Share

Dijatuhkan talak

Part: 4

***

Aku masih berusaha tenang, menunggu pengakuan apa yang akan dilontarkan oleh Mas Aryo!

"Dek, sebenarnya ...." ucapnya yang masih ragu-ragu.

"Udahlah, Yo! Langsung aja bilang, ngapain banyak basa-basi," hardik Ibu dengan geram.

"Mas minta izin kawin lagi, Dek!" 

Degh ... Jantungku tetap berdebar kencang, walaupun aku sudah tidak terlalu kaget lagi. Namun, tetap saja rasanya ada yang menghujam dada.

"Apa, Mas?" Aku pura-pura terkejut.

"Maafkan, Mas, Dek! Ini demi masa depan keluarga kita, agar segera memiliki keturunan."

Aku bertambah gusar mendengar penuturan suamiku itu. Bagaimana mungkin ia akan memiliki keturunan dengan menikah lagi. Sedangkan yang mandul adalah dirinya sendiri.

"Tapi, Mas ...."

"Halah! Terima ajalah, jangan banyak protes!" bentak Ibu memotong ucapanku.

"Bukan begitu, Bu. Masalahnya, Mas Aryo tetap tidak akan memiliki keturunan walaupun Mas Aryo menikah sepuluh kali lagi!" paparku yang ingin menjelaskan.

"Apa maksud ucapanmu itu, Dek! Jangan sembarangan kalau bicara!" hardik Mas Aryo tidak terima.

"Istri mandulmu ini benar-benar kurangajar, Yo! Mending ceraikan saja. Gak ada gunanya mempertahankan perempuan mandul! Udah gitu gak pandai merawat diri pula!" 

Lagi-lagi aku ber-istigfar menguatkan diri. Perkataan Ibu sungguh tidak pantas untuk diucapkan. 

Aku memang tidak secantik Desy, dan aku juga memang terlalu sederhana dalam penampilan. Tetapi bukan berarti aku tidak merawat diri. Hanya saja aku tidak suka bergaya dan bersolek secara berlebihan.

Selama ini suamiku itu tidak pernah mempermasalahkan cara berpakaianku. Malah ia bilang sangat menyukai penampilanku yang tertutup semenjak menikah dengannya.

Kini bisa-bisanya Ibu menghinaku. Rasanya aku sudah tidak kuat lagi menahan semua hinaan dari mertuaku ini.

"Cukup, Bu! Saya tidak mau mendengar, Ibu mengatakan lagi bahwa saya ini perempuan mandul!" bentakku dengan emosi yang sudah mulai tak terkendali.

"Turunkan nada suaramu itu, Dek! Tidak sopan bicara dengan ibu dengan suara keras begitu!" Mas Aryo berkata dengan menatap tajam kepadaku.

"Hiks-hiks .... Yo! Kamu lihat sendirikan, istri mandulmu ini sungguh kurangajar pada Ibu." 

Ibu mertuaku bergelayut di tangan Mas Aryo sambil ber-akting menangis.

Sungguh aku mulai muak dengan drama Ibu mertuaku itu.

"Sudah, Bu. Lebih baik, Ibu istrihat di kamar ya, nanti biar Aryo yang menasehati Suci," ucap Mas Aryo membujuk Ibu.

Ibu pun setuju dan segera berlalu. Sekilas ia menatapku dan menyunggingkan kembali bibirnya dengan getir.

Kini hanya tingga aku dan Mas Aryo di ruangan ini. Mas Aryo menatapku dengan serius. Aku merasa canggung karena tatapannya itu.

"Mas tau ini pasti berat bagimu, Dek. Tetapi, Mas tidak bisa lagi mengelak keinginan, Ibu. Beliau sudah tua, memang sudah seharusnya menimang Cucu. Lagi pula, Mas tidak menceraikanmu, hanya meminta restu darimu saja agar mengizinkan, Mas menikahi Desy," papar Mas Aryo dengan sangat jelas.

"Tolong dengarkan, Adek dulu, Mas! Ini masalahnya, bukan Adek yang mandul. Sebenarnya memang kesalahan ini adalah sepenuhnya dari Adek. Karena Adek telah menutupi kebenarannya dari Mas dan Ibu."

Aku mencoba mengatakan yang sejujurnya. Walaupun berat, aku harus bisa mengutarakan kebenarannya sebelum terlambat.

"Apa maksud ucapanmu itu, Dek! Coba bicara yang jelas," ujar Mas Aryo yang terlihat bingung.

Aku memejamkan mataku beberapa detik, lalu membukanya kembali.

"Hasil pemeriksaan dari, Dokter Wiliam kemarin, Mas yang mandul, bukan Adek!" ucapku menunduk.

"Apa?!" teriak Mas Aryo terkejut.

"Iya, Mas! Adek menyembunyikan ini, karena tidak ingin membuat Ibu dan Mas Aryo bersedih. Namun, kalian malah ingin mengkhianati Adek, jadi sebaiknya kebenaran ini harus Adek ungkapkan!"

Ibu kembali menghampiri kami, ternyata Ibu tidak benar-benar masuk ke kamar. Ia masih menguping di balik sudut ruangan.

"Perempuan tidak tau diri! Berani-beraninya kamu ngarang cerita begitu!" hardik Ibu sambil menarik kerudungku.

Aku tergeser dari tempat dudukku karena Ibu menariknya dengan kencang.

"Kalau Ibu tidak percaya, silahkan tanyakan pada, Dokter Wiliam!" ucapku sambil melepaskan cengkraman tangannya dari kerudungku.

"Cukup, Dek! Kamu sudah keterlaluan! Hanya karena Mas minta izin menikah lagi, kamu jadi mengkambing hitamkan suamimu sendiri!"

Mas Aryo juga tidak percaya dengan ucapanku.

Ini memang salahku, karena telah menyembunyikannya kemarin.

"Sudah, Yo! Ibu minta, kamu ceraikan perempuan kurangajar ini sekarang juga!" 

Mas Aryo menatapku cukup lama, aku berdoa dalam hati, agar ia tidak gegabah dalam mengambil keputusan.

"Baiklah! Mas akan memberimu pilihan, Dek!" ucapnya yang masih menatapku.

"Pilihan apa, Mas?" tanyaku sembari membenarkan kerudung yang berantakan akibat ulah Ibu.

"Izinkan, Mas menikah lagi, atau kamu akan Mas ceraikan?!" 

Degh ... Ini rasanya benar-benar luar biasa. Pilihan macam apa yang diberikan suamiku itu.

Ibu tersenyum penuh kemenangan menatapku. Aku hanya menggelengkan kepala mendapat perlakuan yang tidak pantas hari ini.

"Adek berkata benar, Mas! Silahkan besok kita menemui, Dokter Wiliam kembali. Setelah itu terserah, Mas saja ingin melakukan apa pun!"

Aku masih mencoba mengatakan yang sebenarnya. Namun, percuma mereka sama sekali tidak percaya.

"Halah! Paling kamu sudah menyogok dokter itu! Sudah, Yo! Ceraikan saja, isrti kamu ini sudah kurang waras!" 

Lagi-lagi Ibu menepis semua usahaku meyakinkan Mas Aryo.

"Benar kata, Ibu. Sepertinya kamu mulai tidak waras, Dek! Mungkin karena tidak terima kenyataan, bahwa ternyata kamu beneran mandul!" ujar Mas Aryo.

Aku hampir pingsan mendengar kalimatnya. Bagaimana mungkin, laki-laki yang lima tahun mengarungi rumah tangga bersamaku itu, bisa berkata demikian.

Mas Aryo benar-benar keterlaluan. Seandainya aku memang mandul, tetap saja ia tidak pantas mengatakan hal itu. Apa lagi ini hanya kebohonganku saja. 

Sungguh niatku ingin menyelamatkannya dari gunjingan orang. Namun, malah aku sendiri yang tak bisa terselamatkan.

"Mulai detik ini, saya talak kamu Suci Lestari!"

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status