مشاركة

Tinggal bersama

مؤلف: Naily L
last update آخر تحديث: 2021-10-03 18:58:12

Atas perintah dari Marwah, Sayyidah segera membereskan tempat tidur dan  membersihkan tubuhnya di kamar mandi.

"Mandi yang wangi dan pakai pakaian yang rapih, ya sayang! Biar terlihat mempesona di mata suamimu," goda Marwah dengan nada meledek.

"Apaan sih, Mah!" Sayyidah mendengus kesal dan tak berminat sama sekali untuk menuruti perintah Marwah agar berpenampilan cantik di depan Abbas.

Saat sower mengucur di kepala Sayyidah, pikirannya menerawang jauh mengingat kejadian semalam. 

"Apa yang terjadi denganku? Apa aku di mangsa oleh Abbas?" batin Sayyidah, ia tak terima jika itu terjadi. 

Tapi seingat Sayyidah, ia hanya di tanya mengenai sekolahnya. Kemudian terlelap di pangkuan Abbas. Mungkin Abbas menggendongnya ke atas kasur sampai ia terbangun tadi.

"Ah tidak!" teriak Sayyidah. Membayangkan hal yang tidak ia harapkan. Tangannya segera  menggosokan sabun keseluruh tubuh, tak ingin ada bekas sentuhan Abbas yang menempel di sana.

***

Setelah keluar dari kamar Sayyidah.  Pandangan Marwah tertarik ke arah dapur yang letaknya bersebelahan dengan ruang makan.

Mata Marwah berbinar kagum melihat Abbas berdiri di depan kompor, tampak sedang memasak sesuatu.

"Loh Abbas, kamu sedang bikin apa? Memangnya kamu bisa masak?" tanya Marwah terlontar. Tidak salah memang ia memilih menantu. Sudah baik, sholeh dan pintar memasak. 

"Ngga juga Tante, eh Mah maksud saya! Ini hanya telor dadar dan nasi goreng. Ayo makan, Mah!" 

Tangan Abbas mengulurkan piring berisi nasi goreng yang masih mengepul, dengan telor dadar di atasnya. Dia sedikit canggung karena baru pertama kalinya memanggil Marwah—ibu  mertuanya—dengan sebutan mama.

"Kamu jadi repot begini, harusnya mama dan Sayyidah yang bikin sarapan." 

"Ngga kok, Mah." ujarnya. Melihat Marwah duduk dan mulai menyendokkan nasinya.

"Mah, Sayyidah di mana, ya?" sambung Abbas lagi. Matanya berputar ke pintu yang subuh tadi ia keluar dari sana, kamar Sayyidah.

Ia ingat dengan sedikit kesal. Bagaimana dia tidak berhasil membangunkan Sayyidah saat azan subuh berkumandang. Karena suara iqomah sudah terdengar, ia segera beranjak meninggalkan Sayyidah tanpa berhasil membangunkannya.

"Tidak lama lagi mungkin keluar, Nak!" 

Tak lama berselang Sayyidah keluar dari pintu kamarnya dengan balutan kemeja panjang dan celana kulot warna cream, selaras dengan kemejanya.

Tadinya ia tak berniat menuruti kemauan Marwah untuk berpakaian rapi di depan Abbas, tetapi karena ingin pergi ke perpustakaan. Ia jadi mengurungkan niatnya memakai baju kaus oblong tadi.

"Sini sayang! Ini Abbas sudah buatkan sarapan buat kita. Harusnya kamu 'kan yang buat sarapan? Mama jadi ngga enak sama suami kamu." Tangan Marwah menarik Sayyidah untuk duduk di samping Abbas.

"Iya maaf, Mah!"

 "Sayyidah telat bangun." Dengan nada menyesal. Ia merasa malu dengan Abbas, karena kebiasaan buruknya susah bangun sudah terbongkar.

"Ngga papa, Mah!" Abbas terlihat cemas seperti sedang memikirkan sesuatu. 

"Begini Mah, maaf sebelumnya sudah mengganggu makan pagi Mamah dan Sayyidah. Ada yang ingin saya sampaikan kepada Mamah dan Sayyidah jika di perkenankan." 

"Memangnya ada apa, Nak?" Marwah meletakkan sendok yang gagal ia masukan isinya kedalam mulut, guna menatap Abbas dengan serius dan melihat wanita yang duduk di samping Abbas penuh tanda tanya di matanya. 

"Maaf Mah! Kalau dibolehkan saya berniat untuk membawa Sayyidah tinggal bersama saya di asrama, sebab masih banyak tanggung jawab saya belajar dan mengabdikan diri kepada Abuya." Sebutan bagi pria matang yang telah membimbing Abbas selama ini. 

"Sangat boleh, Nak! Dia sudah menjadi hak dan kewajiban kamu. Kalau mama boleh tau kapan rencananya kamu kembali ke asrama?" tanya Marwah.

"Insyaallah nanti sore, Mah!" 

"Uhuk uhuk uhuk." Air yang di minum Sayyidah terasa berat melewati kerongkongannya. Lantaran tersentak kaget mendengar jawaban dari mulut Abbas.

"Pelan-pelan." Abbas mengulurkan kotak tissu yang tergeletak di atas meja kepada Sayyidah.

"Mulai besok saya ada tugas untuk mengajar anak-anak di yayasan Abuya, dan tugas kuliah saya masih banyak yang belum terselesaikan. Maaf ya, Mah. Kalau terkesan sangat buru-buru." 

"Bukan buru-buru lagi, tetapi lebih tepatnya kamu itu memaksa!" tuding Sayyidah kepada Abbas. Ia segera beranjak dari meja makan dan berhambur keluar.

"Mau kemana Sayang? Kamu belum selesai makan. Ngga baik bersikap seperti itu kepada suami kamu!" teriak Marwah saat punggung Sayyidah belum menghilang dari balik pintu.

"Saya izin keluar dulu, Mah." Abbas berniat mengejar Sayyidah.

"Iya, Nak! Maafkan sikap anak mamah! Dia anak yang baik, tetapi sikapnya agak manja. Mama harap kamu lebih sabar ya, Nak!" Tangan kiri Marwah mengelus pundaknya.

"Insyaallah Mah! Assalamuallaikum!" 

"W*'allaikumussalam."

Terlihat sosok wanita menuruni angkutan umum berwarna biru di seberang jalan. Ia bergegas membuntutinya dari belakang.

Dan sampailah di sebuah gedung. Bertengger plang bertuliskan 'perpustakaan' di depannya. Abbas segera masuk dan menyusuri setiap rak buku.

Tiba-tiba sepasang tangan menutup mata Sayyidah yang sedang celingukan mencari buku bacaan. Refleks Sayyidah menggenggam kedua tangan itu agar terlepas dari wajahnya, ia memutar tubuhnya guna melihat sang pemilik tangan.

Wajah bening dengan senyuman yang terukir menatapnya dengan hangat. Tak menunggu lama laki-laki itu segera membawa Sayyidah dalam pelukannya. Sontak kedua netra Sayyidah melotot.

"Gue kangen sama lo, akhirnya gue ketemu lo dan bisa melepas rasa kangen ini."

Hati wanita manapun akan meleleh mendapat perlakuan manis dari laki-laki setampan dirinya. Begitupun Sayyidah, jiwanya seperti di awang-awang. Sayyidah membalas pelukannya dengan erat.

***

Setelah mencari di setiap rak buku, langkah Abbas terhenti melihat pemandangan di depannya. Matanya berapi-api, tangannya mengepal meluapkan kekesalan, tetapi ia segera menarik ulur kemarahannya. 

"Ehem!" Mengalihkan perilaku dua sejoli di hadapannya.

Sayyidah dan Sofyan terkejut, terlebih Sayyidah. 

"Kamu?!" Sayyidah segera menarik tubuhnya dari dekapan Sofyan.

"Sayyidah, mari pulang!" ajak Abbas dengan ekspresi datar.

"Siapa dia?" Jari telunjuk Sofyan mengarah kepada Abbas.

"Ummm ... nanti gue jelasin ke lo,"

"Sofyan gue harus pulang dulu sekarang, maaf ya, gue tinggal." Sayyidah menarik tangan Abbas dan membawanya keluar.

"Siapa Sofyan?"

"Bukan urusanmu."

"Aku adalah suamimu, aku berhak tahu urusanmu. Sudah kewajibanku untuk menjagamu."

"Omong kosong." Sayyidah menatap Abbas sinis.

"Tolong maafkan aku, ikutlah tinggal bersamaku!"

“Setelah akad itu aku merasa tugas di pundaku semakin berat, karena kamu adalah amanah yang harus aku jaga di dunia ini sampai ke akhirat," balas Abbas dengan muka memelas.

Ucapan Abbas menguapkan sedikit kemarahan Sayyidah, ia merasa berempati dengannya.

***

Kedua insan itu bergegas meninggalkan perpustakaan. Mereka harus segera berkemas dan mempersiapkan diri sebelum berangkat ke asrama Abbas. 

 "Kenapa dia tidak mencaciku?" 

"Padahal dia bisa aja mengamuk seperti di drama ketika istri ketahuan selingkuh."

Tanpa sadar matanya sudah meneliti jeli di wajah laki-laki yang sedang memperhatikan jalan itu. Wajahnya terlihat cukup manis, walaupun berkulit sawo matang. Hidungnya mancung, alisnya tebal dan terlihat bulu-bulu hitam tumbuh di ujung dagunya. 

"Aduh! Kenapa aku ini? Bisa gawat kalau Abbas menyadarinya." Ia segera mengibaskan pandangan matanya dari wajah Abbas.

استمر في قراءة هذا الكتاب مجانا
امسح الكود لتنزيل التطبيق

أحدث فصل

  • Cinta Dalam Perjodohan   Extra Chapter

    Sayyidah berhias diri seraya bertaut di depan cermin, ibu hamil itu tersenyum puas melihat keberhasilannya mempercantik wajah.“MasyaAllah istri abi tambah cantik,” puji Abbas menatapnya dari pantulan cermin.“Syukron Abi.” Sayyidah mengembangkan senyumnya.“Sudah siap? Ternyata abi nunggu Umi hampir satu jam,” ungkap Abbas sembari memeriksa jam di tangannya.“Hehehe ... dandannya harus yang cantik Bi, jadinya lama deh,” sanggah Sayyidah.“Iya deh.” Abbas membalasnya singkat.Semenjak hamil istrinya itu memang lebih sering berhias dari biasanya, ia juga lebih rajin dalam mengurus dan menata rumah. Abbas semakin bangga dengan sang istri.“Ayo kita berangkat!” Sayyidah beranjak seraya memegangi perutnya yang buncit.“Eh, tunggu dulu!” cegah Abbas, membuat langkah Sayyidah terhenti dan berbalik

  • Cinta Dalam Perjodohan   Akhir Bahagia ( tamat)

    *******Suasana pagi hari di warnai rasa kekhawatiran Abbas, saat sang istri mual muntah tanpa sebab pasti.“Wuuuek!”Sayyidah yang baru saja muncul dari pintu, kembali masuk ke dalam kamar mandi.“Umi! Umi kenapa?” Abbas menggedor-gedor pintu itu dengan cemas.Ceklek!Begitu nampak tubuh sang istri, Abbas langsung menyambarnya ke dalam pelukan.“Sayang, Umi kenapa? Umi sakitkah?” ujar Abbas seraya mengusap punggung istrinya.“Hmmm ... umi nggak papa Bi,” balas Sayyidah.Sejurus kemudian Abbas menuntunnya menuju sofa di samping ranjang.“Umi istirahat aja, ya?! Ayo!” ajak Abbas yang telah bersiap membopong tubuh istrinya ke atas kasur.“Nggak usah Bi, umi baik-baik aja,” tolak Sayyidah.“Umi kenapa sih? Apa yang di rasa? Umi habis makan apa? Semalem Umi minum j

  • Cinta Dalam Perjodohan   Membujuk

    Abbas memindai pandangannya kepada Sayyidah dan Kirani bergantian dengan ekspresi menuntut penjelesan. Sayyidah menghela nafas panjangnya, spontan ia menghamipiri sang suami dan meminta Ibrahim dari gendongannya. “Ibrahim akan punya Abi lagi, nanti main mobilnya juga nggak sendiri, ya?!” tutur Sayyidah mengajak Ibrahim bercengkrama. “Maksud Umi?!” Abbas semakin tak mengerti. Sayyidah bergeming, ia menatap wajah suaminya lekat. Namun, tak ada satupun kata yang bisa ia ucap. Sejurus kemudian ia mengibaskan pandangannya dari wajah sang suami. “Bi, jadilah abi baru untuk Ibrahim! Umi akan rela di madu dengan Kirani!” ungkap Sayyidah lantang, akan tetapi setelahnya ia harus menarik nafas panjang guna mengatur pola pernafasannya yang tidak beraturan. “Ada apa ini Sayang? Kenapa Umi berkata seperti ini?” tanya Abbas terlontar. Sayyidah menelan ludah sebelum ia membuka mulutnya untuk menyahuti pe

  • Cinta Dalam Perjodohan   Calon Abi Baru

    Sayyidah bergeming beberapa saat, akan tetapi bulir bening tak kunjung berhenti mengalir dari sudut matanya. Ia berjalan perlahan dengan langkah limbung, sesampainya di kursi tubuh Sayyidah runtuh di atasnya. “Wanita yang tak sempurna, aku wanita mandul yang nggak bisa punya anak, hiks ... hiks ... hiks ....” Sayyidah tergugu. “Memang lebih pantas kalau suamiku menikah lagi dengan wanita lain yang sempurna, tapi ... aku nggak rela!” Sayyidah meremas kepalanya yang mendongak seraya menyenderkan bahunya di sofa. “Apa aku begitu egois, ya, Allah?” gumam Sayyidah dengan menghiba. Sesaat kemudian ia mengatur pola nafas dengan menghela nafas panjangnya lalu menghembuskannya perlahan. ***** Beberapa waktu telah berlalu ... Sayyidah berhasil meredam gejolak emosinya, akan tetapi belenggu kecemasan masih melekat di hatinya. Di atas meja makan malam Abbas merasa terheran, biasanya walau

  • Cinta Dalam Perjodohan   Hadirnya Kirani Kembali

    Usai menemani acara majelis rutinan di sebuah masjid, Abbas mendampingi perjalanan gurunya menuju tempat pondok.Abuya duduk di samping kemudi, sedangkan Abbas bertugas mengendarai laju mobil yang ia tumpangi.Beberapa santri lain mengawal Abuya dengan kendaraan yang berbeda, sehingga di dalam mobil itu hanya Abuya dan Abbas saja.“Belum ada pejuang yang bisa Abuya kirim ke Batam, Bas,” tutur Abuya memulai percakapan.“Kenapa Abuya?” respon Abbas seraya menengok ke arah sang guru di sampingnya.“Mereka masih memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing di sini,” tandas Abuya.Abbas menganggukkan kepalanya pelan.“Mau pilih ente, tapi ente lagi lanjut kuliah, ya, Bas?!” sambung Abuya.“Na’am Abuya.”“Santri yang Abuya tawarin buat menikahi Kirani belum pada mau Bas, makanya Abuya belum punya kep

  • Cinta Dalam Perjodohan   Pengobatan

    Satu minggu telah berlalu ...Sayyidah tengah menjalani pengobatan herbal seperti yang ia dan suaminya rencanakan.Baginya yang terpenting adalah do’a dan berusaha, tidak ada lagi kalimat putus asa yang menghantuinya.Itu semua karena sugesti dari sang suami untuk terus yakin dengan kekuasaan Allah ta’ala.Sayyidah memandangi gelas berisi ramuan jamu yang terisi penuh, setiap hari kerongkongannya akan terus di lewati rasa pahit yang sangat sebanyak tiga kali.Sayyidah memasang wajah murung seraya menyangga dagunya dengan kedua tangan di atas meja.“Ayo Sayang di minum! Ini buat penawar rasa pahitnya.” Abbas menyodorkan beberapa butir kurma di atas piring kecil di hadapannya.“Sehat-sehat, ya?!” sambungnya, Abbas mengusap kepala Sayyidah dengan lembut.“Hari ini libur dulu dong Bi?!” keluh Sayyidah dengan wajah lesu.“Eh!

  • Cinta Dalam Perjodohan   Bayi Tabung

    Setelah menjalani beberapa rangkaian pemeriksaan, Abbas kembali mengajak Sayyidah berkonsultasi kepada dokter di rumah sakit seraya membawa hasil pemeriksaan.Dokter berhijab itu menghembuskan nafasnya kasar sembari memperhatikan hasil laboratorium atas nama Sayyidah Fatimah Zahra tersebut.“Selain kista sepertinya ada masalah lain di kandungan Ibu,” kata yang terucap dari mulutnya.“Ada apa Dok?” sergah Sayyidah segera.Laki-laki yang duduk di sampingnya meraih tangannya, lalu menggenggam erat ... membuat rasa takut serta kekhawatiran Sayyidah kembali mundur.“Saluran tuba falopi rahim Ibu Sayyidah mengalami penyumbatan, sehingga menyebabkan sperma Pak Abbas tidak bisa membuahi sel telur Ibu. Mohon maaf sekali ....” Dokter wanita itu menjeda ucapan, terdengar helaan nafas dari mulutnya.“Dalam penilaian medis Ibu Sayyidah tidak bisa hamil, adapun jika ingin menjalani pr

  • Cinta Dalam Perjodohan   Apa Kita Bisa Punya Anak?

    Sayyidah berjalan mendekati sang suami yang telah berdiri menyambutnya. Abbas menuntun langkah kakinya untuk duduk di kursi yang berhadapan dengan dokter. “Kistanya berukuran 6,7 senti. Maaf sudah berapa lama Bapak dan Ibu menikah?” tanyanya. “Hampir tiga tahun, Dok,” jawab Abbas. “Kista tersebut bisa saja menjadi penyebab Ibu sulit hamil, akan tetapi masih banyak kemungkinan-kemungkinan lain yang menjadi penyebabnya.” “Maka dari itu saya akan memberikan surat rujukan agar Ibu Sayyidah menjalani HSG, yang bertujuan untuk mengevaluasi kondisi rahim dan saluran indung telur.” Ia menggoreskan tinta di atas lembaran kertas, lalu menyodorkannya kepada Abbas dan Sayyidah. ***** Suasana hening di dalam mobil, Abbas menatap lurus ke jalan tanpa sepatah katapun ucapan yang ia lontarkan sejak berada di rumah sakit, hingga sekarang. Sayyidah terus menatap wajah suaminya d

  • Cinta Dalam Perjodohan   Penyakit Sayyidah

    Menyadari sesuatu yang mungkin terjadi pada suaminya, Sayyidah beranjak ke dapur dan kembali dengan membawa segelas air putih.“Minum dulu Abi!” titah Sayyidah menyodorkan gelas sembari duduk di samping sang suami.Abbas meneguk air yang di berinya hingga tandas, lalu terdengar helaan nafas yang panjang keluar dari mulutnya."Alhamdulillah," ucap pelan Abbas seraya meletakkan gelas di atas meja.“Ada apa? Abi dari mana?” tanya Sayyidah seraya meraih kedua tangan sang suami dan menggenggamnya.Laki-laki yang ia tatap menghempaskan nafasnya kasar.“Karim sudah tiada, tadi abi menanti kedatangannya di pondok,” ucap Abbas pelan.“Innalillahi wa Inna ilaihi roji’un ... sejak kapan Bi? Berarti jenazahnya di bawa pulang dari Batam?” Sayyidah terbelakak.“Semalem salah satu pengurus mengabari abi. Iya, atas permintaan dari keluarga unt

استكشاف وقراءة روايات جيدة مجانية
الوصول المجاني إلى عدد كبير من الروايات الجيدة على تطبيق GoodNovel. تنزيل الكتب التي تحبها وقراءتها كلما وأينما أردت
اقرأ الكتب مجانا في التطبيق
امسح الكود للقراءة على التطبيق
DMCA.com Protection Status