Share

Bab 4

Author: Nayla
"Apa?" Devan sempat mengira dirinya salah dengar.

Scarlett mengulangi perkataannya lagi, tetapi Devan masih sulit percaya. "Scarlett, kamu mau main tipu muslihat apa lagi?"

"Aku serius."

"Devan, aku akan merestui hubunganmu dengan Vivian. Aku sudah hubungi pengacara. Sekarang aku di kamar rumah sakit di lantai atas. Kalau ada waktu, datanglah, kita bicarakan soal perceraian ...."

Belum selesai Scarlett berbicara, Devan seperti tiba-tiba memahami sesuatu. Dia tersenyum dingin, lalu menyela, "Aku sibuk."

Setelah itu, Devan langsung menutup telepon dan tertawa kesal. Perilaku Scarlett belakangan ini memang adalah trik untuk memancing reaksinya. Wanita itu berbicara panjang lebar tadi pasti supaya dia mau menemuinya. Perceraian itu hanya umpan. Hampir saja dia percaya.

Selama bertahun-tahun, Devan juga pernah memaksa Scarlett bercerai. Dia bersedia memberinya separuh harta, memberinya semua yang bisa diberikan, tetapi Scarlett menolak.

Kemudian, dia berniat membuat Scarlett mengajukan perceraian sendiri. Dia sengaja memeluk wanita lain di depan matanya, bersikap dingin di depan Keluarga Laksmana, mengabaikannya di depan teman. Kalau wanita lain, pasti sudah minta cerai, tetapi Scarlett tidak.

Awalnya Devan mengira Scarlett serakah, ingin lebih. Sampai akhirnya, dia sadar selama ini yang Scarlett inginkan hanyalah dirinya.

Devan tak bisa menahan senyuman sinis. Dia bisa memberikan segalanya pada Scarlett, kecuali dirinya sendiri.

[ Aku dan Vivian nggak ingin bertemu denganmu, urus dirimu sendiri. ]

Setelah mengirim pesan itu, Devan tidak peduli lagi, langsung naik ke lantai atas. Dia berharap Scarlett kali ini bisa sadar diri. Kalau tidak, dia tidak keberatan mengusirnya dari rumah sakit di depan umum.

Menerima pesan Devan, Scarlett menatap pesan yang dingin itu. Dia tersenyum pahit. Meskipun sudah siap mental, hatinya tetap terasa sedikit dingin. Ternyata ketidakpercayaan Devan padanya sudah sejauh ini. Lima tahun pernikahan, gagal total.

Namun yang mengejutkan, dia tidak merasakan kesedihan seperti biasanya, malah lebih tenang. Mungkin kejadian ini membuatnya benar-benar sadar.

Kurang dari beberapa menit, Scarlett menerima kenyataan bahwa Devan tidak ingin menemuinya. Dia bersiap untuk beristirahat, memulihkan tubuhnya.

Menjelang sore, seorang perawat menemui Scarlett, dengan halus memintanya pindah rumah sakit. "Dokter Ryan bilang Ibu butuh istirahat yang baik. Beliau sudah hubungi rumah sakit lain. Kalau Ibu keberatan, boleh langsung bicara dengannya."

Mendengar nama Ryan, Scarlett langsung paham. Direktur rumah sakit ini adalah ayah Ryan. Meskipun Ryan hanya dokter magang di sini, perkataannya pasti didengar. Ini jelas adalah upaya Ryan secara terang-terangan untuk mengusirnya.

Scarlett tidak ingin menyulitkan perawat itu dan mengangguk setuju. Dengan memegang tulang janin yang dia dapat dari dokter, dia perlahan turun dari ranjang.

Melihatnya kesulitan, seorang perawat merasa kasihan. "Kalau pasien nggak setuju, dokter nggak bisa memindahkan pasien sembarangan. Ibu juga bisa komplain, nomor pengaduan rumah sakit ...."

"Nggak perlu," sela Scarlett sambil memaksakan senyuman. Dia tahu perawat itu baik, tetapi dia juga tahu yang mengusirnya adalah Ryan. Tanpa izin Devan, Ryan tidak akan berani. Tidak akan ada gunanya komplain. Kalau Devan tidak ingin bertemu, dia pasti punya banyak cara untuk membuatnya pergi.

Setelah mengucapkan terima kasih pada perawat, Scarlett tidak tinggal lebih lama. Menahan tubuh yang masih sakit, dia keluar dari rumah sakit dengan tertatih-tatih.

....

Di ruang rawat VIP.

"Devan, mikirin apa?" Vivian menatap sosok gagah yang berdiri di dekat jendela. Sejak kembali ke kamar, Devan diam cukup lama, entah memikirkan apa.

"Nggak ada apa-apa," jawab Devan yang tersadar dari lamunannya. Dia melangkah dengan kaki panjang dan lurus, menuju ranjang Vivian. Ketika dia berbalik, sosok kurus dan pincang di lantai bawah kebetulan lewat.

Devan sampai di samping ranjang Vivian, merapikan selimut untuknya. Merasakan kelembutan tangannya, Vivian tersenyum. Selimut sutra ini khusus dipesan oleh Devan, agar Vivian tidak merasa pengap. Bahkan ada TV yang dipasang atas permintaan Devan. Memikirkan ini membuat hatinya terasa hangat.

Tiba-tiba, Vivian teringat pada Scarlett yang tampak pucat dan berdiri di pintu kamar. Dia menahan senyumannya. Dia ingin meraih wajah Devan, tetapi Devan seolah-olah tahu dan mundur sedikit. Tangan Vivian pun menggantung di udara dengan canggung.

Devan tetap santai, lalu bertanya, "Kapan kamu berencana balik ke luar negeri?"

Vivian sedikit kecewa. Dia tidak mengerti satu hal. Devan begitu peduli padanya, bahkan mengingat siklus menstruasinya, tetapi selalu menolak kedekatannya. Sambil menahan rasa kesal, Vivian pun tersenyum menggoda. "Kamu ingin aku pulang kapan?"

Devan diam.

Vivian mengerti maksudnya dan tertawa ringan. "Kali ini, aku nggak berencana pulang. Lagi pula, orang yang aku suka masih di sini."

Dia menatap Devan tanpa berkedip.

Devan terlihat canggung, lalu berdiri dan menghindari pandangan Vivian. "Jangan main-main, aku sudah menikah."

"Tapi 'kan kamu nggak mencintainya?" Vivian tidak menunggu jawaban Devan, langsung menghela napas dan bertanya, "Devan, kalau kamu nggak suka Scarlett, pernah terpikir untuk cerai?"

Mata Devan menatap dalam-dalam. Perasaan gelisah yang tak jelas muncul di benaknya. Dia teringat kata-kata Scarlett soal perceraian tadi, lalu mencibir. "Memang kami akan cerai, tapi sekarang belum waktunya."

Scarlett sudah mengacak hidupnya sampai kacau, lalu mau pergi begitu saja? Itu terlalu mudah baginya. Selain itu, apa mungkin Scarlett rela bercerai dengannya? Omong kosong. Kecuali kalau otaknya terguncang karena kecelakaan.

Kecelakaan? Begitu pikiran itu muncul, senyuman Devan membeku di bibir. Sikap Scarlett tadi sepertinya berbeda dari biasanya. Apakah dia benar-benar terluka parah sampai berdampak pada otaknya?

Memikirkan ini, Devan merasa gelisah. Dia mencari alasan, lalu meninggalkan ruang rawat Vivian.

Dia naik ke lantai atas, mencari nomor kamar Scarlett yang tadi disebut di telepon. Namun, saat melihat ke dalam, Scarlett tidak terlihat. Kamar kosong, hanya ada dua perawat yang sedang membereskan barang.

"Pasien yang tinggal di sini mana?" tanya Devan.

Melihatnya, perawat bingung. "Sepertinya sudah keluar rumah sakit."

'Keluar rumah sakit? Sepertinya lukanya nggak parah', pikir Devan.

Dia menahan tawa sinis, merasa heran dirinya benar-benar naik ke lantai atas untuk memeriksa. Dia pun berbalik untuk pergi.

Saat ini, perawat lain berkata, "Pasien ini cukup malang. Kecelakaan, keguguran, baru saja selamat dari maut, tapi langsung disuruh keluar rumah sakit."

Langkah kaki Devan berhenti. Mata hitamnya menatap tajam ke perawat. "Kamu bilang apa? Keguguran?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Siti Zainul Azizah
novelnya sangat menarik
goodnovel comment avatar
Rosmaini Mini
novelnya menarik sekali
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Cinta Mati Bersama Kepergian Buah Hati   Bab 264

    Henry mengira dia salah dengar. "Apa?"Mavin mengulang lagi kalimat barunya barusan. "Membuat teknologi bisa diakses oleh masyarakat luas, bukankah itu tujuan utama dari penelitian kita?""Kalau dibilang begitu sih benar, tapi ...." Henry berpikir sejenak, lalu menimbang kata-katanya. "Mavin, kamu pasti tahu, kesan pertama orang terhadap sebuah merek itu sangat penting. Begitu UME terlalu lama bertahan di pasar bawah, kesan itu akan tertanam di benak konsumen, dan sulit sekali dihapus.""Grup Laksmana melayani pasar menengah ke atas, jadi setiap kali orang mendengar nama Grup Laksmana, mereka akan langsung mengaitkannya dengan kesan elegan, eksklusif, dan sulit dijangkau. Sedangkan kalau UME berfokus di pasar bawah, setiap kali orang mendengar nama kita, kesan yang muncul bisa saja murahan.""Tanpa sadar, orang akan menganggap kita satu tingkat di bawah Grup Laksmana."Melihat ekspresi Mavin yang tetap tenang, Henry mengira penjelasannya masih belum cukup jelas. Dia menambahkan dengan

  • Cinta Mati Bersama Kepergian Buah Hati   Bab 263

    Devan kedinginan sampai giginya gemeretak. Beberapa kali dia ingin mengeluarkan ponsel dan mengirim pesan pada Scarlett, tapi akhirnya dia menahan diri. Scarlett memang bilang sudah tidak apa-apa, tapi dia tahu wanita itu masih marah padanya.Sebenarnya, Devan cukup menganggap rendah dirinya sendiri karena harus memakai taktik menarik simpati seperti ini. Namun dia juga tahu kalau tidak memakai sedikit taktik, Scarlett tidak akan mau pulang bersamanya.Entah berapa lama kemudian, Devan kembali tertidur dalam keadaan setengah sadar.Sementara itu, Scarlett belum sempat memasang kamera pengawas di rumah, jadi dia tidak tahu kalau sudah ada orang yang masuk ke sana.Dia sedang sibuk bersama Henry dan manajer penjualan mempromosikan produk baru UME kepada beberapa calon distributor di Kota Nordigo, berusaha memperluas jalur penjualan dan sebisa mungkin merebut lebih banyak pangsa pasar.Scarlett mengeluarkan tumpukan kartu nama yang sebelumnya dia kumpulkan, lalu memberanikan diri menelepo

  • Cinta Mati Bersama Kepergian Buah Hati   Bab 262

    Gambaran itu berputar di kepalanya seperti kilasan film yang tak berhenti.Musim dingin. Salju putih menutupi jendela. Scarlett menuruni tangga ketika Devan sedang membaca koran dengan langkah ringan, lalu diam-diam berlari dan menyelip ke dalam pelukannya sambil tertawa kecil."Devan, tubuhmu dingin sekali.""Kamu bisa masuk angin kalau begini. Ayo, pasang penghangat tubuhnya."Sambil berkata demikian, Scarlett menempelkan kantong penghangat kecil ke tubuhnya. Tangannya yang halus dan hangat menyusup ke balik sweter Devan, kehangatannya menembus lapisan tipis kemejanya. Devan menatap wajahnya dan seketika tak lagi punya pikiran lain.Rasa panas menjalar ke perutnya. Dia menangkap tangan Scarlett dan membalikkan tubuhnya, lalu menindihnya di atas sofa. Tubuh wanita itu seperti memiliki daya tarik yang mematikan. Sekali tersentuh, mustahil untuk melepaskannya lagi.Devan menyukai tubuhnya dan karena itu dia tidak pernah berusaha menahan diri terhadap hasratnya.Devan pernah benar-benar

  • Cinta Mati Bersama Kepergian Buah Hati   Bab 261

    Suara Devan terdengar serak dan rendah, bahkan ada sedikit nada ragu di dalamnya. Sangat berbeda dari dirinya yang biasanya selalu terdengar sombong dan penuh keyakinan.Scarlett sempat terdiam sejenak. Jarang sekali dia mendengar Devan berbicara dengan nada seperti itu. Bahkan hampir tidak pernah dia mendengar Devan bertanya dengan cara seperti itu.Devan bukan tipe orang yang peduli pada perasaan orang lain, apalagi perasaannya. Devan selalu tinggi hati, selalu merasa benar. Namun setelah bersama Vivian sekarang, ternyata bahkan kepribadiannya pun berubah.Scarlett tidak tahu kenapa Devan tiba-tiba menanyakan hal itu. Memang, dia sedikit kesal. Siapa pun akan marah jika tiba-tiba dibangunkan tengah malam karena hal sepele dan tidak bisa tidur lagi setelahnya.Namun, dia juga tidak mau membuang waktu berdebat untuk hal kecil seperti itu.Scarlett berkata, "Untuk kali ini, anggap saja nggak apa-apa. Tapi aku harap hal seperti itu nggak terulang lagi." Dia mengatakannya dengan nada data

  • Cinta Mati Bersama Kepergian Buah Hati   Bab 260

    Vivian tidak menyadari ada yang aneh. Dia membuka kotak makan satu per satu dan menatanya di atas meja. "Devan, makan dulu, ya."Devan mencium aroma makanan itu, tapi tiba-tiba perutnya terasa mual. Koki di kantin Grup Laksmana semuanya adalah koki terkenal yang dibayar mahal. Makanan mereka selalu terlihat menarik dan lezat. Namun, saat ini Devan justru merasa ingin muntah. Wajahnya tampak pucat dan barulah Vivian menyadari ada yang tidak beres."Devan, kamu kenapa?" katanya sambil mengangkat tangan dan menyentuh dahinya. "Panas sekali? Kamu sakit? Aku antar kamu ke rumah sakit."Mendengar hal itu, Devan tertegun sejenak. Sakit?Entah kenapa, tiba-tiba dia teringat, selama bertahun-tahun ini, bahkan ketika dia hanya batuk sekali saja, Scarlett akan langsung panik seolah menghadapi keadaan darurat, sampai rela menjaganya 24 jam penuh.Scarlett selalu peduli pada kesehatannya. Meskipun belakangan ini Scarlett marah dan tidak banyak bicara dengannya, kalau tahu dia sakit, Scarlett pasti

  • Cinta Mati Bersama Kepergian Buah Hati   Bab 259

    Scarlett tidak membuka foto itu dalam ukuran penuh, tapi dia sudah bisa menebak alasan Vivian mengirimkannya adalah hanya untuk memamerkan kedekatannya dengan Devan.Dia langsung menghapus kontak Devan dan memasukkannya ke daftar blokir. Dulu dia masih menyimpan kontak Devan karena ingin membahas urusan saham Grup Laksmana, juga karena khawatir ada masalah administrasi setelah perceraian. Namun kalau isi percakapan mereka hanya akan seperti ini, menurutnya sudah tidak ada gunanya lagi.Namun begitu tahu bahwa Devan kini sedang bersama Vivian, Scarlett tidak lagi ragu. Setelah membereskan barang-barangnya, dia bersiap memesan taksi untuk kembali ke apartemen sewanya."Aku antar kamu," kata Edric.Scarlett menolak, "Nggak usah. Nanti aku bisa bawa mobil sendiri ke kantor. Kamu urus saja urusanmu."Beberapa hari lalu, Devan sempat menyuruh orang membawa mobilnya untuk diperbaiki. Katanya, mobil itu sudah tidak bisa dipakai dan dia menggantinya dengan mobil baru. Namun, Scarlett tetap meng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status