Share

2. Korban Tabrak Lari

Rendi tersenyum. Ia berusaha menegakkan badan. Tante Rieka buru-buru mendekat. "Jangan dipaksa kalau belum kuat duduknya," tuturnya seraya membantu memasang bantal di ujung dipan.

Rendi mencoba duduk bersandar pada bantal. Posisi badannya lurus. Ia menarik nafas. Berkurang panas yang semula memenuhi punggungnya. Ia merasa punggung penuh keringat karena hawa panas tertekan di sana.

Tante Riska meletakkan buah-buahan yang dibawanya di atas meja. Ia kemudian duduk di kursi samping tempat tidur Rendi. Ia menawarkan jeruk. Namun Rendi menggeleng.

"Bagaimana tante tahu dengan kecelakaan aku?" tanya Rendi usai melirik wanita cantik berusia sekitar 35 tahun itu.

"Kebetulan saja. Usai kamu ngajar, Meylin minta dibelikan roti. Tante keluar pakai motor aja. Saat itulah lihat ada tabrakan. Ramai orang menolong. Ketika mendekatinya, ternyata kamu. Bersama warga, Tante bawa kamu ke rumah sakit ini," jelas Tante Rieka yang mengaku sangat kaget mendapatkan Rendi menjadi korban tabrakan tersebut.

"Siapa yang nabrak aku, Tan?"

Tante Rieka memperbaiki posisi duduk di kursi. "Penabrak itu langsung kabur usai kejadian. Dia pakai mobil."

"Belum tahu sampai sekarang?"

"Sudah dilaporkan ke polisi. Ada saksi mata yang melihat tabrakan itu. Mudah-mudahan segera diketahui polisi mobil penabrak itu," sebut Tante Rieka pula.

Tante Rieka adalah mamanya Meylin. Dan Meylin, anak satu-satunya Tante Rieka itu adalah murid Rendi. Meylin masih kelas 5 SD. Tante Rieka single parents. Ia bekerja pada salah satu bank internasional yang berkantor pusat di London.

Rendi tidak tahu semenjak kapan wanita bertubuh tinggi berisi itu berpisah dengan suaminya. Ketika datang pertama kali untuk mengajar Meylin satu setengah tahun lalu, ia sudah mendapatkan rumah kediaman mereka tanpa pria. Hanya tiga orang isinya rumah tersebut. Tante Rieka dan anaknya Myelin serta Bik Mur, pembantunya.

Dan Rendi pun tidak merasa perlu mencari tahu lebih banyak tentang keluarga itu. Yang ia tahu Meylin anak yang cerdas dan cepat menangkap pelajaran yang diberikan. Gadis kecil itu suka sekali mempraktekan kemampuan Bahasa Inggrisnya.

"Tidak kerja hari ini, Tan?" tanya Rendi kemudian.

Rieka tergelak. "Sampai kamu tidak tahu dengan hari karena kecelakaan itu. Parah juga ini," ujarnya.

Rendi memandang bingung.

"Hari ini Sabtu."

Rendi mengguman heran. Heran dengan dirinya yang sudah lupa dengan hari. "Sudah berapa hari aku di sini, Tan?"

"Kecelakaan itu terjadi Kamis malam."

Berarti sudah dua malam. Dua malam di rumah sakit dengan kondisi pingsan. Sudah dua hari tidak pulang. Aduh, tentu kawan-kawan itu pada bingung mencari. Adakah mereka tahu kalau aku berada di rumah sakit?

Sekarang saat sudah sadar, Rendi pun tidak bisa mengontak mereka. Rendi menceritakan pada Tante Rieka tentang kehilangan HP dan dompet saat kecelakaan terjadi. Mungkin terjatuh lalu mungkin diselamatkan pihak lain yang kemudian lupa mengembalikan kepadanya.

Ia kehilangan kontak untuk menghubungi kawan-kawasan sekostan. Ia juga kehilangan surat KTP, ATM, kartu mahasiswa serta kartu identitas lainnya.

"Sering begitu kalau kecelakaan. Selain menyelamatkan korban, ada juga orang-orang yang menyelamatkan HP, dompet dan barang-barang bawaan. Tante sampai di tempat kejadian setelah orang ramai," jelasnya.

Rendi mendengus jengkel. "Begitulah orang kita. Selalu ada yang berusaha mencari kesempatan dalam kesempitan."

Sekarang saat ia sudah sadar, Rendi pun tidak bisa mengontak mereka. Ia kemudian minta tolong pada Tante Rieka untuk memberitahu pada kawan-kawan sekostan. Rendi menunjukkan alamatnya. "Sepulang nanti minta tolong kabarkan ke kawan-kawan di kosan," ujarnya.

"Kamu tidak ada keluarga di kota ini?"

Rendi menggeleng. Tante Rieka tidak bertanya lagi. Makanya, Rendi tidak merasa perlu menjelaskan tentang dirinya yang hanya sendirian di Kota Bandung ini. Jauh-jauh datang dari Pulau Sumatera untuk mengejar cita-cita. Kuliah. Agar mampu menjadi orang yang berada. Bisa membiayai sekolah adiknya Sonia dan Fikri.

Ia menjadi bingung pula bagaimana menjalani kehidupan dengan kondisi kaki patah. Beberapa bulan ke depan dipastikan ia tidak akan mampu bergerak banyak. Tidak bisa menjalankan les untuk belasan muridnya. Ia mesti menjalani perawatan dan menunggu kaki pulih kembali.

Perawatan? Ya, menjalani perawatan. Dipastikannya untuk menjalani perawatan di rumah sakit ia tidak punya dana yang cukup. Tidak sampai Rp3 juta uang yang ada di rekeningnya sekarang. Lalu kemana mencari tambahan uang?

Rendi menarik nafas. Kini baru ia merasa pentingnya ikut BPJS. Padahal ia merasa mampu membayar iuran bulanannya. Kenapa tidak dari kemarin-kemarin muncul kesadaran untuk itu? Kesadaran untuk berjaga-jaga itu ternyata sangat penting.

"Kaki kanannya memang tidak bisa digerakkan? Kata dokter kemarin sepertinya mengalami patah," tanya Tante Rieka kemudian.

Rendi tertawa cengir membenarkan. "Sepertinya begitu, Tan."

"Sudah ada rencana? Mau dipasang pen atau dibawa ke tukang urut?"

Rendi menggeleng. Ia tidak tahu. Tidak tahu bagaimana mendapatkan uang untuk membiayainya. Juga tidak paham penanganan terbaik untuk kakinya yang patah. Di pasang pen? Tulang yang patah disambungkan dengan besi. Atau berobat pada tukang urut. Setahunya bila patah lebih banyak diurut untuk penyembuhannya. Tapo apa pun pilihan itu keduanya memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Seperti mencerminkan kebingungannya, Rendi bertanya, "Mana yang bagus diberi pen atau diurut."

Tante Rieka menggeleng. "Tidak paham juga Tante soal itu," sebutnya seraya memikirkan sesuatu. "Entar, bisa coba ditanyain." Tante Rieka mengeluarkan HP dari tas. 

Ia menghubungi seseorang. "Hallo Dimas. Kalau kaki patah penanganan terbaiknya bagaimana? Tetap di rumah sakit dengan memasang pen atau berobat dengan tukang urut?" tanya Tante Rieka yang kemudian diam mendengarkan pembicaraan di HP-nya.

Cukup lama Tante Rieka diam mendengarkan. Beberapa saat kemudian baru ia menghentikan pembicaraan mematikan HP.

Kemudian ia berkata, "Dimas adik Tante. Dia dokter muda baru tamat. Sekarang lagi menjalani penugasan di Padang. Katanya kalau tulangnya hancur pada beberapa bagian atau patah tulang terjadi di sekitar sendi yang sering digerakkan sebaiknya memang pasang pen. Tapi bila tidak, pengobatan alternatif dengan tukang urut juga tidak masalah. Jadi sangat tergantung dengan kondisi patahnya. Begitu katanya," tutur Tante Rieka.

"Nah, perlu ditanyakan sama dokter bagaimana kondisi patahnya. Setelah itu mungkin bisa dipilih bagaimanan penanganan selanjutnya," tambah Tante Rieka.

Rendi setuju dan ia akan menanyakan hal itu kepada dokter.

***

Sorenya kawan-kawan di tempat kost datang menjenguk. Mereka mengaku sangat terkejut mendapatkan Rendi terkapar di tempat tidur rumah sakit dengan kepala penuh balutan perban.

"Kami kira Bro ada acara kampus ke luar kota. Heran juga, tidak biasanya Bro pergi tanpa memberitahu. Eh, tak tahunya malah korban tabrakan," ujar Sudar.

Sekilas Rendi menceritakan malam naas yang dialaminya. Ia sendiri tidak tahu sepenuhnya mengapa tabrakan itu terjadi. Tiba-tiba saja ia merasakan didorong dari belakang, terjatuh, tersungkur di jalanan, lalu kemudian ia tersadar setelah berada di rumah sakit.

"Tapi penabraknya bertanggung jawab kan?' tanya Fadely.

Rendi menahan senyum. "Tabrak lagi. Bertanggung jawab gimana?"

"Pelakunya kabur usai menabrak?

Rendi menjawab dengan anggukan. Anggukan lemah itu memancing Fadely. "Sudah dilapor ke polisi?" tanyanya yang segera dibenarkan Rendi.

"Biar akan tanyakan nanti progresnya. Aku banyak kawan di Bagian Lantas. Ini harus dikejar. Korban sampai luka-luka dan parah, eh pelakunya malah kabur. Tidak bertanggung jawab sama sekali," ujar Fadely yang memberi pelatihan karate di Mapolresta Bandung.

"Aku yakin dalam dua hari ini ketahuan penabraknya," tegas Fadely pula.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status