Share

Bab 3

Author: Nayla
Di dalam kamar rumah sakit, Ryan masih dengan antusias menceritakan kepada Vivian bagaimana Devan bersikap dingin terhadap Scarlett selama dirinya pergi.

"Pernah sekali, Scarlett sampai mengancam Kak Devan dengan menyayat pergelangan tangannya, bahkan mengirim foto pada Kak Devan. Tebak apa yang terjadi?"

"Kak Devan sama sekali nggak peduli. Dia langsung pulang, mengusir Scarlett dari rumah. Dia bilang kalau mau mati, mati saja di luar, jangan kotorin rumah."

Sebenarnya Ryan juga hanya mendengar dari orang lain. Dikatakan saat itu suhu di luar di bawah nol, Scarlett kedinginan di luar sampai darah percobaan bunuh diri mengental. Ryan pun merasa lucu sekaligus kasihan.

"Sikap Kak Devan padanya jelas sangat dingin. Coba lihat sikap Kak Devan padamu. Kalau kamu di luar negeri demam saja, Kak Devan pasti ...."

"Sudah, kamu bicara terlalu banyak," sela Devan dingin sebelum Ryan selesai berbicara.

"Cih, malu sendiri ya? Kak Vivian, lihat Kak Devan mengancamku. Kamu nggak mau turun tangan?" ejek Ryan.

Vivian menutup mulut sambil tertawa tanpa berkata apa-apa. Devan merasa ada sesuatu yang rumit di hatinya dan tak bisa dijelaskan.

Kebetulan, saat itu Ryan sudah mengurus ruang VIP untuk Vivian. Tanpa berbasa-basi, Devan mengambil berkas dan pergi mengurus administrasi.

Ryan menopang dagunya sambil menatap punggung Devan, lalu mengedipkan mata ke Vivian dan berbisik, "Lihat? Setiap kali berkaitan dengan dirimu, Kak Devan akan sangat serius."

Suaranya lirih sehingga Devan tidak mendengar.

Devan membawa berkas ke lantai bawah, membayar biaya, dan khusus memilih ruang rawat yang tenang untuk Vivian.

Setelah urusan selesai, dia tak bisa menahan diri untuk memikirkan Scarlett. Dia pun mengeluarkan ponsel, baru melihat panggilan dan pesan dari Scarlett.

[ Kami dokter Rumah Sakit Murni. Kami sudah beberapa kali menelepon, tapi nggak diangkat. Kami ingin memberitahukan bahwa Bu Scarlett mengalami kecelakaan dan membutuhkan tanda tangan untuk operasi. Mohon segera ke rumah sakit! ]

Rumah Sakit Murni. Kebetulan itu adalah rumah sakit tempatnya berada sekarang.

Devan terdiam dua detik, tak kuasa mengingat ucapan Ryan tadi. Dia ingat, sejak kejadian percobaan bunuh diri Scarlett, Scarlett memang berubah banyak. Dulu Scarlett selalu menelepon berulang kali, tetapi lama-kelamaan menjadi semakin jarang.

Kadang ketika dia pulang malam, Scarlett pun tidak mencarinya. Ini sungguh aneh. Tanpa sadar, Devan menghubungi balik.

....

Scarlett sedang duduk di ranjang rumah sakit. Dia baru saja bertanya pada pengacaranya tentang urusan perceraian. Saat menerima panggilan Devan, dia pun terkejut.

Dia sudah siap bahwa Devan tidak akan menghubunginya sepanjang hari, tetapi ternyata Devan justru meneleponnya.

Padahal setiap kali Vivian kembali ke Kota Nordigo, Devan selalu fokus 24 jam penuh padanya dan tidak pernah memikirkan Scarlett.

Setelah terdiam sejenak, Scarlett mengangkat telepon. Begitu tersambung, Devan sedikit terkejut. Rasanya kesal. Ternyata ini hanya trik Scarlett untuk memancing reaksinya. Dia malah tertipu?

Namun, sekarang sudah terlambat untuk menutup telepon. Devan merendahkan suaranya, bertanya dengan dingin, "Di mana?"

"Di rumah sakit," jawab Scarlett dengan jujur.

Devan terkekeh-kekeh sinis. Suara Scarlett terdengar tenang dan kuat, sama sekali tidak seperti orang yang baru saja mengalami kecelakaan.

"Katanya kamu kecelakaan. Gimana kondisimu?" tanya Devan lagi. Suaranya tetap dingin tanpa emosi, membuat Scarlett termangu sesaat.

Apakah ini bentuk perhatian dari Devan? Padahal sebelumnya, dia tidak pernah peduli pada kondisi Scarlett, apalagi meneleponnya.

Scarlett merasa sedikit tidak nyata. Matanya tiba-tiba perih, dadanya seperti ditimpa oleh batu besar di atasnya. Dia menaruh tangan di perut sambil berpikir, mungkinkah Devan masih peduli padanya?

"Sudah lebih baik, tapi ...." Scarlett ragu, apakah harus memberitahukan soal anaknya.

Di seberang, terdengar suara Devan lagi. "Kalau nggak ada masalah, pulang saja. Vivian kecelakaan. Dokter bilang tubuhnya lemah. Sekarang dia perlu perawatan, jadi kamu pulang saja dan buatkan makanan bergizi untuknya supaya bisa lebih cepat pulih."

Mendengar itu, sedikit kehangatan di hati Scarlett seketika berubah dingin. Perkataan yang dia kira adalah perhatian itu menjadi sangat konyol.

Dulu saat Devan terus mabuk, Scarlett memasak sup selama sebulan untuk merawat tubuh Devan. Dia tidak berharap Devan terharu. Namun, dia tidak menyangka Devan akan menganggap itu wajar, bahkan menyuruhnya melakukan hal itu untuk wanita lain.

Scarlett tersenyum pahit. Bertahun-tahun pernikahan mereka ternyata hanyalah lelucon.

Devan selalu mengawasi Vivian 24 jam. Jika Vivian flu ringan, dia akan selalu menjadi orang pertama yang tahu. Kemudian, dia akan naik penerbangan malam hari demi merawat Vivian. Kini, Scarlett mengalami kecelakaan serius, tetapi Devan menganggapnya hanya masalah sepele.

"Urus saja sendiri," kata Scarlett dengan dingin.

Devan menyahut, "Vivian cukup pemilih, masakan orang lain nggak cocok."

Scarlett tertegun, lalu tertawa. "Devan, aku ini istrimu, bukan pembantumu."

"Maksudmu?" Devan mengerutkan alis.

"Seperti yang kukatakan tadi. Aku nggak akan buatkan makanan bernutrisi apa pun." Ini pertama kalinya Scarlett menolak permintaan Devan.

Devan mengerutkan alis, lalu memahami maksudnya dan mulai tak sabar. "Scarlett, kamu cemburu lagi?"

"Aku ini satu-satunya orang terdekat Vivian di dunia ini. Kalau aku nggak peduli padanya, siapa lagi yang bakal peduli padanya? Lagi pula, jangan lupa, posisimu itu dulunya miliknya. Kalau bukan karena kamu menikah denganku, istriku sekarang seharusnya adalah dia."

Ucapan itu membuat Scarlett merasa sesak. Devan sering mengatakan itu. Setiap kali mendengarnya, Scarlett tidak bisa berkata apa-apa.

Dulu, ayah Devan mengalami gagal ginjal dan membutuhkan donor. Golongan darahnya langka dan hanya ibu Scarlett yang cocok. Ibu Scarlett bersedia mendonorkan ginjalnya, tetapi dengan syarat Scarlett menikah dengan Devan.

Namun, operasi bermasalah dan ibu Scarlett kritis. Sebelum meninggal, di depan media, dia meminta Scarlett menikah dengan Devan.

Saat itu, Devan sedang berpacaran dengan Vivian. Keluarga terus memaksa sehingga akhirnya Scarlett dan Devan bertunangan. Sementara itu, Vivian pergi ke luar negeri karena patah hati.

Kemudian, saat mengurus barang peninggalan ibu Scarlett, keluarga menemukan surat penyakit dan surat wasiatnya. Ternyata ibu Scarlett sejak awal tahu hidupnya tak lama lagi. Tujuannya memang agar Scarlett menikah dengan Devan.

Scarlett menjadi sasaran hinaan. Dia berkali-kali ingin menolak pernikahan ini, tetapi akhirnya menyerah. Jika menolak, kematian ibunya akan sia-sia.

Selama ini, dia selalu menahan diri. Namun, kali ini tak ada lagi yang perlu ditahan. Dia berpikir, jika ibunya melihatnya seperti ini, ibunya pasti juga akan sedih.

"Kalau begitu, aku kembalikan posisi ini kepadanya." Scarlett menggenggam surat perjanjian cerai yang baru ditandatangani, lalu berkata dengan dingin, "Devan, kita cerai saja."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Mati Bersama Kepergian Buah Hati   Bab 100

    Setelah itu, resepsionis itu menambahkan pujian dengan tulus, "Pacarnya Bu Scarlett ganteng banget."Langkah Mavin terhenti. Senyumnya pun membeku. Tak lama setelah Scarlett keluar dari kantor Mavin, dia menerima telepon dari Devan."Sore ini pulang ke rumah lama." Seperti biasa, Devan berbicara singkat dan padat.Scarlett tidak langsung mengiakan seperti biasanya, melainkan balik bertanya, "Apakah Vivian juga akan pergi?"Devan terdiam sejenak, lalu menjawab, "Nggak, malam ini dia ada urusan."Mendengar ucapannya, terkesan seolah-olah Scarlett adalah orang yang tidak punya kesibukan. Namun, Scarlett tidak memperdalam hal itu. Selama Vivian tidak ada, urusan pulang ke rumah lama untuk menemui Nenek Trisha tentu tidak bisa dia tolak. Dia pun menyetujui dengan santai.Awalnya dia mengira Devan akan langsung menutup telepon setelah mendengar jawabannya seperti biasanya. Namun setelah dua detik, sambungan belum juga terputus, seolah dia sedang menunggu sesuatu."Ada hal lain?" tanya Scarle

  • Cinta Mati Bersama Kepergian Buah Hati   Bab 99

    Scarlett sama sekali tidak menanggapi ucapannya. Dia menundukkan kepala, menempelkan stempel di kontrak dan merapikan dua rangkap dokumen itu, lalu berdiri dan menyerahkan salah satunya ke arah Edric. "Semoga kerja sama ini berjalan lancar."Edric mengulurkan tangan.Scarlett mengira dia hendak mengambil kontrak, jadi dia pun sengaja menggeser dokumen itu ke arahnya. Siapa sangka, Edric malah menggenggam tangannya.Telapak tangan yang lebar menutupi jemarinya. Dari ujung jarinya terasa sedikit dingin.Scarlett tertegun dan refleks menarik kembali tangannya."Kerja sama yang menyenangkan." Edric menerima kontrak dari tangannya dengan mantap, lalu tersenyum tipis, "Usulku sebelumnya bukan bercanda, Bu Scarlett juga bisa mempertimbangkannya.""Selamat tinggal."Edric mengucapkan perpisahan dengan sopan, lalu membalikkan tubuh dan melangkah anggun meninggalkan ruangan. Saat pergi, dia bahkan sempat mengucapkan terima kasih pada resepsionis di depan dengan elegan dan ramah.Hal itu membuat

  • Cinta Mati Bersama Kepergian Buah Hati   Bab 98

    "Satu hari?" Henry menatapnya sambil mencibir, "Baiklah, kuberi kamu satu hari. Kalau besok masih nggak bisa diselesaikan, jangan salahkan aku kalau aku ngak sopan lagi."Selesai bicara, tanpa memberi Scarlett kesempatan berkata apa pun, Henry berbalik dengan marah dan langsung pergi.Scarlett terdiam.Padahal dia sempat berpikir untuk berbicara baik-baik dengan Henry, tapi gara-gara Melati ikut campur tadi, sepertinya rencana itu telah gagal.Setelah Henry pergi, Melati memasang wajah penuh rasa berjasa, lalu berkata pada Scarlett, "Bu Scarlett, sebaiknya kamu minta maaf sama Pak Devan, lalu bujuk Pak Devan supaya menyetujui investasi dari Grup Laksmana. Kudengar Pak Devan sudah lama memang ingin bekerja sama dengan UME. Lagi pula, kamu cantik sekali. Kalau Pak Devan bertemu denganmu, pasti akan berubah pikiran."Scarlett hanya menyunggingkan senyuman tipis. Dia memang sedikit kesal, tapi karena baru datang dan belum lama bekerja sama dengan mereka, dia tidak tahu apakah Melati ini be

  • Cinta Mati Bersama Kepergian Buah Hati   Bab 97

    Dalam ingatannya, Devan juga tidak pernah repot-repot mengetuk pintu. Kalau ada urusan dengannya, biasanya langsung mendorong pintu masuk.Sikap Devan sudah berubah? Atau jangan-jangan ... bukan dia?Scarlett berpikir demikian, tapi tetap berkata, "Silakan masuk."Begitu suara itu terdengar, Scarlett melihat Mavin mendorong pintu masuk. Di tangannya ada semangkuk sup hangat yang masih mengepul. "Minumlah sedikit sup penawar alkohol, akan terasa lebih nyaman."Scarlett tertegun sejenak, lalu kemudian bereaksi dan terhenti. Memang dalam ingatannya, Mavin adalah orang yang sangat sabar.Memang lebih masuk akal jika Mavin yang melakukan semua kejadian yang terjadi semalam. Jadi, apakah semalam dia keliru mengira Mavin sebagai Devan?Kalau begitu, semalam itu ....Memikirkan hal itu, dia seperti tersambar petir dan akhirnya tak kuasa bertanya, "Kamu semalam terus di sini?"Menebak isi pikirannya, Mavin mengangguk. "Situasinya darurat, jadi aku terpaksa begitu."Setelah menghadiri pesta amal

  • Cinta Mati Bersama Kepergian Buah Hati   Bab 96

    Melihat Vivian mengungkapkan pikirannya dengan tenang, hal itu justru membuat Violeta tertegun sejenak. Dia masih ingat, dulu Vivian selalu tinggi hati dan angkuh, sama sekali tidak mungkin mengucapkan kata-kata selemah ini.Tak lama kemudian, Violeta mencibir, "Jangan kira dengan berkata begitu aku akan melunak padamu. Devan sudah menikah, kamu nggak seharusnya ikut campur dalam pernikahan mereka."Vivian terdiam sejenak. "Aku tahu Bibi akan berpikir begitu, tapi Scarlett meninggalkan vila itu benar-benar bukan karena aku. Sebelum aku tinggal di sini, Scarlett sudah pergi.""Kalau nggak percaya, Bibi bisa tanya sama Bi Susan."Susan baru sadar kalau sebelumnya dia tidak memahami situasi dengan jelas dan salah menilai hubungan antara Vivian dan Violeta. Sekarang, posisinya terikat dengan Vivian. Kalau sampai Violeta tahu dia ikut-ikutan menekan Scarlett bersama Vivian, mungkin ke depannya dia takkan berakhir baik.Mendengar perkataan Vivian barusan, Susan pun buru-buru maju sambil mena

  • Cinta Mati Bersama Kepergian Buah Hati   Bab 95

    Selama ini selalu Susan yang memasak di vila. Devan sendiri tidak tahu apakah Scarlett bisa memasak atau tidak. Awalnya dia sempat khawatir rasanya akan seperti "masakan horor". Tak disangka, ternyata rasanya lumayan enak.Soal rasa familier yang barusan muncul ... Devan tidak mau berpikir lebih jauh. Dia hanya mengira dirinya berhalusinasi karena terlalu lapar."Tok tok ...."Tiba-tiba terdengar ketukan pintu. Devan bangkit membuka pintu dan melihat Fadil muncul dengan keringat bercucuran."Maaf, Pak Devan. Tadi di jalan layang ada dua mobil tabrakan, jadi macet lama sekali."Fadil merasa sangat waswas. Dia menduga Devan pasti akan marah besar. Namun di luar dugaan, kali ini Devan hanya bereaksi datar. Dia mengulurkan tangan dan berkata, "Pakaian."Tadi dia sudah terlalu letih karena ulah Scarlett, jadi tidak ada tenaga untuk marah lagi.Setelah berganti pakaian, entah kenapa langkah Devan justru membawanya menuju kamar tidur. Saat pintu kamar didorong terbuka, dia melihat Scarlett ma

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status