Share

luka di antara kita

Author: Syahhsyy
last update Last Updated: 2025-07-05 17:31:50

Florence pagi itu masih dibalut kabut. Jendela kamar hotel mengembun, memantulkan dua bayangan yang terdiam di dalamnya. Averine duduk di tepi ranjang, memandangi surat yang belum ia serahkan. Sementara Darian berdiri di dekat jendela, membelakangi cahaya pagi.

"Kamu tidak tidur semalaman?" tanya Darian pelan.

Averine hanya mengangguk. “Aku mimpi tentang Eira. Tapi bukan Eira yang dewasa. Gadis kecil... yang berdiri di balik lukisan. Sendirian.”

Darian menoleh, cemas. “Mungkin itu cara Camilla ingin bicara padamu.”

Averine berdiri dan membuka salah satu map besar yang mereka bawa dari ruang rahasia Valente malam sebelumnya. Di antara berkas itu, satu sketsa tersembunyi: seorang bayi berambut ikal, digambar cepat namun penuh emosi. Tidak ada inisial. Tidak ada tanggal.

Averine menatapnya lama, lalu tanpa menoleh, bertanya lirih, “Kamu tahu ini sejak awal, bukan?”

Darian menghela napas. “Aku tidak tahu pasti. Hanya serpihan.”

“Serpihan?” Averine menoleh cepat. “Sketsa bayi. Surat ters
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Cinta Dalam Sangkar Rahasia   menentukan nama

    Pagi itu hujan turun tipis di Florence. Bukan hujan deras yang menghentak jendela, tapi yang lembut seperti bisikan mengalun pelan di sela-sela waktu.Averine duduk bersandar di kursi rotan di balkon, mengenakan kaus Darian yang kebesaran dan legging hitam. Tangan kirinya menggenggam secangkir cokelat hangat, sementara tangan kanan mengusap perutnya perlahan.Darian muncul dari balik pintu, rambut masih basah usai mandi, membawa sepiring croissant dan potongan apel. “Untuk ratu yang sedang bertarung dengan punggung pegal dan lapar tengah malam,” katanya, meletakkan piring di meja kecil.Averine menyambutnya dengan senyum kecil. “Punggungku rasanya kayak dipukul palu kecil setiap lima menit.”Darian duduk di hadapannya, menyeruput teh.“Waktu yang tepat untuk mulai mikirin nama bayi, gak sih?” tanyanya.Averine menoleh, setengah ragu. “Kamu yakin? Kita bahkan belum tahu dia laki-laki atau perempuan.”“Justru itu serunya.

  • Cinta Dalam Sangkar Rahasia   Pameran

    Galeri Valente malam itu penuh sesak. Cahaya putih lembut memantul di dinding kaca, menyinari lukisan-lukisan besar bertema "Identitas dan Cacat yang Indah" pameran tunggal pertama Eira.Averine berdiri di balik meja registrasi, mengenakan gaun panjang berwarna gading dengan potongan longgar. Perutnya, yang mulai menonjol di trimester kedua, disembunyikan dengan cermat di balik luaran dan sudut panggung.“Checklist katalog udah lengkap?” tanya Eira, menghampirinya dengan clipboard di tangan.“Sudah. Media juga udah datang. Dan tamu kehormatan masuk lewat pintu belakang,” jawab Averine sambil tersenyum, meski wajahnya terlihat sedikit pucat. Eira mengernyit. “Kamu nggak perlu terlalu banyak berdiri. Aku bisa panggil staf buat gantiin.” Averine menggeleng cepat. “Nggak, aku mau tetap di sini. Ini malammu.”Eira menatapnya beberapa detik. Ia tahu Averine keras kepala. Tapi ia juga tahu, sejak kehamilan ini, tubuh Averine lebih cep

  • Cinta Dalam Sangkar Rahasia   hari yang berubah

    Pagi itu, aroma telur orak-arik yang setengah gosong memenuhi apartemen. Bukan hal yang biasa. Averine mengerjap dari tempat tidur, mual naik begitu saja tanpa aba-aba. “Oh tidak,” gumamnya, buru-buru bangkit dan setengah berlari ke kamar mandi. Darian yang ada di dapur mendengar suara langkah tergesa itu. Ia meletakkan spatula, melepas celemeknya, dan menyusul. “Averine?” serunya, setengah panik. Pintu kamar mandi terbuka sedikit. Suara air keran dan napas berat terdengar dari dalam. “Aku di sini,” sahut Averine lemah. “Jangan masuk... belum cantik.” Darian nyaris tertawa meski khawatir. Ia bersandar di pintu, menunggu. “Yang gosong di dapur itu apa?” tanya Averine dari balik pintu. “Telur. Aku... belajar.” “Belajar ngeracunin istri hamil?” “Aku ikut kelas online. Judulnya ‘Sarapan untuk Suami Gugup’.” Averine tertawa k

  • Cinta Dalam Sangkar Rahasia   tahun pertama

    “Aku harus pakai sepatu ini juga?” Averine menatap tinggi haknya, lalu memandang Darian yang berdiri di depan pintu sambil memegang mantel panjang miliknya.Darian mengangguk pelan, senyumnya penuh arti. “Cuma sekali dalam setahun. Anggap saja ini bagian dari pesta kejutan.”Averine mendesah, tapi tetap mengenakannya. Sepatunya mengeluarkan suara lembut saat ia melangkah ke luar apartemen, menggenggam lengan Darian yang kini sudah siap menuntunnya ke mobil hitam mereka.Perjalanan malam itu terasa berbeda. Jalanan kota yang biasa mereka lewati terlihat lebih tenang. Tidak ada obrolan tentang pekerjaan. Tidak ada ponsel menyala. Hanya musik lembut dari radio mobil, dan suara jari Darian yang mengetuk setir mengikuti irama.“Setidaknya beri petunjuk sedikit. Aku pakai gaun ini tanpa tahu mau ke mana,” kata Averine pelan sambil melirik gaun sutra biru gelap yang membalut tubuhnya.Darian tertawa kecil. “Petunjuk? Oke. Ini tempat pertama

  • Cinta Dalam Sangkar Rahasia   Cermin yang tak retak

    Matahari pagi menyusup pelan, menelusup di antara celah-celah dinding beton atap. Udara masih sejuk, tapi tidak menusuk seperti malam tadi. Averine menggeliat pelan di bawah selimut, matanya masih setengah tertutup. Tubuhnya lengket oleh udara lembap dan sisa kehangatan yang menempel dari malam sebelumnya.Di sampingnya, Darian masih tertidur, satu lengannya melingkari pinggangnya. Nafasnya teratur, damai, dan entah kenapa, bunyinya lebih menenangkan dari lagu apa pun yang pernah Averine dengar.Ia menatap langit yang perlahan berubah warna. Lalu menatap Darian.Dan ia tersenyum. Ringan sekali. Seperti seseorang yang akhirnya selesai berlari dan boleh duduk sebentar.Lambat-lambat, ia mencium pipi Darian. Sekali. Lalu bergerak pelan untuk bangkit. Tapi baru beberapa detik ia duduk, Darian bergumam dengan suara berat karena baru bangun, “Mau kabur?”Averine menoleh. “Mau bikin teh.”“Kamu aja yang bikin. Aku masih... butuh pemulih

  • Cinta Dalam Sangkar Rahasia   (21+)

    Malam itu, atap bangunan tua tempat mereka pertama kali bicara tentang pernikahan terasa berbeda. Dulu dingin, asing, kaku. Sekarang... terasa seperti satu-satunya tempat yang bisa merangkul mereka tanpa menuntut apa-apa.Averine duduk lebih dulu, membentangkan selimut di atas lantai. Ia hanya memakai sweater longgar dan legging tipis. Angin malam merambat di kulitnya, tapi ia tak bergeming. Darian datang menyusul dengan anggur dan dua gelas, lalu duduk di sebelahnya. Dekat sekali. Terlalu dekat untuk pura-pura hanya teman tidur.“Kamu masih ingat... kamu pernah bilang gak akan pernah jatuh cinta sama aku?” tanya Darian pelan, matanya tak lepas dari wajahnya.Averine menoleh, senyum kecil muncul. “Dan kamu jawabnya, ‘Gak apa-apa. Asal kamu gak jatuh cinta ke orang lain.’”“Dan kamu akhirnya jatuh juga.”Ia tak membalas. Hanya memeluk lengan Darian dan menyandarkan kepalanya ke bahu pria itu. Ada sesuatu yang menggantung di udara kerinduan yang ditahan terlalu lama. Ketika akhirnya ia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status