Share

4

Author: Lavender
last update Last Updated: 2023-11-13 18:05:42

“Kamu hamil?” tanya Justin dengan bibir tersungging mengejek Amira yang menatapnya tanpa berkedip. “Dan kamu ingin aku bertanggung jawab, begitu?”

“Mau nggak?!” Amira berseru cukup lantang yang membuat Justin memundurkan kepalanya heran. “Toh kamu dipaksa untuk menikah demi mewarisi seluruh harta kekayaan Brotolaras, ‘kan? Dan bahagianya, Mamamu akan mendapatkan cucu sekaligus.”

Justin pernah mendengar temannya berkata jika kaum hawa memang penghuni bumi yang paling sulit untuk ditebak apa maunya. Mereka adalah sekumpulan manusia yang mencari penyakit telah menciptakan sebuah masalah. Mereka bertindak arogan padahal tahu tidak ada tameng di dalam dirinya saat sebuah fakta diungkapkan. Mereka akan menangis tersedu-sedu sambil menyalahkan kaum adam dengan berseru: kamu jahat!

“Siapa?” Justin menoleh dengan tangan meremas kemudinya kuat-kuat. Amira melihatnya dengan jelas hingga buku-buku kuku Justin memutih. “Siapa yang melakukan itu padamu? Aku tahu kamu bukan wanita bebas bak jalang di luar sana. Aku tahu kamu berbeda dari wanita lain sehingga Mamaku begitu ngotot menginginkan dirimu menjadi menantu Brotolaras. Katakan padaku! Beritahu aku dan aku akan menikahi kamu. Aku menerima calon bayimu tanpa terkecuali!”

Amira masih sempat-sempatnya membalas dengan decihan. Menatap Justin dengan pandangan super jijik dan memalingkan begitu saja. Jika sudah begini, pria mana yang tidak kebingungan? Justin bukannya marah atau tersinggung dengan pertanyaan Amira. Hanya saja, bisa tidak memberi penjelasan yang detail agar tidak menimbulkan kesalahpahaman?

“Kamu sedang unjuk gigi, ya, seakan-akan kamu mampu? Kamu sadar dari mana asalmu?” cibir Amira. “Kamu akan mengulangi kesalahan yang pernah dilakukan oleh Mamamu dengan menerimaku, begitu? Aku tidak tertarik ataupun tersentuh.”

“Jangan libatkan Mamaku, tolong. Mari kita singkirkan masalah orang tua masing-masing dan fokus saja dengan masalahmu. Kamu memancing niat baik seseorang untuk bertanggung jawab lalu melepasnya bak balon yang terbang terbawa angin. Kamu terlalu arogan untuk seorang wanita yang telah kehilangan masa depannya,” balasan Justin tak kalah pedasnya. Terakhir, Justin menyematkan kekehan yang membuat Amira menatap dengan sinis.

“Apa kamu pikir kamu yang paling layak untuk bertanggung jawab atas masalahku? Lagi pula, serius, kamu sangat percaya diri untuk aku meminta pertolonganmu. Aku bisa mengatasi masalahku sendiri. Aku bisa menemukan jalan keluar untuk semua perkara yang aku ciptakan. Aku hanya bertanya tentang pendapatmu saja. Jangan terlalu berlebihan, oke?” Amira bergegas keluar dari mobil Justin. “Ada menu baru di sini.”

Amira berjalan meninggalkan Justin yang masih duduk manis di dalam mobilnya. Pria itu berdecak dengan gerutuan kecil di bibirnya. Umpatan demi umpatan bergaung dalam kepala Justin. Mengeluarkan unek-unek tanpa ada si empunya nama bukan sesuatu yang etis untuk Justin lakukan. Hanya akan menimbulkan rasa dongkol tak berkesudahan.

***

Amira mengetuk-etukkan jarinya di atas meja. Setelah makan siang usai bersama Justin dan berakhir dengan saling diam selama perjalanan, Amira menyadari jika tindakannya terbilang keterlaluan. Tidak seharusnya mulutnya mengeluarkan unek-unek yang tidak tepat hanya untuk menguji seorang Justin Brotolaras. Mendengar cara bicaranya yang tegas dan siap bertanggung jawab padanya tanpa melihat apa masalahnya dan dari mana sumbernya, Amira yakin jika pria itu memang layak untuk dimiliki. Tapi apakah mungkin?

“Aku ini sudah rusak. Mana mungkin orang mau menikahiku di saat sudah rusak begini,” gumam Amira seraya menarik napasnya dalam-dalam. “Aku juga mau menikah tapi kenapa aku selalu sial dalam percintaan?”

“Mengeluh saja tidak akan menghasilkan apa-apa!” Vokal yang masuk ke dalam rungu Amira membuat wanita berbalut kemeja formal itu mendengkus penuh kekesalan. “Kamu harus memikirkan kandunganmu. Aku tidak ingin berkomentar terlalu panjang lebar tapi kamu melupakan letak otak yang sebenarnya. Kenapa bisa-bisanya kamu kebablasan sampai hamil?”

“Diam!” bentak Amira dengan wajah lucu yang diberi tanggapan usapan pada kepalanya. “Berhenti memperlakukanku seperti anak kecil!” Tangan kekar itu menjauh dari kepala Amira yang berwajah kusut. “Aku hanya penasaran dan tidak berminat untuk menikah. Jika bisa aku membesarkan seorang diri, kenapa tidak?”

“Kamu bosan hidup?” tanya si pria sarkas. Kedua tangannya terlipat dan bibirnya tersungging penuh ejekan. “Aku bisa membantumu jika memang ingin mengakhiri hidup.”

“Apa yang kamu ketahui tentang hidup? Kamu selalu menjadi sempurna untuk kedua orang tuamu dan mengalah dengan mengorbankan hidupmu sendiri. Lalu sekarang kamu berkomentar tentang kehidupan yang sesungguhnya. Ada kaca di sebelah sana, Kevin.”

Pria yang disebutkan namanya sebagai Kevin oleh Amira itu mendudukkan dirinya di samping Amira. Wanita ini pernah mentahtai hati Kevin. Namun sayang, karena Kevin yang tidak berpegang teguh pada prinsipnya, Amira memilih hengkang.

“Aku juga ingin bahagia bersamamu. Tapi kamu menolakku dan mengejar Justin yang bukan apa-apa. Semua orang tahu bahkan publik pun tahu. Kenapa dia?” Kevin penasaran sementara Amira acuh. “Kenapa harus dia?”

Amira menoleh dengan kedua mata menyipit. Lalu menunjuk wajah Kevin menggunakan garpunya yang masih belepotan cokelat. “Jika kamu mampu melawan kehendak Mamamu, ayo menikah. Tapi jika tidak bisa membawa serta bayi ini ke dalam keluarga Kusumo, maka jangan berharap apa pun lagi padaku. Kita tetap menjadi teman dan beri aku sekat karena aku merasakan nyaman saat menjadi temanmu. Bagaimana?”

***

“Aku bingung.” Justin menyulut rokok dengan koreknya. “Serius, aku nggak ngerti jalan pikiran wanita itu seperti apa. Mereka asal ngomong tapi setelah diberi respons justru merendahkan dan bersikap arogan.”

“Amira?” tanya Pandu menebak. “Kamu nggak seharusnya terlibat dengan Amira. Dia itu terkenal dengan mulutnya yang pedas.”

“Aku nggak pernah masalah dengan itu. Kita sama-sama memiliki mulut dengan level kepedasan cabe 50 kilo.”

Ayolah! Kalian para wanita yang memiliki pemikiran rumit, sadarlah! Tidak semua yang kalian inginkan harus selalu terwujud. Pikirkan kami, kaum adam yang selalu kalian tindas dengan kata-kata kejam. Jangan mencari masalah dengan kami. Jangan merasa seolah-olah paling tersakiti padahal masalah itu kalian sendiri yang mencari. Kalian seharusnya cukup diam dan bertanya ketika memang di rasa perlu. Lalu percaya dengan jawaban kami yang memang benar adanya. Jangan kalian ungkit masalah yang telah berlalu selama bertahun-tahun. Lihat saja detik ini yang sedang terjadi dan kita temukan solusi bersama-sama.

“Ya sudah, kalau sudah merasa yakin dan bisa. Cuma perlu nikahin dia, ‘kan?”

Jusin berdecak. Pandu dan otaknya yang kecil sungguh perpaduan yang menguras energy.

“Menikah bukan hal yang sulit. Aku perlu pemahaman bahwa saat aku menjawab ya artinya aku serius.”

“Katanya nggak masalah. Kenapa sekarang mengeluh? Wanita seperti Amira nggak bakalan mau mengerti perkara begituan. Kamu ditanya dan mengajukan tanya justru bikin dia naik darah.”

“Terus aku nggak punya hak buat bertanya, begitu?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Diamnya Sang CEO   105

    Eksistensi keseriusan lelaki berperawakan tinggi tampan bak model terkenal itu duduk dengan tenang sembari melayangkan jemarinya di atas laptop. Mengetik beberapa file penting lantas mencetaknya. Otak pintarnya bahkan habis hanya untuk memikirkan masalah yang bukan miliknya.Rambut hitam pekatnya telah lebih dulu acak-acakan meski waktu baru saja menunjuk tepat di angka sepuluh. Masih sangat pagi hanya untuk menjadi sekedar berantakan. Dirinya akan sangat gila mengurus masalah ini, sekaligus. Sepupunya yang merangkap menjadi bos di tempatnya bernaung juga istrinya yang gila. Bagaimana tidak jika harus selalu memberi kabar dan info apa-apa saja yang lelaki itu lakukan. Bunuh saja sekarang!Kini lantas deringan telepon entah dari saluran berapa membuatnya semakin menggeram kesal. Melempar kasar satu-satunya berkas dan segera melayangkan tangan mengangkatnya. Kerutan demi kerutan menghiasi wajah tampannya—hingga membuat beberapa wanita di bilik meja kerjanya mengerang histeris."Kau sung

  • Cinta Diamnya Sang CEO   104

    Memahami makna dari pengorbanan. Bisa kau lepaskan semuanya. Lepaskan semuanya dan datang padaku. Mendekat padaku dan berbagi dunia. Aku berikan duniaku dan kau berikan duniamu.Tidak! Kau tak perlu khawatir dan bertanya bagaimana. Aku sudah menggenggammu. Aku menggenggam tanganmu dan kita saling memberikan. Mata dengan mata. Ingat apa yang aku katakan.Kau tak perlu takut. Tidak, aku sudah lebih dulu menggenggammu.****Jemari lentik Valerie bergerak luwes membenarkan letak kancing kemeja yang Justin kenakan dengan santai. Bibirnya tak sedikitpun tertekuk meski perlakuan manja Justin amat mengganggunya. Tapi tidak. Bagi gadis berumur 23 tahun itu adalah sebuah kesenangan tersendiri menyaksikan wajah manja kekasih tampannya itu.Setelah merajuk habis-habisan lantas merayunya dengan godaan dan hasilnya ya. Tak cukup memuaskan, toh pada akhirnya Justin luluh. Mengikuti ucapannya untuk datang."Aku suka gaunnya Justin," ucap Valerie diselingi senyuman manis. "Terima kasih, King," bisikny

  • Cinta Diamnya Sang CEO   103

    Jika melepas adalah ungkapan kata yang selaras dengan tindakan, bisa jelaskan padaku adakah rasa sakit? Jika ada, bisakah berhenti dan biarkan genggaman tangan ini tetap bertaut. Aku tak bisa—walau aku sudah memaksa. Genggaman tangan ini, kau tahu? Meski ini erat, kehangatan yang tersalur bahkan tak mampu memberi ketenangan, sedikit pun.Kau tahu soal sakit tapi tak berdarah? Sepertinya inilah definisi rasa sakit tapi tak mengeluarkan setetes darah pun. Sedikit saja tidak. Kau bisa melihatnya dengan jelas sekarang.Jadi, apa kau bisa memberi kesimpulan rasa sakit yang sebenarnya? Tidak, jika kau tak bisa memberi kesimpulan setidaknya jelaskan padaku definisi yang pantas untuk kata sakit.Ah, apa kau pernah di paksa menjauh dari orang tercintamu? Semacam kehilangan. Mau tidak mau kau harus merelakan kepergiannya. Mau tidak mau kau harus melepaskannya. Secara paksa. Aku tekankan sekali lagi. Secara paksa."Katanya ombak tak pernah meninggalkan lautan. Katanya batu karang di tengah lauta

  • Cinta Diamnya Sang CEO   102

    Beruntungnya semua itu hanya mimpi. Sekali pun terlihat nyata di malam-malam panjang Xander, fakta bahwa tidur sendiri tanpa Amora di sisinya sungguh sebuah penyiksaan. Peluh Xander memenuhi kaos putihnya. Dahinya basah total selayaknya lari maraton. Dan mimpi tadi, benar-benar bukan doa Xander selama perjalanan rumah tangga keduanya.Bangkit dari ranjangnya. Masih dengan badan yang tremor dan lirikan mata pada jam di dinding. Selalu di jam dua dini hari. Ada apa dengan waktu dua dini hari?Xander mendengus. Menuju wastafel dan mencuci mukanya. Selesai dengan urusan wajahnya, Xander raih ponsel guna menghubungi sang istri.'Salah siapa yang sibuk bekerja?' Itu ejekan Amora tiap kali dirinya mengeluh. Meski begitu, Amora selalu memberikan jawaban-jawaban menenangkan. Itu sedikit membuat Xander tenang. Tapi tidak dengan deringan telepon yang tak kunjung di jawab. Xander terus mencoba sampai telepon dengan nama pemanggil yang lain masuk."Ya Will?"William murka di seberang sana. "Henti

  • Cinta Diamnya Sang CEO   101

    Xander sideAku diam termangu menatap nanar gundukan tanah merah di depanku. Menyembunyikan cairan bening yang hampir terjatuh di balik kaca mata hitam yang bertengger dihidung mancungku. Tampar aku jika semua ini benar, meski, kenyataan yang aku terima benar adanya. Memang nyata adanya. Himpitan beban pada rongga dadaku seakan enggan memberiku sedikit, saja, setidaknya ruang untukku menghirup udara sekedar menarik napas. Berkali-kali sejak semalam aku sudah memukul dadaku berulang ulang agar terasa longgar dan hasilnya sama. Nihil. Sesak itu kembali datang.Jika aku berkata ini seperti mimpi, bisa tolong bangunkan aku? Atau tampar saja wajahku berulang ulang agar aku segera terbangun dan tidak mendapati kenyataan pahit seperti ini.Tidak. Ini pasti salah. Dokter sialan itu pasti salah memeriksa Amora. Tidak mungkin Amora meninggalkanku. Tidak. Ini tak boleh terjadi. Tidak. Ini bahkan terlalu cepat untuk mengakhiri semuanya. Ini harus berhenti. Dan tolong hentikan semuanya sekarang ju

  • Cinta Diamnya Sang CEO   100

    Xander sideIni sudah lebih dari satu bulan sejak kepindahanku membawa Amora kebelahan Negara lain. Menjauh dari hiruk pikuk kesibukan kota yang memenatkan. Mengasingkan diri dari kesibukan yang akan menyita waktuku. Aku lebih memilih memfokuskan pada pemulihan Amora.Terhitung sejak kejadian penculikan itu, Amora seperti enggan untuk membuka kedua bola matanya. Aku hanya mencoba berpikir realistis. Mungkin saja dia lelah. Lelah dengan apa yang telah di alaminya. Atau mungkin saja dia enggan bertemu denganku dan memberiku hukuman atas semua keteledoranku.Sampai saat ini aku bahkan belum menemukan jawaban tepat ketika suara lembut yang sangat aku rindukan, nantinya bertanya, di mana bayiku?Entah apa yang akan aku jawab. Yang pasti memberi tahu semuanya akan lebih baik dari pada menutup kemungkinan untuk berbohong.Beberapa dokter dan perawat selalu memantau setiap harinya. Mengecek setiap kondisi detak jantung yang sebenarnya mulai normal. Lalu kenapa Amora enggan membuka kedua bola

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status