Share

Bab 8

Author: Khairaz
Aria gemetar kedinginan. Pesan itu dikirim satu jam yang lalu, saat dia masih dalam keadaan pingsan.

Dia tak sempat lagi berwaspada, langsung bangkit dan berlari ke arah pintu. Namun, sebelum tangannya menyentuh gagang pintu, pintu itu sudah terbuka dari luar.

Sekelompok preman masuk sambil tertawa. Di antara mereka, berdirilah Letty.

Aria membelalak. Dia tak percaya Letty akan melakukan hal seperti ini.

Apakah ini karena Ian? Namun, dia sudah berjanji akan pergi, kenapa Letty masih tega berbuat sejauh ini?

Letty memandangnya dengan wajah suram. "Lakukan."

Si pirang langsung memberi aba-aba. Beberapa orang lainnya menangkap Aria dan memaksanya duduk di kursi.

Setelah itu, si pirang mengambil kamera video dan berdiri di depan Aria.

"Jangan salahin kami bertindak kasar. Lebih baik kamu nurut, biar nggak terlalu sakit. Tsk, tsk, cantik juga mukanya."

Bulu kuduk Aria berdiri. Dia menoleh ke arah Letty, menangis sambil memohon lewat isyarat tangan. Dia hanya ingin segera ke rumah sakit, ingin melihat adiknya.

Namun, Letty tak peduli, juga tak berniat membiarkannya pergi. Selama Aria masih ada, Letty tak akan pernah tenang mendampingi Ian dan menikmati semua kemewahan sebagai nyonya besar.

Preman-preman itu mendekat, tangan-tangan mereka mulai meraba tubuh Aria. Aria ketakutan dan putus asa, air matanya jatuh tanpa henti. Dia berusaha keras mendorong tangan-tangan itu, tetapi tiba-tiba lengannya dicengkeram dan dipelintir hingga terkilir.

Aria menangis tanpa suara, tubuhnya gemetar. Di benaknya, muncul bayangan Ian untuk sesaat. Namun, bagaimana mungkin Ian akan muncul di sini?

Dalam keputusasaan, Aria hanya bisa berpikir satu hal. Lebih baik mati daripada menanggung penghinaan seperti ini.

Dengan seluruh tenaga, dia meraih sebilah pecahan besi di lantai dan menusukkannya ke perutnya sendiri.

Semua orang di ruangan itu terdiam. Darah kental berwarna merah tua menetes ke lantai. Si pirang dan kawan-kawannya panik. "Sial! Jangan sampai ada yang mati!"

Letty juga tak menyangka Aria akan bertindak sejauh itu. Di saat bersamaan, suara mesin mobil terdengar semakin dekat dari luar.

Letty buru-buru membuka jendela, ekspresinya langsung berubah. Ian? Kenapa dia bisa datang ke sini?

"Ambil semua barang, keluar lewat pintu belakang! Urusan pembayaran nanti aku bereskan!"

Preman-preman itu bergegas kabur seperti dikejar hantu.

Aria bersimbah darah, pakaiannya acak-acakan. Dia tersungkur di lantai sambil memegangi perutnya yang terus mengeluarkan darah.

Letty berdiri di sampingnya, wajahnya berubah-ubah antara panik dan cemas. Saat itu, pintu tiba-tiba ditendang hingga terbuka. Ian masuk dengan beberapa orang suruhannya.

Begitu melihat kondisi ruangan, mata Ian langsung membelalak.

"Ian, akhirnya kamu datang! Aku takut sekali!" Letty mengambil inisiatif lebih dulu, menangis tersedu-sedu sambil berlari ke arah Ian. "Aria menyuruhku ke sini, tapi begitu aku masuk, dia langsung menyakiti diri sendiri dan ingin menuduhku! Aku nggak tahu dia sebenarnya mau apa!"

Dengan maksud lain, Aria ingin menjebaknya.

Ian menatap wajah Aria yang pucat seperti mayat, dahinya mengernyit sedikit. Baru hendak berbicara, dia melihat Aria mencoba bangkit. Jatuh, bangkit lagi, jatuh lagi .... Tubuhnya penuh debu, darah terus mengalir.

Ian tak tahan melihatnya. Dia maju untuk menolong. Begitu Aria melihatnya, hal pertama yang dia lakukan adalah berlutut dan memeluk kaki Ian, memohon lewat isyarat tangan agar diantar ke rumah sakit.

Ian tidak mengerti maksudnya. Sementara itu, Aria mengira dia menolak, jadi mulai membentur-benturkan kepalanya ke lantai sambil menangis keras. Darah dan air mata membasahi lantai hingga mengenai ujung sepatu Ian.

Tiba-tiba, ponsel Aria berbunyi. Dia terpaku, lalu menoleh dengan kaku ke arah layar. Dengan tangan gemetar, dia membuka pesan terbaru.

[ Bu Aria, adikmu sudah pergi. Harap segera datang untuk mengurus jenazah. ]

Cahaya di mata Aria benar-benar padam. Ingatan tentang momen kebersamaan selama belasan tahun melintas di benaknya. Dia dan adiknya hidup bergantungan. Dia pernah berpikir, selama dia cukup berusaha, suatu hari nanti adiknya pasti akan sembuh.

Namun kini ... bahkan satu-satunya keluarga yang dia miliki pun telah pergi.

Ian tidak menyadari perubahan Aria, malah dia bertanya dengan curiga, "Kenapa kamu jebak Letty untuk datang ke sini?"

Aria menatapnya dengan mata kosong, wajahnya penuh darah dan air mata. Dia tetap diam seperti orang yang telah mati.

Dia tak menjelaskan apa-apa. Yang dia pikirkan hanya satu hal, ke rumah sakit. Meskipun itu hanya untuk melihat adiknya untuk terakhir kalinya.

Dengan susah payah, dia merangkak untuk bangkit, menopang tubuhnya pada dinding, lalu berjalan keluar dengan tertatih-tatih.

Ian mengerutkan kening dan hendak menahannya, tetapi Aria mendorongnya keras. Dia terdiam. Ini pertama kalinya Aria menolak dirinya. Gadis yang selama ini selalu patuh padanya, kini berani menolaknya?

Aria terus berjalan, tanpa peduli rasa sakit, tanpa kenal lelah. Dia tiba di rumah sakit, masuk ke ruang jenazah, melihat adiknya yang terbujur kaku.

Hatinya sudah hancur, tetapi tak setetes pun air mata mengalir.

Setelah itu, dia hanya merawat lukanya sekadarnya, lalu pulang ke rumah Keluarga Kurnia untuk mengambil koper yang sudah lama dia siapkan.

Karena adiknya sudah tiada, dia menolak tawaran Dika untuk membiayai hidupnya di luar negeri. Dia memilih pergi sendiri.

Aria bahkan tidak menoleh sedikit pun pada rumah mewah tempat dia tinggal selama lebih dari setengah tahun itu. Tak ada satu pun hal di sana yang layak untuk dikenang.

Dengan hati hampa, dia melangkah di tengah angin malam dan menghilang dalam kegelapan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 25

    Ian tak tahu apakah dirinya masih hidup atau sudah mati. Dia merasa dirinya sedang berjalan ke sebuah tempat yang serba putih, dunia di sekelilingnya hanyalah lautan putih tanpa akhir.Dia tidak peduli apakah dirinya bisa selamat atau tidak. Yang dia pikirkan hanyalah Aria dan anak mereka. Perempuan itu sudah menderita bertahun-tahun lamanya dan kehidupannya baru mulai membaik. Bagaimana mungkin Tuhan tega mengambil nyawanya sekarang?Ian terus melangkah ke depan, hingga dia menyadari dirinya tiba di tempat yang familier. Di luar restoran, dia pernah mendorong Aria sekuat tenaga, lalu dengan lembut melindungi Letty dalam pelukannya.Adegan berganti ke rumah sakit. Dia mencekik Aria dan memaksa perempuan itu berlutut meminta maaf kepada Letty. Saat itu, sorot mata Letty yang penuh kesombongan membuat Aria tampak sangat menyedihkan.Kemudian, di kamar mandi, dia seperti iblis yang mendorong Aria ke pojok dengan air panas menyiksa, mengancamnya dengan biaya pengobatan Ariel, memaksa perem

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 24

    Ian sudah terlalu lama tinggal di kota kecil ini, sampai-sampai orang tuanya menelepon khusus untuk memarahinya."Cuma karena seorang wanita bisu kamu sampai begitu? Keluarga kita nggak butuh pecundang kayak kamu!"Ian diam saja, membiarkan mereka memaki. Setelah puas, mereka menyuruhnya segera pulang, tetapi Ian hanya menjawab dengan satu kalimat tegas, "Aku nggak akan pulang."Kemudian, dia langsung menutup telepon.Aria tidak tahu soal ini dan Ian pun memang tidak berniat memberitahunya.Tak lama kemudian, tibalah hari peringatan kematian orang tua Aria. Ian langsung menawarkan diri untuk menemaninya. Tentu saja Aria tak bisa melarang. Akhirnya, mereka berdua pergi bersama ke makam.Makam orang tua Aria berdiri berdampingan. Ini pertama kalinya Ian benar-benar mengunjungi mereka.Kondisi keluarga Ian memang jauh lebih baik, jadi sulit baginya membayangkan bagaimana Aria bisa bertahan selama ini sambil merawat adiknya yang sakit. Parahnya lagi, gadis sekuat itu malah sial bertemu dir

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 23

    Aria lebih dulu tiba di depan rumah sakit. Saat itu, Rafa menghubunginya lewat panggilan video untuk meminta pendapatnya tentang menu baru.Ian berjalan keluar sambil membawa sekantong salep luka bakar, lalu melihat Aria sedang berkomunikasi dengan Rafa menggunakan bahasa isyarat. Wajahnya tersenyum tenang.Ian terpaku di tempat, enggan melangkah lebih dekat karena takut merusak momen indah itu. Dia sudah tak ingat kapan terakhir kali melihat Aria tersenyum begitu ringan dan alami.Dulu, Aria juga seorang gadis yang gemar tertawa. Namun, senyuman itu perlahan hilang, terkikis habis oleh sikap dingin Ian yang ditunjukkan di hari-hari biasa yang tak terhitung jumlahnya.Ian seperti orang kehausan, menatapnya beberapa detik lebih lama, lalu baru melangkah maju.Aria melihatnya dan tampak sedikit terkejut, seolah-olah baru ingat bahwa Ian juga ada di sana.Ian tersenyum kecut. "Aku sudah selesai. Ayo kita pulang."Aria mengangguk, lalu memasukkan ponselnya ke tas. Senyuman yang tadi masih

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 22

    Ian akhirnya tahu apa arti dari menanggung akibat dari perbuatan sendiri. Dialah yang telah menguras habis semua cinta Aria padanya."Aku tahu aku pernah melakukan banyak hal yang menyakitimu. Itu karena aku terlalu bodoh. Sekarang aku baru sadar, dibandingkan Letty, aku sebenarnya lebih peduli padamu!"Kata-katanya terdengar sangat tulus dan penuh penyesalan, tetapi di telinga Aria itu tak berbeda dengan sebuah lelucon.'Apa karena aku sedang hamil?'Ian mencoba memahami bahasa isyaratnya, lalu segera menggeleng. "Ini nggak ada hubungannya sama anak. Saat aku datang mencarimu, aku belum tahu kamu hamil. Aku ke sini karena kamu."Aria tersenyum datar. Orang yang tidak mengenalnya mungkin mengira dia senang, tetapi kalau dilihat lebih dekat, senyumannya justru penuh jarak.Dia kembali memberi isyarat tangan. 'Kalau begitu, mungkin kamu cuma butuh seorang pengasuh yang sabar dan nggak banyak nuntut.'Ian langsung terdiam. Dia ingin membantah, tetapi anehnya tak tahu harus mengatakan apa.

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 21

    Aria sebenarnya sudah bisa menebak maksud Ian. Namun, membeli unit di sebelah adalah hak Ian dan Aria tak bisa mengusir orang seenaknya. Jadi, yang bisa dia lakukan hanyalah mengabaikan Ian sepenuhnya.Sejak hari itu, Ian selalu datang tepat pukul 7.30 pagi dan mengetuk pintu. Dia selalu membawa sarapan yang tampak mewah dan dibuat dengan sangat hati-hati. Sekilas saja Aria sudah tahu itu pasti dipesan dari hotel mahal di sekitar."Aku tahu kamu lebih suka makanan yang ringan, jadi aku minta mereka jangan pakai terlalu banyak minyak. Bubur seafood ini pakai bahan-bahan premium. Coba deh," kata Ian, menatapnya penuh harap, bahkan terlihat gugup.Dia sudah terlalu sering ditolak oleh Aria. Sampai-sampai sekarang, bahkan untuk sekadar memberi sarapan pun dia harus ekstra hati-hati.Seperti yang bisa diduga, kali ini pun Aria tidak menerima pemberiannya.[ Jangan buang waktumu untukku lagi. ]Aria mengetikkan kalimat itu di ponsel, lalu menunjuk ke arah makanan dalam kotak termos itu, memb

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 20

    Aria mengalami luka yang cukup parah akibat pukulan itu, tetapi untungnya tidak ada yang fatal. Selama dia beristirahat dan merawat diri dengan baik, kondisinya bisa pulih.Sejak kejadian itu, Ian menjadi jauh lebih serius dalam menjaga keselamatan Aria. Dia bukan hanya menugaskan beberapa pengawal untuk secara diam-diam melindungi Aria, tetapi juga hampir setiap hari berjaga di sekitar Restoran Ariel, khawatir akan terjadi sesuatu lagi.Aria sudah mencoba membujuknya agar tidak perlu serepot itu. Namun, Ian seolah-olah menjadi terobsesi dengan keselamatannya. Apa pun yang Aria katakan, dia tetap keras kepala. Akhirnya, Aria pun malas berdebat lagi dan membiarkannya sesuka hati.Setelah Letty ditangkap, Ian terus berkoordinasi dengan pengacara untuk mengikuti perkembangan kasusnya. Dia berjanji pada Aria, "Aku pasti akan memastikan Letty membayar harga paling mahal atas semua yang dia lakukan."Aria hanya bisa menghela napas. Dia tahu Ian pasti merasa bersalah padanya. Namun, masalahny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status