Share

2. Ingatan Lampau

Cukup lama mereka memecah batu penjadi puing-puing kecil. Pekerjaan ini bukanlah hal yang mudah, perlu tenaga lebih dan kesabaran tinggi pula. Penjual batu sudah menjadi mata pencaharian mereka sehari-hari, demi beberapa gunduk garam yang bisa mereka gunakan untuk menyambung hidup.

Seusai memecah batu dan tenaga terkuras habis, mereka berdua makan terlebih dahulu sebelum beranjak ke kota. Sang kakak menyiapkan bahan untuk membuat makanan, sedangkan sang adik bertugas untuk membuat api.

Ashoka memanggang daging rusa kering itu sembari menabur garam supaya lebih berasa. Askara hanya diam melihat apa yang dilakukan kakaknya. "Kau tidak sayang dengan garamnya? Kita bisa beli kapak baru dengan garam itu."

"Aku sengaja sisakan sedikit untuk bumbu makanan. Lagipula kita akan jual batunya. Setidaknya kita akan mendapatkan lagi garam, jangan khawatir." Ashoka menghidangkan makanannya diatas daun pisang, dan menyodorkannya kepada Askara untuk mereka makan bersama.

"Waahh! Shoka, makanannya sangat lezat ... I-ini benar-benar ... Benar-benar ..." Askara menyeka air air matanya yang tiba-tiba berbulir setelah menyantap makanannya. Ashoka sampai heran dengannya.

"Kenapa tiba-tiba kau menangis?"

"Ini benar-benar mengingatkanku pada Ibu." Askara menyembunyikan wajah di lipatan siku lengannya. Namun segera ia mengusap air matanya. "Ah, tidak ada waktu untuk menangisi itu. Yang penting makanan ini enak dan aku kenyang," ujarnya sembari menghabiskan daging panggangnya.

"Sekarang aku mengerti kenapa daging bakar buatan Ibu selalu enak. Aku sudah menemukan rahasianya."

"Kau bisa membuatnya lagi?"

"Ya nanti. Cepat habiskan, kita harus ke kota sekarang. Kau mau daging seperti ini lagi 'kan?"

"Baiklah." Askara kembali mengigit dagingnya. "O ya, lusa kemarin ada anak perempuan berumur lima tahun yang ingin mainan dari kerikil batu. Hari ini kita tawarkan batu ini ke rumahnya, kasihan kemarin kehabisan."

"Wah, syukurlah kalo begitu."

"Eh Shoka, apa kau ingat masa kecilmu? Jujur aku tidak ingat apapun dulu," tanya Askara.

Ashoka berhenti makan sejenak. Benar juga, ia sendiri tidak ingat bagaimana masa kecilnya. "Entahlah, ini cukup membingungkan. Aku sendiri tidak ingat. Yang kuingat hanyalah Ibu yang sering menceritakan dongeng cindaku."

"Aku juga heran, aku sama sekali tidak ingat saat dulu masih kecil. Apa mungkin kita hilang ingatan?" tanya Askara lagi.

"Rasanya tidak mungkin jika kita hilang ingatan. Ibu bahkan tidak mengatakan kita pernah kecelakaan atau semacamnya," bantah Ashoka.

"Apa ini ada hubungannya dengan Ayah yang tidak pernah kembali dari rantauannya?" Askara mulai menerka, pasalnya ia sangat merindukan sang ayah juga yang belum kembali.

"Kurasa tidak. Lagipula jika perantau belum pulang juga dan tidak ada kabar setelah lima tahun, tradisi kampung ini menganggap si perantau itu sudah meninggal." Ashoka mengambil minum dari ruas bambu yang sempat ia buat dua buah. "Sudahlah, jangan kau bahas lagi soal Ayah. Perantauannya sudah lebih dari tujuh tahun, Ayah sudah meninggal." Lelaki itu menekankan pembicaraannya.

Askara terdiam sejenak. Ia menolak percaya jika Ayahnya meninggal. Ditambah Ibunya juga belum kembali, lelaki itu berharap sang Ibu pulang tahun ini. "Ibu ... Cepatlah pulang, sudah hampir lima tahun kau menyusul Ayah dan tak ada kabar. Aku yakin selarang kau baik-baik saja disana," gumamnya lagi. Ashoka hanya menatap sendu sang Adik yang gundah akan kegelisahannya itu.

Ayah Ashoka dan Askara pergi merantau. Sebelum pergi, pria itu mengatakan hendak menyebrang lautan selat sunda guna menuju pulau yang kayak akan emas. Pulau itu terkenal dengan 'Swarnabhumi', tetangga dari pulau pasundan. Tujuan sang Ayah bukan hanya emas saja, ada satu hal yang harus dilakukan guna keberlangsungan hidup kedua anaknya.

Hanya itu patah kata yang mereka dengar, namun sejak saat itu Sang Ayah belum kunjung kembali bertahun-tahun sampai Ashoka dan Askara beranjak remaja. Karena itulah Ibu mereka menyusul kepergian sang Ayah. Namun pencarian itu seperti buntu, bertahun-tahun kemudian si Ibu maupun si Ayah tidak pernah kembali. Hal ini menuntut kedua saudara itu hidup mandiri dan diharuskan mencari makan sendiri.

"Sudahlah jangan dibahas. Kau habiskan saja sana makanannya. Biar kita bisa segera ke kota." Ashoka menghentikan pembicaraan ini. Keduanya pun kembali fokus memakan makanannya.

"Shoka ..." panggil Askara beberapa saat kemudian, keduanya berhenti makan seketika. "Jika kita pergi kota besok saja, bagaimana?"

"Hah? Kenapa? Tak biasanya." Ashoka kembali memakan makanannya. "Masalahnya kita kehabisan makanan, besok kita bisa kelaparan."

"Begitu ya, padahal aku ingin jalan-jalan bersamamu ke pegunungan," keluh Askara.

Ashoka hanya terkekeh mendengarnya. "Bukankah kita sudah tinggal di kaki pegunungan?"

"Pegunungan Chakrabuana itu luas, Shoka. Kita belum pernah ke area hutan Lemah sugih. Katanya disana sangat subur sampai dijuluki Lemah sugih, artinya juga tanah yang kaya. Kaya karena saking beragamnya bahan makanan. Banyak pohon gandaria juga, buah sangat enak sekali. Kita bisa mengumpulkannya untuk bahan makanan," jelas Askara antusias.

"Nanti saja, sekarang kita harus bekerja. Ayo bergegas!" titah Ashoka sambil menjewer telinga adiknya.

"Ouh, telingaku tak perlu ditarik juga 'kan?" Askara dengan cepat menghabiskan daging santapan paginya. 

Entah kenapa ia malas untuk berniaga ke kota hari ini. Ia ingin menjelajahi pegunungan Cakrabuana yang konon katanya dipenuhi pohon gandaria yang enak buahnya. Jika mereka pulang dari kota nanti, Askara berniat mengajak Ashoka ke sana. Buah gandaria bisa jadi penambah persediaan makan pengganti daging buruan.

Yang jelas hari ini, Askara ingin terus bersama Ashoka. Mimpi menyeramkan itu telah mengingatkan Askara pada kedua orang tuanya yang tidak kunjung kembali dari rantauan. Karena itulah hari ini Askara malas berniaga. Meski begitu ia tetap harus bekerja, padahal ia ingin menghabiskan waktu untuk bersenang-senang bersama sang kakak.

Entah kenapa hari ini perasaan Askara diliput kecemasan sampai-sampai enggan pergi ke kota.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status