis lirih.

Lalu, Gendhis memutar roda kursinya, berbalik menuju pintu ruang praktik, pergi tanpa menunggu reaksi dari Rai.

Sebaliknya, Rai meraup wajahnya kasar, hatinya bergejolak hebat, keyakinan yang ia bina sekian lama, hancur berkeping saat tahu bahwa pasien yang harus ia selamatkan nyawanya malam itu adalah sang cinta pertama. Ya, Rai sama rindunya dengan Gendhis, sama khawatirnya, sama takutnya.

###

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Risasa_
uuh!!! manis!!... gumush!!
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Candu Cinta Dokter Muda   260. Kemungkinan Besar

    "Ada apa?" Gendhis mengurut keningnya sambil mengerjapkan mata beberapa kali. Kesadarannya belum terkumpul sepenuhnya, ia masih merasa mengantuk tapi memaksa untuk bangun. Pasalnya, sang suami yang seharusnya terlelap damai di sisi Gendhis tampak sibuk mondar-mandir, membuat panggilan melalui ponsel. Rai tampak tak setenang biasanya, ia gugup, seperti menanggung kekhawatiran yang mendalam. "Tadi petang Mami minta semua kerabatnya ngumpul, dan ada keputusan yang Mami buat sebelum akhirnya meninggal baru aja jam 2 tadi," desah Rai lirih tapi masih bisa terdengar dengan jelas oleh istrinya. Sontak Gendhis membekap mulutnya kaget. Matanya yang semula masih terasa mengantuk terbelalak lebar, tak menyangka. Sungguh akhir hayat seorang Eriska yang jauh dari bayangannya. "Kamu nggak ke rumah sakit?" tanya Gendhis menguasai dirinya, bagaimanapun, Rai adalah adik kandung dari Eriska. "Ndhis, kalau aku muncul dan pulang sebagai pewaris Adhyaksa, aku nggak bisa kembali ke sisi kamu

  • Candu Cinta Dokter Muda   259. Kesungguhan Membalas Dendam

    Gendhis melenguh kecil, ia gigit bibir bawahnya kuat-kuat. Matanya separuh terpejam, ia tancapkan kuku-kukunya di pundak Rai dalam, gelenyar panas menguasai tubuhnya dan meledak di perut. "Rai," rintih Gendhis keenakan, tubuhnya melengkung sementara Rai masih stabil memompanya dengan gerakan yang lama-kelamaan semakin cepat. "Kalau aku terlalu kasar dan sembarangan, dorong dadaku, Ane-san," pinta Rai setengah menggeram, ia kecupi teling istrinya bernafsu. Gendhis hanya menggeleng, pertanda ia tidak keberatan. Menikmati suasana bercinta nan panas seperti saat ini benar-benar jarang terjadi. Sebelumnya, karena dilanda mual hebat akibat kehamilannya, Gendhis hanya sekadar memenuhi kewajiban. Pun dengan Rai yang tak tega membiarkan istrinya merasa tidak nyaman, jadi, jadwal mereka bercinta memang menjadi sangat renggang. "I love you, Ane-san," geram Rai tertahan. Ia sampai di puncak rasa nikmat yang tak terungkapkan, nafasnya tersengal, peluh bertebaran di sekujur tubuhnya.

  • Candu Cinta Dokter Muda   258. Rindu Menggebu

    "Kata Danisha sama Bang Aldi, kamu nggak ngijinin aku dibawa pulang ke sini. Bukannya lebih aman kalau aku di sini pas kamu nggak di rumah?" temabk Gendhis begitu Rai muncul di ruang tamu Danisha, masih dengan wajah lelahnya. "Bentar, kuambil minum dulu," jawab Rai segera menuju ke dapur. Danisha sudah pergi menuju kasino setengah jam yang lalu. Suami dan anak-anak dari bungsu Takahashi itu ada di Jepang sana, mengurus bisnis fashion yang memang sudah dikembangkan cukup besar oleh Danisha semasa muda. Mereka akan berkunjung ke Indonesia sekali dalam sebulan, melepas rindu selama seminggu, kemudian kembali lagi melakukan rutinitasnya di Jepang. Mengingat Arino, suami Danisha adalah asisten Ben yang sangat setia. Jadi, ke manapun Ben pergi, Arino masih sering mendampingi. "Di sini perlindungannya nggak seketat di rumah besar, Ane-san," kata Rai sekembalinya dari dapur. "Tapi di sini ada Danisha, dia punya orang dan anak buah yang bisa ngelindungin aku," bantah Gendhis. "Danisha uda

  • Candu Cinta Dokter Muda   257. Perlindungan Ketat Ane-san

    "Ada cito tiba-tiba. Ane-san diminta Ketua pulang gue antar," kata Aldi muncul di pintu ruang perawatan Gendhis. "Tiba-tiba banget ya Bang?" gumam Gendhis menghela nafas panjang. "Baru aja," balas Ardi. "Ada yang perlu dibawain?" tanyanya mengitarkan pandangan. "Tas kecil itu aja, Bang," kata Gendhis menunjuk sling bag di atas nakas. "Aku pulang ke rumah besar?" desisnya tak mengharap jawaban. "Iya, Ketua minta gue buat nganter Ane-san ke sana. Ada yang perlu gue bantu?" tanya Aldi peka sekali. "Anter ke tempat Danisha dulu aja gimana, Bang? Kok perasaanku nggak enak gini," keluh Gendhis. "Atau aku nunggu Rai selesai operasi aja gimana?" "Cito bisa berlangsung lebih dari 3 jam tergantung kasusnya. Nggak pa-pa nunggu selama itu?" Gendhis mencembikkan bibirnya, "Ya udah, anter aku ke tempat Danisha aja, Bang," pintanya. Aldi mengangguk lemah. Ia raih tas yang Gendhis tunjuk sebelumnya, lantas meminta Gendhis untuk berjalan lebih dulu. Pengawalan dari Aldi sudah leb

  • Candu Cinta Dokter Muda   256. Aku Janji

    Selama Gendhis dirawat di rumah sakit, Danisha berkunjung setiap harinya. Tak lupa ia mengomeli Rai yang sedikit teledor, tak menuruti ucapannya sejak awal. Namun, meski begitu, Danisha tidak menyalahkan sang ponakan, ia tahu Rai berusaha sangat keras untuk membuat Eriska tak lagi menyentuh sang istri. "Har ini udah boleh pulang. Udah kuurus administrasinya, kalau udah beres semua, bisa langsung pulang aja," kata Rai muncul di ruang perawatan istrinya masih dengan jas snelli melekat padanya. "Iya," senyum Gendhis merekah menyambut kedatangan sang suami. "Kamu udah selesai di poli?" "Udah, baru aja. Enak banget kalau aman nggak ada cito atau pasien emergency gini, jadi bisa pulang tepat waktu," kata Rai mendekat ke nakas di sebelah pembaringan Gendhis. "Obat terakhir belom dimakan?" tanyanya. "Enegh banget perutnya. Ntar dulu ya, Dok," kekeh Gendhis lalu nyengir. "Mau makan sesuatu gitu?" tawar Rai sangat memahami sang istri. Gendhis langsung menggeleng, "Enggak. Lagi

  • Candu Cinta Dokter Muda   255. Suami Dokter Siaga

    "Rai," panggil Gendhis lirih. Sudah hampir dini hari, Gendhis meraba perut bagian bawahnya, tidak ada rasa sakit. Namun, ia merasa dingin mengaliri inti tubuhnya hingga ke paha, membuatnya tersadar bahwa ia mengalami sedikit pendarahan. "Rai," panggil Gendhis lagi, kali ini lebih kencang, sambil mengguncang lengan sang suami. "Hem," balas Rai malas-malas, suaranya parau pertanda ia masih enggan membuka mata. "Kayaknya aku ada flek darah deh," sebut Gendhis tak membuang waktu. "Flek darah?" seketika mata Rai terbuka lebar, ia bangun dalam posisis duduk, ditolehnya sang istri yang duduk di sisi ranjang. "Sakit?" tanyanya langsung panik. Gendhis menggeleng, "Enggak sama sekali, tapi fleknya rada banyak sampe ada yang ngalir ke paha," tandasnya. Tanpa pikir panjang, Rai beranjak, ia minta Gendhis berbaring menggantikannya. Wajahnya masih khas orang bangun tidur, rambutnya sedikit berantakan. Namun, Rai tak tampak peduli pada penampilannya. Ia periksa flek yang dimaksud sa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status