Share

2. Malam yang Panjang

Aku mulai tak enak, ketakutan memikirkan berbagai hal. Alex sedang sibuk memasukkan sandi pintu apartemennya sekarang. Ini terlalu jauh, seharusnya aku berhenti ketika tanda bahaya muncul terus-menerus mengusik kepala. Dan sekarang aku sibuk mempertanyakan kebenaran dari keputusan yang telah kuambil.

"Masuklah." Aku tersadar oleh suaranya. Yang sedari tadi menunduk, membayangkan berbagai keburukan yang mungkin lelaki itu lakukan.

Alex sengaja menahan pintu, mempersilahkanku untuk masuk duluan. Tapi sepertinya dia sadar dengan raut wajah ragu yang terus kupaparkan.

"Jangan takut, aku tidak tertarik sama orang yang baru patah hati." Celetuknya ringan.

Aku mencebikkan kesal, menusuk Alex dengan mata bulatku sekilas, dia mengejekku! Setelah tau apa yang terjadi, lelaki itu dengan beraninya menjadikan itu candaan. akhirnya, karena merasa tertantang, aku masuk kedalam rumahnya tanpa ragu.

Lelaki itu sepertinya tergelitik dengan tingkahku, pasalnya aku bisa mendengar kekehan kecilnya di belakang. Saat ia ikut masuk, aku dengan jelas bisa melihat senyum yang belum memudar dari wajahnya, Alex menggelenkan kepalanya terlihat tidak habis pikir.

Aku berdiri cukup lama di depan pintu, menerawang ke segala arah. apartemen lelaki ini cukup rapi dan bersih. Maksudku, dia lelaki, Kupikir berantakan telah menjadi jati diri mereka. Tak jauh dari tempatku berdiri, terdapat dapur dengan berbagai wine dan gelas cantik, lelaki itu sepertinya mengoleksi berbagai macam alkohol. Lalu terdapat tempat tidur di arah kiri ruangan, di atas lantai yang 30 cm lebih tinggi. Ruangannya terbuka.

"Masuklah, mau sampai kapan kamu berdiri di sana?" Alex berucap sambil melewatiku begitu saja, berjalan lebih dulu di depan.

Mendengar suaranya, aku yang masih termenung langsung melepas sepatuku dan menggantinya dengan sendal rumahan, mengikuti lelaki itu berdiri dekat sofa yang terletak tak jauh dari tempat tidur.

Terdapat jendela besar yang tertutup rapat gorden di belakang tempat duduk empuk itu, serta meja kaca lingkaran dan televisi besar di depannya. Sedangkan di belakang benda persegi besar itu terdapat rak yang cukup tinggi memisahkan ruangan santai dengan dapur. Lalu satu pintu di depan kasur, serta satu lainnya dekat dapur arah kanan sofa. Mungkin kamar mandi dan tempat baju, pasalnya aku tidak melihat lemari di sekitar.

"Duduklah dulu." Ia berucap, mempersilahkan.

"Tapi...," Aku tidak sampai hati menduduki sofa berwarna abu-abu cerah itu. Bajuku kotor, aku takut nodanya akan berpindah ke sana.

"Tak apa," ia terlihat sadar dengan kekhawatiranku, "aku akan mengambil baju ganti untukmu."

"Terimakasih," meski masih gusar, aku akhirnya memilih untuk mengikuti arus, aku langsung menduduki sofa panjang itu. Toh, jika kotorpun bukan aku yang akan kewalahan nantinya.

Aku melihat Alex yang berjalan kearah pintu depan tempat tidur, aku tidak tau harus apa. Aku memilih untuk menunggunya saja, sambil memperhatikan berbagai hal yang mengisi rumah ini.

Terdapat banyak buku di atas rak yang menempel pada dinding arah kiri kasur, serta beberapa tanaman kaktus di atas nakas. Lalu rak yang memisahkan ruang tempat duduk dengan dapur juga terdapat beberapa buku serta miniatur band. Seperti gitar, drum, bas dan sebagainya. Di samping sofa juga terdapat gitar.

Aku mendekat ke sana, mungkin memetiknya sekali akan terasa menyenangkan. Namun, niatku langsung terhenti ketika ponselku berbunyi, menandakan ada yang menghubungi. Aku segera mengambil benda persegi empat itu dari dalam tas, untuk melihat siapa yang mencariku.

"Gawat!" Itu Eva. Apa yang harus kukatakan kepadanya? Haruskah aku berbohong? Atau jujur saja dengan mengatakan jika aku berakhir di rumah seorang lelaki tidak dikenal?

"Halo?"

"Kamu di mana? Aku di rumah, tapi kamu tidak di sini."

"Aku...," Aku berpikir keras, menggigit bibir bawah sambil mencari alasan logis yang bisa kulontarkan padanya "di rumah teman."

Itulah keputusan bodoh yang kubuat, jika tidak Eva pasti mengamuk marah.

"Teman yang mana? Teman kantor?"

"Iya." Untuk kali ini saja, maafkan aku.

"Kenapa bisa berakhir di sana?"

"Eum, itu...." Gunakan otakmu Hanna! "Tadi kami tidak sengaja bertemu di jalan," semoga Eva tidak curiga.

"Jarang-jarang kamu bisa berakhir di rumah orang, kamu akan menginap?"

Mataku menangkap pemilik rumah yang kini berjalan mendekat. Dia sudah mengganti bajunya dengan kaos putih polos lengan pendek dan celana kain berwarna hitam. Sepertinya dia juga membawa baju ganti untukku.

"Entahlah, aku tidak tau." Aku ragu. Melihat baju itu, sepertinya Alex tidak ingin aku segera pulang.

"Yasudah, jika terjadi sesuatu segera hubungi aku!" Seru Eva di balik sana.

"Eum, terimakasih." Panggilan pun terputus.

"Siapa?" Tanya Alex, menungguku selesai dengan ponsel.

"Sahabatku," dan lelaki itu hanya mengangguk beberapa kali mengerti.

Aku meletakkan ponselku ke atas meja, lalu memperbaiki duduk. Setelah itu aku kembali fokus pada lelaki di depanku. Mataku seolah tertarik kearah baju yang ia bawa.

"Sayangnya, aku tinggal sendirian. Jadi hanya kaos dan celana pendek ini yang mungkin cocok untukmu." Ia menyodorkan pakaian itu kearahku.

Aku menatap tangan besar Alex lama, aku tidak cukup berani untuk mengambil kain tersebut. Semakin dipikirkan semakin salah rasanya. Kaos tipis dan celana pendek, dirumah lelaki asing yang baru aku kenal beberapa menit yang lalu.

Aku segera mengeratkan tuxedo yang diberikan oleh Alex pada tubuhku, aku tidak ingin menyerahkan diri!

"Aku rasa tidak perlu," aku menjawab dengan yakin, kuharap lelaki itu mengerti.

"Kenapa? Kamu takut padaku?"

"Menurutmu?" Rasanya ingin kuteriaki dia, tentu saja aku takut!

"Berapa kali sudah kukatakan, aku tidak tertarik kepada gadis yang baru saja patah hati." Alex melempar baju tersebut ke pangkuanku, lalu menduduki diri di samping kananku. "Kamu bisa menggantinya di kamar mandi," ia menunjuk kearah pintu dekat dinding dapur.

"Terimakasih, aku nyaman dengan gaun ini," aku mengambil baju itu, lalu membawanya kearah tengah menjadikan kain itu batasan antara kami.

Lelaki itu memutar matanya jengah. Alex menggelengkan kepala tidak mengerti, ia bangun mendekati dapur kearah gelas cantik dan alkoholnya. Lelaki itu mengambil anggur yang terlihat mahal di mataku, serius! Benda itu sangat terlihat mahal untukku! Setelah itu ia kembali sambil membawa botol berwarna hitam itu bersamanya.

"Kamu mau?" Alex bertanya sembari meletakkan 2 gelas wine dan satu botol anggur di atas meja.

"Tidak, terimakasih." Alex menatapku tidak suka, tapi aku sangat tidak ingin mengubah keputusan.

Sayangnya lelaki itu tidak terlihat akan menyerah, kini ia sibuk membuka botol dan mengisi kedua gelas kristal di depan kami. Sementara aku masih berusaha berpikir jernih, aku harus segera meninggalkan tempat ini, lelaki itu tidak bisa dipercaya. Pikirkan! Cari alasan bagus Hanna! Pergi dari tempat itu segera!

"Kamu tau," aku bersuara, "sepertinya aku harus pulang, orang tuaku akan sangat khawatir." Boro-boro khawatir, mereka bahkan jarang menghubungi.

"Kamu serius? Di umurmu ini?" Emangnya ada apa dengan umurku? Apakah aku terlihat setua itu diumur 26 tahun?

Aku langsung mengangguk, "tentu saja." Masa bodoh dengan pandangan lelaki itu, aku harus menyelamatkan diri dulu. "Kalau begitu, aku pamit." Aku hendak bangun dari duduk.

"Kamu tau, kenapa aku membawamu kesini?" Suara itu menahan kepergianku.

"Tidak." Itulah kenyataannya.

"Aku melihatmu sepanjang acara tadi, apakah lelaki bernama Farhan itu mantan kekasihmu atau cinta sepihakmu?" Aku menautkan alisnya bingung. Maaf saja, aku tidak berniat menjawab pertanyaan tersebut.

"Kenapa memangnya?" Tanyaku balik.

"Aku dengar kamu sahabat baik Risa." Aku mengangguk pelan, meski sepertinya lelaki itu tidak sedang bertanya. "Kalian jatuh cinta kepada lelaki yang sama? Betapa mirisnya." Lelaki itu kini tersenyum kearahku, dia terlihat menyebalkan. Aku sedang diejek kah?

"Itu bukan urusanmu!" Tekanku memasang wajah sebal.

"Situasi kita sama," tiba-tiba dia berucap.

"Apa maksudmu?" Aku tidak mengerti, situasi macam apa yang lelaki itu miliki, sehingga dia bisa mengambil kesimpulan kalau aku sama dengannya.

"Risa adalah cinta pertamaku."

TBC

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status