Detik itu kian berlari menit, juga turut mengikuti, jam terus berputar dan hari silih berganti.Alyah sedang terpaku menatap cermin di hadapannya. Ya, dia sedang didandani oleh MUA. Gaun putih yang dipesan khusus dari Amerika sudah melekat pas di badan mungilnya.Grogi, gugup sudah ia rasakan sejak tadi pagi, tinggal beberapa menit lagi ia akan memiliki gelar baru.Menjadi seorang istri bukanlah impian diumurnya saat ini. Tapi kehendak selalu punya caranya sendiri untuk mewujudkannya. Tak ada yang menemani di dalam ruangan itu, hanya ada dia dan beberapa orang MUA yang sama sekali belum dikenalnya. Keluarganya? Tentu sedang sibuk dengan tamu-tamu khusus yang diundang untuk menyaksikan akad nikah putri mereka.Zaila bahkan juga turut sibuk menerima tamu undangan yang membawa pernak-pernik sebagai kado pernikahan. Agus? Entah, sepertinya masih asyik dengan ponsel yang digenggam miring sembari olah raga jempol.“Kakak sekarang umur berapa?” Salah satu orang MUA yang sedang merias wajah
Tidak mungkin juga jika pakai acara keberatan menuruti permintaan sang mempelai wanita kemudian sang wanita ngambek. Pernikahan batal dan harus menanggung semua sewa gedung karena akad tidak bisa dilaksanakan. Dan status jomblonya malah dapat surat perpanjangan. Sungguh rumit.Khutbah nikah sudah berkumandang melalui pengeras suara. Semua khidmat mendengarkan, sedang Genta sepertinya ia sudah mulai keringatan, grogi. Agus? Ia sekarang juga duduk di bagian paling depan, ikut menjadi saksi prosesi bersejarah untuk kakaknya itu.“Saya terima nikah dan kawinnya Alyah putri binti Rakhman effendi dengan mas kawin satu set perhiasan dan uang sebesar satu juta USD dibayar tunai!” Tanpa keliru kata itu keluar dalam sekali tarikan nafas. Kata sah! Seketika menggema memenuhi Indra pendengaran siapa saja ya hadir. Di lain tempat Alyah tak bisa menahan matanya untuk sekedar meluruhkan tetasan bening, bagaimanapun ia bahagia. Namun kini beban seorang istri sudah harus ia emban. Pernikahan bukan a
“Bang!” sebut Alyah pada laki-laki yang sepertinya sudah menemukan tempat ternyaman, kasur.“Hemmmm” Hanya gumaman yang ia dengar dari laki-laki yang baru beberapa jam itu sudah bergelar suami.“Ih Abang! Keluar dulu sebentar. Aku mau ganti baju, gerah!” Keluhnya pada sang suami yang sepertinya masih asyik menikmati aroma bantal sang istri.“Kalau mau ganti, ya tinggal ganti. Aku nggak bakal ngintip. Udah ngantuk banget dari tadi malam begadang.” Aneh, ngapain coba tadi malam begadang, kan malam pengantinnya masih nanti? Eh, astaga!Antara iya dan tidak, Alyah ragu. Namun jika terus memaksa laki-laki yang kini kain mengeratkan selimut yang ia pakai, serasa tidak mungkin. “Ahs, ya sudahlah” Gumamnya yang sebenarnya masih dapat di dengar Genta, laki-laki yang sedang bergelung ke dalam selimut itu. Beberapa kali, Alyah mencoba membuka resleting gaunnya. Tapi masih saja kesusahan. Hingga tiba-tiba dia merasa resleting itu bergerak turun dengan mudahnya. “Cup” “Kenapa nggak minta tolo
Sore, selepas ashar, sepasang pengantin itu diboyong menggunakan satu mobil menuju gedung resepsi pernikahan mereka.Sampai di sana, Alyah langsung kembali istirahat di kamar yang juga di sewa pada hotel tersebut. Sedang Genta? Sepertinya ia masih asyik mengobrol bersama kawan-kawannya yang juga turut datang. “Ma, capek” keluh, Alyah pada ibunya yang menemaninya di kamar itu.“Gimana, mau Mama panggilin tukang pijet dulu?” tawarnya, karena memang mungkin saat malam tamu yang datang akan jadi b lebih banyak daripada saat akad tadi.“Iya, juga nggak papa, benar-benar pegel” Namun toyoran di kepalanya mengundang banyak gelak tawa.“Padahal kan Mama Cuma pura-pura nawarin, eh, kok beneran mau!” “Mama, ih! Aku nggak pagi bercanda ini!” Jawab Alyah dengan sedikit bersungut. Karena ternyata sang Mama tak ikhlas saat menawarkan akan memanggil tukang pijat. “Biar aku saja Tante yang panggil, di hotel ini kan ada salonnya, pasti juga menyediakan terapi message” Ucap Zaila cepat. Ya, memang
“ABAAAANG!” Teriaknya semakin kencang hingga tak sadar jika berhasil membangunkan adik barunya yang tertidur nyenyak di sampingnya.“Ah, elah! Kalau mau mesra-mesraan jangan di depan orang napa? Dosa tahu, nggak boleh memperlihatkan kemesraan rumah tangga di tempat yang nggak semestinya ini”Meski baru bangun tidur ternyata Anin sudah bisa mengeluarkan kata-kata berlian dengan suaranya yang parau khas orang baru bangun tidur.“Bukankah ini kamar? Tepat tidak semestinya yang seperti apa yang kamu maksud Nin!”Dengan ekspresi yang begitu menjengkelkan, Genta menjawab ucapan Adiknya itu.“Ah, Kakak mah! Nggak asik!” Tak terima dengan jawaban yang diberikan Kakaknya itu. Anin kembali menjatuhkan tubuhnya. Seperti bersiap akan kembali ke dalam mimpi yang terhenti dengan paksa.“Iya, iya Abang keluar” Genta langsung bergegas keluar dari kamar tersebut setelah berhasil mendarat
Akhirnya Genta beranjak juga dari duduknya, dan seketika mendapat sorakan antusias dari para tamu undangan juga saudara-saudaranya.Musik bernada lagu Beautiful in white milik Shane Filan langsung menggema dalam gedung tersebut. Semua ikut mendengarkan dengan khidmat. HinggaNot sure if you know this🎶🎶Lagu yang di gadang-gadang akan menambah keromantisan, kini berubah menjadi ajang lawakan bagi saudara-saudara Genta. Mereka seakan tahu dengan apa yang memang akan terjadi. Beberapa laki-laki yang dianggap saudara kadang memang malah orang terdepan yang mampu menjatuhkan mental. Untung saja, meski suaranya bak kaleng rombeng, Genta terap ading menyanyi. “Kepalang malu” pikirnya. But when we first metI got so nervous I couldn't speakIn that very momentI found the one andMy life had found its missing pieceSo as long as I live I love youWill have and hold youYou look so beautiful in whiteAnd from now 'til my very last breathThis day I'll cherishYou look so beautiful in whit
“Lah, dia didoain biar cepat nyusul. Aku kok enggak?!” sewot Zaila yang seketika disambut tawa oleh Alyah dan Anin.“Ya sudah kami keluar, kalau butuh apa-apa bisa telfon” Keduanya akhirnya keluar.Alyah yang memang benar-benar kelelahan langsung berjalan menuju kasur. Sungguh kamar yang sangat mewah, ada banyak kelopak mawar merah yang di tabur hampir memenuhi setiap kamar. Terutama di atas kasur putih king size itu.Tak peduli dengan semua itu, Alyah langsung merebahkan tubuhnya tanpa berganti pakaian terlebih dahulu.“Cup” Eh, ini kenapa Genta sekarang mirip soang siih! Main sosor. Iya tahu emang udah halal, tapi kan, kan, kan ... Entahlah aku yang jomblo ini seketika meronta (suara hati penulisnya😌)Yang jadi korban hanya menggeliat saking lelahnya. Bahkan kini sudah tertidur nyenyak tanpa berganti pakaian terlebih dahulu.“Yang, bangun” Suaranya Genta memelan, tak ingin istrin
“Abang sakit tahu” Bagaimana tidak sakit, jika dengan tiba-tiba Alyah di baringkan ke atas kasur dengan sedikit kasar.“Maaf nggak sengaja. Habisnya kamu berat siih!” Sepertinya Genta sedang mencari masalah dengan perempuan. Mengatakan bahwa dia berat, dengan kata lain, adalah GENDUT.“Bukan aku yang berat, Abang saja yang sok-sokan mau gendong aku, padahal nggak punya tenaga!” Benar, wanita selalu benar, ingat baik-baik di otak para lelaki. Satu hal yang paling tepat dilakukan oleh Genta adalah meminta maaf. Dengan mengatakan ia berat sudah seperti penghinaan besar bagi Alyah.Tak ada kejadian apa pun malam itu yang mewarnai malam pertama mereka. Tak ada adegan tidak-tidak ataupun iya-iya yang dilakukan mereka. Tak ada pula drama saling beradu selimut atau rebutan kasur. Mereka akur, tak ada yang perlu dipertengkarkan, mereka sudah sama-sama dewasanya.Alyah? Meski saat menjelang hari pernikahan ia juga masih menyimpan keraguan. Namun saat ini, tak ada gunanya memungkiri takdir. T