Share

mantan itu, tulang belulang

šŸŒ· Wanita itu tulang rusuk, lelaki tulang punggung, mantan tulang belulang. Buang!

šŸŒ·šŸŒ·

Aku meremas kertas berwarna merah muda yang diberikan Pak Edi-OB kantor. Di sana tertulis nama Denis dengan seorang wanita berinisial T. Tapi itu bukan Terasi apalagi nama Theresia, melainkan nama Tania yang bersandingan dengan nama Denis.

Harusnya aku yang di sana, dampingimu dan bukan dia, harusnya aku yang kau cinta dan bukan dia ... huwo uwo ....

Sakit, nyesek, plus pengen makan odading campur jadi satu. Air mata luruh tanpa salam. Dada ini pun remuk redam.

Huaaaaaaaa ... Denis kamu jahat!

Tangisku menggelegar sambil garuk-garuk tembok. Untungnya aku memiliki ruangan pribadi, jadi mau menangis sambil koprol pun bebas.

Surat undangan pernikahan Denis yang masih disegel, aku potong-potong menjadi bagian paling kecil. Diiringi lagu mengheningkan cipta, dan berakhir di tempat sampah.

Huuhuhu ... membayangkan hal itu membuatku kembali berderai air mata dan menjadi cengeng. Aku menyeka air mata dengan tissue.

Huh ... haahhh ... aku menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya perlahan. Sedikit lebih tenang. Kejadian di masa lalu membuatku semakin waspada dalam menjalin hubungan dengan laki-laki.

Mataku menelusuri sekeliling, takut-takut pasangan kencan hari ini bukan lelaki tulen. Aku nggak mikirin soal ganteng, yang penting dia laki-laki dan nggak bau kaki. Jangan sampai dia seperti mantan pacak yang demennya koleksi batu akik. Amit-amit!

Taman masih ramai dengan para pengunjung yang berolahraga. Sedangkan aku olahraga hati supaya kuat selalu saat melihat cogan lagi olahraga sambil bawa gandengan.

Hatiku berteriak ... kapan ada yang ngajak aku olahraga sambil gandengan tangan?

Huhuhu ... aku kan pengen digituin.

Aku menundukkan kepala sambil meremas mini bag di pangkuan, lalu meraih ponsel mencari keberadaan lelaki itu. Tidak ada tanda-tanda kedatangannya, namun dari jauh ada titik merah yang berjalan mendekat. Perlahan tapi pasti.

Aku berdiri sambil celingukan mencari keberadaan sinyal jodoh itu, namun sialnya yang mendekat bukan jodoh, melainkan malaikat maut. Denis. Cepat-cepat aku mematikan data ponsel agar sinyal GPS milikku tidak terdeteksi olehnya.

Gerobak batagor menjadi sasaran persembunyian. Dari celah kaki si mamang batagor aku mengintip Denis yang terlihat kebingungan. Sesekali ia melihat ponsel miliknya, lalu tidak berselang lama Denis akhirnya pergi dari sana.

Fiuhhh ... aman.

ā€œNeng, ngapain di situ?ā€ tanya si mamang. Ia sepertinya baru sadar kalo aku dari tadi ngumpet sampe sujud di bawah kakinya.

Aku nyengir manis lalu berkata. ā€œSembunyi dari malaikat maut, Mang!ā€

Si mamang terlihat bingung. Wajahnya ikutan celingak-celinguk ke sekitar taman, lalu ke arah pelanggan yang lagi makan batagor.

ā€œMalaikat maut kaya gimana bentuknya, Neng? Kok yang mamang liat manusia asli semuanya.ā€

Aku menepuk kening, bingung mau menjelaskan dari arah mana dulu. Masa iya aku harus menjelaskan jika malaikat maut yang dimaksud adalah Denis, mantan terbaik tapi sikapnya sekarang malah bikin bulu kuduk bergidik.

ā€œBatagornya deh, Mang. Aku mau satu. Pake timun yang banyak, ya!ā€

Akhirnya sebagai pelarian pembicaraan aku membeli dagangannya. Bukan karena kasihan sama si mamang yang bingung dengan kebingunganku, melainkan perut yang teriak minta diisi karena tadi lupa sarapan.

ā€œAsyiap!ā€ seru si mamang bersemangat. Tangannya mulai meracik batagor, dan aku duduk di kursi plastik.

Di sebelahku duduk seorang ibu-ibu, ia tengah asyik melahap batagor. Lalu di hadapannya seorang gadis.

ā€œKamu jangan pilih-pilih jodoh. Pamali. Pokoknya ibu nggak mau tau, kamu harus mau nikah sama Juragan Roso!ā€ seru si ibu. Gadis itu hanya menunduk, entah takut atau memang dia bingung mau jawab apa.

ā€œBu ... Dini nggak mau jadi istri ke sepuluh Juragan Roso. Dini masih ingin belajar.ā€

ā€œKamu harusnya sadar diri. Kamu sudah gede, harusnya bisa membantu ibu bayar utang. Tapi kerjaan kamu hanya ngabisin duit!ā€

Si ibu yang berbicara dengan berapi-api, terlihat jelas dari kepalanya yang keluar asap. Sementara gadis yang bernama Dini hanya bisa mengusap ingusnya dengan tissue.

Ibu bertubuh gemuk itu terus saja mengoceh sambil mengunyah, tidak peduli makanan di dalam mulutnya pun ikut tersembur. Ish, jorok.

ā€œBesok, Juragan Roso akan datang ke rumah. Kamu dandan yang cantik.ā€ Si ibu melap mulutnya dengan tissue, lalu beranjak saat makanannya habis meninggalkan Dini yang masih duduk.

Gadis itu bangkit dengan wajah menunduk, namun terhenti saat aku memanggilnya.

ā€œAda apa, Mbak?ā€ tanyanya bingung.

Aku tersenyum, lalu memegang bahunya. ā€œMenikah dan bahagia itu bukan soal cepat. Melainkan hati yang bisa memantapkan pilihan pada orang yang tepat. Bahagiakan dirimu, Dini!ā€ seruku padanya.

Mata Dini berkaca-kaca, ia lantas memelukku erat.

ā€œTerima kasih, Mbak!ā€ ucapnya, dan berlari mengejar si ibu yang sudah tidak terlihat.

ā€œHay!ā€

ā€œKodok terbang!ā€ seruku latah saat bahuku ditepuk seseorang. Aku memutar badan, di hadapanku berdiri seorang lelaki berambut ikal dengan kemeja kotak-kotak.

ā€œKamu Theresia 'kan?ā€ tanyanya, aku mengangguk.

ā€œAku, Lamban. Teman kencan buta untuk hari ini. Maaf, ya terlambat. Macet,ā€ ucapnya. Aku mengangguk.

Pantas telat, wong namanya saja Lamban.

Aku nyengir, lalu kembali duduk di tenda kecil milik gerobak batagor. Di meja pesananku sudah siap.

Mataku menyisir sekeliling, takut Denis masih ada di sekitar taman. Bisa hancur kencan kali ini jika lelaki itu ikut campur.

ā€œKamu ngumpet dari kejaran siapa?ā€

Hah? Lamban kok bisa tahu? Jangan-jangan ....

ā€œJangan heran gitu. Aku emang bisa baca pikiran orang melalui tatapan mata,ā€ ucapnya terus terang.

Kata mamanya temen aku, kalo ada orang yang bisa baca pikiran dari tatapan mata, segera tutup matanya. Orang itu nggak akan bisa baca pikiran kalo mata tertutup, gelap katanya, segelap masa depanku yang kepengen jadi istri sultan.

Aku segera menutup mata, dengan tangan kanan memijit kening. Astaga ... mimpi apa aku semalam. Pagi ketemu Denis, sekarang dapat partner kencan anak dukun pula. Ya ampun!

Aku hanya bisa berteriak dalam hati dan tidak berani membuka mata. Takut Lamban menebak isi pikiranku.

ā€œThe, kamu nggak apa-apa?ā€ tanyanya, aku refleks membuka mata, lalu menggelengkan kepala.

Aku mengaduk batagor di piring, berusaha makan.

ā€œKamu lagi mikirin mantan, ya?ā€

Nah 'kan. Dia baca pikiran lagi.

Aku kembali menutup mata. Cape deh, aku. Masa ingin mengeluarkan uneg-uneg di hati aja kudu tutup mata segala. Berasa diri ini dikuasai Lamban.

Oke, The. Kamu harus fokus. Kamu harus cari cara kabur dari kencan ini tanpa diketahui Lamban. Bisa-bisa disantet sebelum kabur, nih.

Perlahan aku membuka mata, hati dan pikiranku fokus lurus pada batagor di piring.

ā€œKamu suka sama mamang batagornya, The?ā€ tanya Lamban polos. Lagi-lagi dia membaca apa yang aku pikirkan.

ā€œYa ampun, Neng. Mamang sudah punya tiga anak. Istri satu cukup, dah!ā€ seru si mamang mendengar ucapan Lamban.

Sialan! Malu banget. Pengen rasanya nutupin muka pake wajan penggorengan.

Aku kembali menutup mata. Dalam hati aku berdoa, mudah-mudahan Dewi Fortuna mengirimkan seorang penolong untuk datang menengahi situasi buruk ini.

ā€œTuhan tol ....ā€

ā€œThe, Sayang. Kok kamu ada di sini, sih!ā€ Suara seseorang yang kukenal. Entah aku harus bahagia atau merana. Ya ampun, dua masalah ada di hadapan.

Aku membuka mata, menatap sosok yang kini duduk di sebelah kiriku. Denis! Astaga.

ā€œMas lagi ngapain?ā€ tanya Denis pada Lamban. Lelaki itu hanya diam mengamati. Entah apa yang dsultanannya. Aku dengan santai melahap batagor.

ā€œSaya teman kencan Theresia hari ini.ā€

ā€œTapi saya pacarnya Theresia, Mas.ā€

ā€œBohong!ā€ sergahku. Denis dan Lamban kompak melihat ke arahku dan berhasil membuat nyaliku menciut.

Denis mengeluarkan jurus andalannya, menatapku dengan syahdu, sama seperti yang sering ia lakukan padaku dulu.

ā€œMaaf, Mas, Lamban. Jangan dengerin Denis. Dia agak gila!ā€ seruku.

Lamban diam, matanya hanya melihat ke arah Denis yang kini ikutan diam.

ā€œAbang pacarnya Theresia?ā€ tanya Lamban. Denis hanya mengangguk.

ā€œBukan. Beneran. Dia cuma mantan!ā€ seruku.

....

ā€œTapi Bang Denis pengen balikan.ā€

ā€œAku nggak mau, Lamban. Lagian Denis udah punya pacar, kok!ā€ seruku berusaha membela diri. Tapi lamban terus menatap ke arah Denis yang hanya diam.

....

ā€œTapi Bang Denis beneran sayang sama kamu, The!ā€

ā€œAku nggak!ā€

ā€œBang Denis berharap diberikan kesempatan kedua!ā€

....

ā€œLebih baik saya mundur dari kencan hari ini. Semoga hubungan kalian kembali normal, ya.ā€ Lamban berdiri lalu pergi.

Denis tertawa terbahak-bahak. Entah apa yang lucu.

ā€œThe, kamu adalah jodohku. Tulang rusukku, dan aku siap jadi tulang punggung demi kamu!ā€ Gombalan Denis muncul ke permukaan.

ā€œTapi kamu cuma mantan. Dan mantan adalah tulang belulang dan harus dibuang!ā€

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status