_Tugas kita sebagai manusia hanya tentang merencanakan. Selebihnya, Tuhan yang menentukan._Aku belum begitu yakin dengan perasaan ini, bahkan bukan hanya sekedar tidak yakin saja, aku tak tahu apakah aku sudah siap atau tidak. Namun saat mendengar Ayah yang begitu antusias dengan rencana lamaranku dan bang Genta akhirnya aku mencoba pasrah memantapkan hatiku. Ya, setelah pulang dari jalan-jalan kemarin, aku langsung menanyakan perihal apa yang dikatakan bang Genta dan Agus sebelumnya tentang rencana lamaran itu. Ternyata sebagai pemeran utama tak harus tahu terlebih dahulu, bahkan bisa dikatakan bahwa aku tahu paling akhir. Bahkan Mama sudah merencanakan tentang pembuatan seragam untuk saudara-saudara dari kampung serta undangan yang bahkan sudah hendak mencetak. Astaga!Aku hanya tersenyum kecut menanggapi keantusiasan mereka. Rasanya aku tak punya untuk membatalkan perjodohan, ini. Baru lamaran saja merek sudah seheboh itu, bahkan aku dengar sudah mengabari kakek dan nenek di k
_Waktu begitu cepat bagi yang sedang bahagia,Begitu lambat bagi yang sedang menunggu,Begitu tergesa bagi yang sedang bimbang,Dan begitu lama, bagiku yang menanti hari itu agar segera tiba_Tak banyak yang aku lakukan untuk lamaran yang akan segera dilaksanakan beberapa hari lagi. Aku terlalu sibuk dengan kegiatan kantor. Berkas-berkas itu seakan tidak ada habisnya, Hanya sesekali Mama atau Anin menanyaiku tentang warna baju yang akan dijadikan seserahan untuk Alyah. Prinsip Mama, baju yang akan dipakai istri akan lebih baik jika itu merupakan warna kesukaan sang suami.Entahlah, menurutku warna baju tak begitu berarti bagiku. Namun siapa yang memakai. Baju akan lebih berharga ketika tahu siapa yang memakainya.Aku tak banyak ikut campur soal lamar. Bahkan saat aku ingin membeli set perhiasan, Mama malah melarang.Katanya untuk urusan lamaran aku tak usah campur tangan. “Duit kamu nanti buat beli mahar saja! Kalau soal seserahan Mama sama Papa nggak akan kekurangan uang buat beli p
“Kenapa Mac?!” Lagi-lagi mama bertanya. Mungkin masih heran karena pertanyaan sebelumnya tidak aku jawan sama sekali“Ini, Ma. Waktu aku ajak Alyah keluar, aku belikan kerudung karena beberapa kali aku ajak dia ke toko baju dia nolak terus dan malah pilih borong camilan di supermarket”“Terus?” Mama kembali bertanya. Hais, kenapa juga aku harus menjelaskan hal sedetail itu.“Ya ... Inisiatif, mungkin dia malu meminta ini itu sama aku.” Aku memang tak tahu alasan apa yang digunakan Alyah. Namun, aku yakin, dia gadis yang beda dan istimewa.“Dasar kamu! Atau mau kamu jadikan seserahan juga biar tambah lengkap. Tapi sebenarnya sudah banyak juga kerudung yang dijadikan parsel.” Mama memberikan usul.Namun sepertinya aku kurang setuju jika kerudung yang aku beli ini dijadikan sebagai seserahan. Meski pada akhirnya akan tetap Alyah yang memakainya namun serasa beda.&ldq
_Cinta selalu memilih jalannya sendiri...Bisa datang untuk seseorang yang semula tak pernah kita kenal. Cinta selalu memiliki rahasianya sendiri. Lalu apa rasa debaran aneh yang muncul saat bersamamu? apa ini juga yang dinamakan cinta?_Meski hari lamanya semakin dekat, namun rasanya masih seperti hari-hari sebelumnya. Tidak ada yang spesial sama sekali. “Aah, Dek, sama siapa?” Aku tiba-tiba dikejutkan dengan masukknya Anin di kamarku. Bahkan aku masih belum melepas mukena setelah salat magrib.“Sendiri, di suruh Mama. Aah iya Kak, dapat salam dari kak Mac ini kerudung katanya waktu itu pas kalian pergi, kak Mac lupa ngasihnya.” Jawabnya sembari mengulurkan dua paber bag. Lucu, padahal waktu itu aku tak mau dibelikan apa-apa. Bahkan aku juga sudah menguras dompetnya untuk berbelanja. “Makasih ... “ Jawabku sambil tersenyum. Aku lihat ternyata keduanya berisi kerudung. “Kamu dibelikan juga nggak?”Tak ada salahnya jika berbagi, bukan?“Enggak” Aku hanya tersenyum mendengar kalima
“Ayo, biar besok kamu bisa tampil maksimal, kita pijat juga biar badan bisa benar-benar fresh.” Jawabnya saat ajakannya ke salon aku tolak.Benar-benar sudah seperti akan melakukan pernikahan.Tak ada pilihan lain selain mengikuti kemauan Zaila. Ternyata bukan hari itu saja namun akan dilakukan berturut-turut hingga hari sebelum lamaran itu tiba.Dan kenapa waktu berlalu begitu cepat, rasanya aku masih belum siap dengan hal ini. Jika boleh, mungkin aku akan lari saja.Bukan lantaran takut dikekang atau semacamnya. Tapi aku benar-benar belum siap!Siang itu, semua keluarga sudah berkumpul. Semua keluarga sudah mengenakan seragam yang bahkan aku baru tahu warnanya hari ini.Aku sendiri yang berbeda, tentu.Ku kira hanya beberapa saja atau para karyawan di kantor saja, ternyata tidak. Ternyata malah lebih banyak dari dugaanku. Pantas saja tenda yang dibuat sebesar ini.Ada binar kebahagiaan yang terpa
_Biarkan aku membuatmu bahagia kali ini, nanti esok dan semoga selamanya. Doakan semoga niatku untuk menghitbahmu dilancarkan, dan direstui tuhan._Hari yang aku tunggu-tunggu akhirnya tiba. Hari ini aku akan melamarnya secara resmi. Menjadi hukum haram bila ada orang yang melamar di atas lamaranku.Bahagia? Tentu aku sangat bahagia, bagaimana tidak, hari ini juga akan segera ditentukan kapan akan dilangsungkannya pernikahan antara aku dan Alyah.“Banyak banget ya Ma, hantarannya.” Ucapku saat sedang berjalan menuju meja makan untuk melakukan rutinitas pagi, sarapan.“Memang harus banyak Mac, biar calon mantu Mama senang dapat calon Mertua seperti Mama.” Wkwwk, begitu senangkah Mama karena akan segera mendapatkan mantu?“Terserah Mama yang penting, sebentar lagi aku nikah!” Jika Mama saja begitu bersemangat, kenapa aku tidak.Dan Mama hanya mendelik sebentar menanggapi ucapanku itu. Hingga selesai makan, aku langsung meninggalkan Mama yang masih menghitung hantaran.Mungkin memastik
MC langsung mempersilahkan para tamu itu untuk duduk pada tempat yang sudah disiapkan khusus sebelumnya.Meski terpisah, namun genta dan Alyah ditempatkan pada kursi paling depan. Bersama kedua orang tua masing-masing.Memang sudah seperti akan melaksanakan pernikahan.Namun Alyah belum keluar dari persembunyiannya, hingga mc mempersilahkan pemeran utama itu agar acara bisa segera dimulai.Padangan mereka seketika terarah pada dua sosok wanita dengan satu laki-laki di samping kanan mereka.Alyah, begitu cantik dengan gamis merah muda yang kini ia kenakan, dengan kerudung pasmina berwarna biru langit saat pagi hari, pemberian dari Genta.Kini ia berjalan pelan menuju tempat yang sudah ditunjuk oleh MC, diiringi dengan Agus dan Zaila yang juga berjalan pelan berada di kedua sisinya. Sungguh cantik, mungkin satu kata itu pantas menggambarkan tentang tatapan para tamu undangan untuk Alyah itu.Sedang dari arah berbeda, a
_Ada banyak do’a dari mereka untuk kita. Ada banyak harapan yang semestinya kita wujudkan. Ada bahagia yang harus kita gapai bersama. Ada kita, aku dan kamu yang akhirnya tuhan mengizinkan untuk bersama. Semoga._Ia cukup bahagia, melihat wanita yang tepat berada di depannya ini. Cincin bermata biru Yang ia berikan itu kini sudah bertengger manis pada jari gadis itu, kerudung yang sempat ia belikan juga sudah gadis itu kenakan.Namun kepergian Alyah memberinya luka baru, apakah ia akan ditolak? Kenapa Alyah harus pergi, kenapa tidak sebelumnya saja. Apakah aku akan ditolak di hadapan para tamu undangan? Batinnya.Alyah pergi dengan diikuti Zaila dan Anin. Para tamu undangan pun sudah banyak yang berbisik. “Ada apa sih Al, kenapa tiba-tiba lari?! Aku nggak mau jadi calon pengganti!”Desak Zaila sembari bergurau menghilangkan ketegangan yang telah terjadi karena ulah temannya itu.“Aku juga nggak mau kamu gantiin!”“Lha terus kakak lari?!” Kali ini Anin yang bertanya. Sempat sekilat