Share

5. Ilham Kekuatan

Ashoka banyak memuntahkan darah, saat cindaku memotong sebagian organnya. Gigi-gigi itu maju perlahan mengunyah tubuh Ashoka dari kaki hingga ke perutnya, menyisakan dada, kepala, dan dua tangan yang menggelantung.

"La--ri ...  A-as-ka ..." rintih Ashoka saat kondisinya sedang sekarat. Sedikit demi sedikit kesadarannya mulai menghilang. Meskipun begitu, ia masih mengingat Askara dan berusaha menyerunya dalam bentuk rintihan yang mustahil terdengar langsung oleh adiknya.

Glek ...

Tubuh Ashoka yang tersisa ditelan bulat-bulat dalam mulut makhluk itu. Darah sang kakak terlihat bercipratan di mulut cindaku itu. Seperti tidak menyia-nyiakan makanan lezatnya, cindaku itu menjulurkan lidah panjangnya dan menjilat bercak darah di wajahnya.

"T-tidak mungkin ... Sho--ka ...?" Askara membisu, dadanya terasa sesak sampai tak sanggup berkata kala melihat jasad sang kakak tewas tepat deapn matanya. Sampai air mata berbulir di pipi pun ia tidak menyadarinya. Melihat satu-satunya keluarga yang ia punya mati ditelan hidup-hidup makhluk menyeramkan yang ia kira hanya dongeng belaka. Lucu kedengarannya, sang kakak dimakan monster yang selama ini ia sangka sebagai dongeng anak-anak. Askara duduk lemas, lalu tertawa cekikikan. Pepohonan di sekelilingnya seperti melawak padanya, kenapa monster mengerikan itu malah ia anggap legenda kuno semata? Askara merutuki dirinya sendiri, kenapa ia terlalu bodoh sehingga tidak mampu menyelamatkan Ashoka?

Askara berakhir tertawa keras, meski air matanya semakin mengucur deras di pipinya. Di sela tawanya itu, terdengar ia sesegukan menangis kemudian dilanjut tawa cekikikan lagi. Begitulah terulang-ulang sampai beberapa kali.

" AAAARRGHHH!!!" Askara berakhir menggerang kencang. Seketika pemuda itu banjir air mata, meraung-raung tumpah tangisan. Ia kecewa, sangat-sangat kecewa dengan dirinya sendiri yang tidak mampu menyelamatkan sang kakak.

"Dasar tak berguna! Untuk apa aku hidup!? Untuk apa? UNTUK APAAA ...?!" teriaknya setengah gila. Ia malah menjambak rambutnya sendiri. Pemuda itu tidak menyadari kalau cindaku tadi sedang berjalan menghampirinya.

Namun seketika tangisannya reda kala suara lembut melintas di telinganya. Ia teringat akan syair lagu yang sering disenandungkan oleh Ibunya. Jiwa sang Ibu seperti merasuki dan berhasil menenangkannya.

(Taya pisan ras-rasan ...)

(Taya pisan ras-rasan ...)

Bersamaan itu, pesan terakhir Ashoka melintas di ingatannya. Entah kenapa, patah kata itu seperti memberinya dorongan untuk bertahan hidup.

'Lari, Aska!'

'Aku ingin kau tetap hidup!'

Benar juga, Askara harus tetap hidup. Setelah Ibu dan Ayahnya tidak pernah kembali dari rantauan juga Ashoka yang tewas dimangsa cindaku, apakah ia harus mengambil langkah mengecewakan dengan ikut mati juga?   'Tidak. Jika aku mati, Shoka pasti memarahiku.'

Seketika bola mata Ashoka melebar. Mengkilat-kilat dan perlahan bercahaya, mendadak terang berwarna biru berlian. Pupil hitamnya sedikit membesar, garis kecil yang melingkarinya juga berputar serah jarum jam. Seketika Askara merasakan tubuhnya meresap energi aneh yang membuat tenaganya bertambah. Mendadak ia mampu bergerak di saat cindaku hendak mencengkramnya.

'Aku tidak akan mengecewakanmu, Shoka!'  "Aku harus tetap hidup!" pekiknya sembari bangkit dan cepat berguling ke depan menghindari jemari cindaku yang hendak menangkapnya. Di detik kemudian, ia berlari lewat bawah selangkangan kaki si monster dan segera berlaju ke arah timur.

Secepat apapun Askara memacu kaki, tetap saja bagi monster besar sejenis cindaku menganggap lari Aska bak seekor semut yang bisa di kejar dalam beberapa langkah. Terhitung tiga lompatan, cindaku berhasil menyusul lari Askara sampai ia terpental lagi karena lompatan makhluk itu menggoncangkan tanah.

Askara lagi-lagi tengkurap di tanah, pemuda itu tidak tergesa bangun meski di belakang sudah ada monster yang sudah membuka mulut dan unjuk gigi hendak memakan dirinya. Saat wajah cindaku mendekat dan berupaya melahap langsung tubuhnya, Askara segera menjalankan rencananya.

Ia lemparkan semua taburan garam yang ia pegang tepat di mata monster itu.

Pantas tadi dia berlari ke arah timur, rupanya Askara hendak mengambil kantong garam yang tergeletak di tempat dirinya jatuh sebelumnya ya. Pikiran yang lumayan cerdik.

Askara berlari secepat mungkin, jauh meninggalkan si monster yang terpingkal-pingkal karena merasakan perih di mata. Raungan bising juga menjadi pengiring lari Askara yang berusaha keluar dari hutan itu. Pemuda itu berlari sembari menutup telinga, menembus lebih jauh kegelapan hutan yang tidak tersentuh sinar bulan.

Cindaku itu menggeram, dia hendak mengejar pemuda itu namun tiba-tiba tubuhnya mendadak kaku terkunci. Hendak meraung-raung, mata cindaku itu yang tadinya merah menyala tiba-tiba berubah menjadi hitam legam, satu mata yang terlukanya pun mendadak sembuh dan ikut berganti warna. Bersamaan dengan itu tubuh besarnya tersungkur di tanah dan hilang kesadaran.

Jalan yang dilalui Askara sangatlah gelap, rimba hampir menutupi jalur yang dilaluinya namun tetap ia terobos sampai menemukan petunjuk lain. Hal itu terjadi berulang-ulang sampai ia sampai di hutan yang konon menurut warga sangat hitam. Saking gelapnya, mata terkatup atau terbuka pun tetap sama saja keadaanya, tidak ada perbedaan antara keduanya.

Untungnya mata biru Askara masih bersinar, ia tidak menyadari cahaya remang yang menuntun jalannya itu berasal dari netra matanya sendiri. Yang ia pikirkan hanya satu, yaitu bertahan hidup. Askara hampir putus asa kala itu, namun ia kembali bertahan dan mencoba menerobos kegelapan saat mendengar suara gercikan air.

Dituntun cahaya remang yang berasal dari netra matanya, Askara berhasil keluar hutan. Namun apa yang ia lihat selanjutnya bukanlah sungai, melainkan jurang tinggi yang cukup curam. Askara mengatur nafasnya yang lelah karena berlari, ia berjalan menyelusuri pinggir jurang itu berharap supaya dirinya ditolong orang lain.

Namun terhitung jalan beberapa langkah, mata Askara kembali hitam seperti semula. Mata biru itu menghilang bersamaan dengan redup cahaya remangnya. Membuat semua pandangan di sekitarnya kembali menjadi gelap gulita.

'Apa yang ...' Bersamaan dengan itu badannya mendadak terkuras lemas dan lunglai, pemuda itu hilang tenaga yang membuat tubuhnya jatuh dan terjerumus ke jurang hingga berguling-guling di kecuraman. Tubuh pemuda itu berakhir tercebur dalam sungai tepat di bawah jurang.

'Dingin ...' batin Askara saat tubuhnya terombang di sungai. Dalam keadaan setengah sadar, ia masih menyebut-nyebut nama sang kakak bersamaan dengan tubuhnya yang ikut hanyut mengikuti arus air.

''A-sho-ka ...'

Tak lama kemudian bola matanya perlahan menutup, Askara hilang kesadaran sepenuhnya. Semua pandangannya menjadi gelap dan ia tidak ingat apapun lagi setelah itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status