Share

BAB 4

Malam hari dikampung Nusa tempat Harry lahir dan dibesrkan, angin sepoi-sepoi bertiup seakan membelai manja setiap tubuh yang berani berdiam diri diluar rumah. Walau mantel sudah dipakainya, tubuh Harry masih bisa merasakan dinginnya malam itu. Duduk di teras rumah ditemani secangkir kopi hangat, turut menemani Harry dalam kontemplasinya.

"Besok adalah tanggalnya, hari dimana aku harus benar-benar mengubur dalam semua perasaanku yang tidak sempat tersampaikan. Nadhya, kamu memang kurang peka akan perasaanku, atau memang aku yang sebenarnya pengecut, yang hanya bisa berharap kamu dapat mengerti akan semua isyarat-isyarat yang aku tunjukan waktu itu. Tapi yah sudahlah, tidak ada yang perlu disesali, besok adalah hari bahagimu, dan aku akan datang untuk menyaksikannya"

Harry terus saja bergelut dengan pemikirannya, semenjak datangnya surat undangan itu Harry tidak pernah berhenti memikirkannya walaupun sudah dia coba untung menghilangkannya dengan menganggap bahwa Nadhya hanyalah teman biasa, teman sekelasnya mengerjakan tugas dosen, teman berdiskusi dan berdebat dikelasnya. Ternyata Harry dan Nadhya semasa dikampus cukup dekat, bahkan hampir semua orang yang melihatnya menganggap bahwa Harry dan Nadhya sudah berpacaran. Sebenarnya memang mereka berdua miliki perasan yang sama satu sama lain, akan tetapi mereka tidak mampu mengungkapkannya.

Harry berpikir bahwa dia tidak pantas untuk berharap bisa memiliki Nadhya karena status ekonomi yang berbeda, sementara Nadhya terus saja berharap besar kepada Harry untuk segera menyatakan cinta kepadanya, karena pada dasarnya merekapun sudah tahu akan perasaan masing-masing.

Hingga hari ketika Harry dipanggil keruangan kantor TU bagian administrasi kampus untuk menanyakan tentang biaya perkuliahan Harry yang sudah tidak membayar sampai dua semester. Harry hanya diberi dua pilihan oleh pikah lembaga kampus, pertama segera membayar tunggakan dua semester, kedua dengan sukarela menandatangani surat pernyataan cuti.

Memang awal Harry mendaftar dan masuk menjadi mahasiswa hanya bermodal nekad dengan uang seadanya hasil dari kerja sampingannya diladang teh dan kopi dikampung. Setelah mengikuti test disalah satu kampus ternama ternyata Harry lolos dan bisa mengikuti tahapan selanjutnya hingga dia bisa merasakan seperti apa dunia kampus itu.

Setelah berjalannya waktu Harry berkuliah kampus tersebut dan berkenalan dengan banyak teman yang tidak ada yang tahu atau menyangka bahwa Harry terlahir dari keluarga yang pas-pasan, kecuali Nadhya.

Hingga akhirnya Harry tidak ada pilihan lain kecuali menandatangani surat pernyataan cuti tersebut, karena sebelumnya sudah banyak toleransi dari pihak lembaga kampus kepada Harry, kalo kampus negeri mungkin sudah sangat tegas, akan tetapi karena kampus tersebut masih swasta, kebijakannya pun masih longgar dan Harry masih bisa bertahan sampai hari itu.

Sejak hari itu Harry tidak pernah lagi bertemu Dangan Nadhya, tanpa pamit Harry pun langsung pulang dan menghilang dari semua yang menyangkut tentang kampusnya itu. Harry sempat pergi keluar kota karena ada ajakan dari kakak nya untuk kerja disana sebagai buruh pabrik. Tapi hanya bertahan sampai enam bulan Harry memilih pulang kembali ke kampungnya.

Dan ketika Harry kembali kerumahnya, ibu Harry yang sudah tahu akan kondisi Harry saat itu memberitahukan bahwa ada beberapa temannya yang datang kerumah namanya Andi dan dua teman lainnya laki-laki menanyakan kabar Harry.

Tapi ibunya berkata "tapi ada satu wanita yang namanya Nadhya, itu mh sudah sampai tiga kali bolak-balik kesini menanyakanmu. Apakah itu pacarmu nak ? Soalnya dia terlihat sangat sedih".

"Nadhya Bu ? " Tanya Harry cemas. 

Rasa penyesalan dan bersalah seketika menyelimuti Harry, dia tidak menyangka bahwa Nadhya sampai seperti itu.

Salah satu alasan Harry pergi keluar kota selain untuk kerja dan menghindar dunia kampus, yang paling utama Harry mencoba untuk melupakan Nadhya. Karena sejak dia cuti dari kampus semakain hilanglah keberanian Harry untuk mengungkapkan perasaannya itu dan memilih melupakannya.

Setelah lama bernostalgia dalam pikirannya, Harry tersadar bahwa malam semakin larut, hawa dingin semakin pekat mencengkram tubuh seiring dengan habisnya secangkir kopi yang menemani Harry hingga larut malam.

Harrypun masuk kedalam rumah dan berbaring dikamarnya yang cukup sempit itu, berisikan satu kasur dan satu lemari pakaian berukuran satu meter dan tinggi satu setengah meter dengan cermin besar di satu bidang pintu yang memanjang ke atas bawah, cukuplah untuk menyimpan semua pakaian Harry.

*

Hawa dingin seakan beruban menjadi sejuk kali ini karena dipagi hari. Sinar matahari mulai melakukan tugasnya dengan baik, kehangatan terasa sangat segar hingga matahari nanti siang akan berumah menjadi sangat panas.

Harry sudah selesai memberi perawatan kepada motor antiknya itu dengan memandikannya dan menyemirnya biar terlihat mengkilap.

Motor tua dari tahun 80an itu memiliki model seperti motor bebek, motor Astrea dari perusahan asal Jepang ini merupakan warisan dari ayahnya sebelum meninggal. 

Sebelumnya sempat dipakai oleh kakaknya, tapi setelah kakak-kakak mampu membeli motor sendiri motor itupun dipakai oleh Harry semenjak SMA, hingga Harry dijuluki oleh teman-temannya dengan nama panggilan di sekolahnya yaitu "Harry si motor antik".

Waktu sudah menunjukan jam 9 pagi, ada waktu satu jam perjalanan menuju tempat acara resepsi Nadhya. Setelah segala persiapan sudah selesai, harry pun berangkat dan hendak mau singgah dulu disalah satu mall dikota untuk membeli hadiah pernikahan untuk Nadhya.

Kini dia berfikir bahwa seorang wanita yang dikatakan ibu Aminah tempo lalu adalah Nadhya secara langsung mengantarkan undangan ke rumahnya.

Ditengah perjalanannya menuju tempat resepsi pernikahan Harry berpikir "Ini semua kesalahanku, aku memang bukanlah laki-laki yang gentleman, tidak pantas untuk Nadhya, semoga kamu bahagia dengan pasanganmu hari ini".

Sampailah Harry kesalah satu gedung mewah yang khusus disewakan untuk acara-acara besar seperti ini. Di area parkir sudah berjejer banyak mobil mewah dan sebagian kecil ada juga motor yang salah satunya adalah Harley Davidson, moge yang sejak lama Harry impi-impikan.

Harry pun memparkir motor antiknya diarea motor bahkan disandingkan dengan Harley Davidson itu. Setelah memparkir motornya itu Harry berjalan menuju pintu utama, tapi seketika Harry tertegun melihat salah satu mobil mewah yang berjejer tersebut, matanya tertuju pada mobil Lamborghini Aventador berwarna merah.

"Sepertinya mobil itu tidak asing bagiku" pikir Harry sambil terus matanya terpaku pada mobil Lamborghini Aventador tersebut. Tapi tak lama Harry melanjutkan jalannya menuju pintu utama hendak masuk kedalam.

"Ah, mungkin hanya kekagumanku saja melihat mobil mewah itu" gumam Harry.

Tampak sebuah bangunan dengan ornamen dan hiasan-hiasan yang sangat mewah sudah ada dihadapannya. Didepan pintu utama yang dibangun dari kaca besar  dan dipinggir kiri kanannya dipadati oleh karangan bunga ucapan selamat atas pernikahan Adi Pranata dan Nadhya Puspita, dari beberapa Bank dan perusahan besar yang ada di kota Tasik.

Meja tamu didepan pintu utama kini dipadati oleh tamu undangan yang juga baru datang untuk mengisi daftar hadir. Sementara Harry hanya bisa terpatung berjarak sekitar lima meter dari pintu utama. Langkahnya kaku, memaksa melangkah dengan segala keraguan dibenaknya.

Perasaan Harry kini sudah tidak karuan, sedih, kecewa, malu dan yang paling membuatnya sangat ragu untuk melangkahkan kakinya adalah penyesalan yang sangat begitu mendalam kini dirasakan Harry.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status