Share

Bab 2

Penulis: Lutfiyah Irsa
Setelah menjalani pemulihan selama setengah bulan di tempat pemulihan, tubuhku akhirnya hampir pulih sepenuhnya.

Selama masa itu, Bima hanya menghubungiku sekali lewat telepon, dan setelah itu tidak ada kabar lagi darinya.

Melihat hari yang sudah disepakati dengan ibuku makin dekat, aku memaksakan diri yang masih belum sepenuhnya sembuh untuk pulang ke rumah dan membereskan barang-barang.

Tak kusangka, begitu pintu terbuka, aku justru melihat Bima sedang mengadakan pesta dengan teman-temannya.

Semua orang yang melihatku langsung tertegun.

Ekspresi Bima tampak bingung dan ragu. Dia secara refleks melangkah ke depan dan mengernyitkan dahinya.

"Nimas, kenapa kamu nggak balas pesanku?"

Namun, pandanganku justru tertuju pada gadis yang dia lindungi di belakangnya.

Gadis itu mengenakan gaun putih dengan rambut panjangnya yang terurai. Gadis itu adalah Vivi Halim, cinta lama Bima yang tak pernah padam di hatinya.

Melihat aku diam tak bergerak sambil menatap tajam ke arah Vivi, Bima jadi canggung dan menggaruk hidungnya.

"Vivi pulang ke tanah air lebih awal. Karena aku baru saja selesai operasi, aku nggak bisa buat acara besar, jadi cuma mengadakan penyambutan kecil buat dia di rumah."

Setelah mengatakan itu, dia malah menatapku dengan emosi.

"Masa kamu marah cuma karena hal sepele begini?"

Aku menggenggam ujung bajuku erat-erat.

Selama lima tahun bersama Bima, aku selalu merasa terusik dengan hubungannya yang dulu bersama Vivi.

Jadi, setiap kali aku mendengar dia menyebut nama itu, aku langsung merasa tidak nyaman dan mulai mempertanyakan siapa yang sebenarnya lebih penting baginya.

Namun, sekarang, pertanyaan itu sudah tak lagi berarti apa-apa bagiku.

Aku mengangguk pelan.

"Selamat datang kembali. Kalian lanjutkan saja acara kalian. Aku pulang cuma mau ambil sesuatu."

Sikapku ini membuat Bima tak bisa menahan diri untuk mengerutkan kening.

Dia memang selalu senang menyebut-nyebut Vivi di depanku, hanya demi melihatku tersiksa secara emosional, kehilangan kendali, dan berlarut dalam kesedihan.

Namun, aku yang sekarang, sudah terlalu tenang untuk terpancing.

Tepat saat aku berbalik hendak pergi, suara Vivi yang mengeluh terdengar.

"Nimas, aku sudah nggak menyalahkanmu soal kejadian waktu itu. Kenapa kamu masih bersikap dingin seperti ini?"

"Tinggallah sebentar. Ayo ikut merayakannya bareng kita, oke?"

Bima memang paling tidak tahan melihat Vivi bersedih.

Begitu mendengar ucapannya, dia langsung menarik lenganku dan memaksaku duduk di meja.

"Vivi sendiri sudah bilang nggak menyalahkanmu, jadi jangan pasang wajah jutek. Temani dia."

Begitu aku duduk, teman-teman Bima langsung mengerubungiku.

"Sebagai tanda ketulusanmu, Kak Nimas harus habiskan segelas ini dulu."

Melihat ekspresi mereka yang menyeringai penuh niat buruk, aku hanya bisa mencibir dingin dalam hati.

Mereka tahu betul aku baru saja menjalani operasi hati, tetapi masih saja membawakan alkohol. Apa mereka tidak merasa itu sudah terlalu keterlaluan?

Yang paling konyol adalah, aku yang dulu benar-benar tidak menyadari apa-apa, malah mengira mereka benar-benar merasa bahagia untukku.

Aku mendorong minuman itu, menolaknya.

"Dokter bilang aku nggak boleh minum alkohol sekarang."

"Sedikit saja, nggak akan kenapa-kenapa kok."

Beberapa dari mereka langsung menarik lenganku tanpa memberiku kesempatan bicara dan memaksa menuangkan minuman itu ke mulutku.

Aku terbatuk hebat karena tersedak.

Saat aku mencoba mundur, seseorang mendorongku dengan keras hingga aku jatuh tepat ke atas kue di depanku.

Krim yang lengket langsung menutupi hidung dan mulutku.

Rasa sesak yang sangat kuat menghantamku, sementara suara tawa tajam dan keras menggema dari orang-orang di sekitarku.

Ketika aku dengan susah payah bangkit kembali, wajahku terasa panas dan perih seperti terbakar.

Dengan susah payah aku membuka mataku dan yang kulihat adalah dasar kue yang seharusnya lembut dan empuk, ternyata penuh dengan deretan paku besi yang mencolok.

Vivi tertawa terbahak-bahak saat melihat keadaanku yang menyedihkan.

Salah satu pria di sana bahkan berkata kepadaku tanpa sedikit pun rasa bersalah.

"Maaf, ya, Kak Nimas, krim kue ini agak lembek, jadi aku sudah minta mereka untuk menaruh penyangga. Tapi, siapa sangka kamu serakus itu sampai wajahmu nempel semua di atasnya."

Seseorang di belakang bahkan bisik-bisik mengejek, bilang aku seperti sapi.

Mereka semua langsung tertawa terbahak-bahak sambil menepuk meja.

Aku menyeka krim dari wajahku, menahan amarah dan bersiap untuk pergi.

Namun, Vivi masih belum mau melepaskanku.

Dia menarik rambutku dengan kasar. Sorot matanya penuh rasa puas dan ejekan, lalu memberi isyarat kepada orang-orang di belakangnya.

"Eh, si Nimas cemberut tuh. Ayo kita bantu bersihkan mukanya. Jangan sampai dia marah ke Bima."

Mereka langsung setuju, lalu dengan tawa jahat, mereka kompak menyerangku.

Ketakutan yang sulit dijelaskan menghantamku.

Dulu, saat kecil, aku pernah diculik. Karena terus menangis, aku ditekan ke dalam air dan hampir mati tenggelam.

Sejak saat itu, aku punya ketakutan terhadap air.

Namun, walau aku sudah berjuang sekuat tenaga, Vivi tetap berhasil menyeretku ke dapur.

Kepalaku ditekan ke dalam bak cuci sayur.

Aliran air dingin menghantamku, aku menangis kesakitan.

Namun, tangan-tanganku diikat kuat di belakang, sementara mereka tertawa kejam dengan puas.

"Harus bersih total dong! Perempuan kotor sepertimu nggak pantas ada di sini!"

Karena terlalu lama kehabisan napas, kesadaranku mulai kabur.

Tepat saat aku hampir pingsan, Bima yang sejak tadi hanya menonton tiba-tiba angkat suara.

"Berhenti!"

Satu teriakan keras langsung menghentikan tindakan kejam itu.

Mereka buru-buru melepaskanku.

Bima berjalan ke arahku dan dengan lembut menyibak rambut panjangku.

"Maaf, Sayang. Kamu pasti kaget, ya?"

Namun, aku hanya diam dan menepis tangannya yang ingin memelukku, lalu dengan suara parau berkata, "Aku nggak apa-apa."

Mengabaikan ekspresinya yang tampak terluka, aku berbalik dan kembali ke kamar tidur.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta Menjadi Dendam   Bab 8

    Setelah hari itu, ibuku khawatir jika aku merasa buruk, jadi dia memaksaku mengajakku meninggalkan negara ini.Saat kuliah, aku adalah seorang yang mencintai sastra.Ketika ibuku menghentikan semua pekerjaan terkait perusahaan, aku duduk di taman dan mulai menulis cerita baru.Karena gaya penulisanku yang halus, dengan pengalaman hidup yang penuh liku, karya-karyaku yang pertama kali diterbitkan langsung mendapat banyak pujian.Aku kira setelah itu, kehidupan antara aku dan Bima tidak akan lagi saling terkait.Namun, suatu hari, aku menerima telepon dari nomor yang tidak dikenal.Ternyata itu adalah ibunya Bima.Sejak kami berpacaran, ibunya Bima selalu tidak menyukaiku dan sering mengungkapkan kebenciannya terhadapku di berbagai kesempatan.Aku ingat pada tahun ketiga kami berpacaran, Bima membawaku pulang untuk merayakan Tahun Baru bersama.Ketika ibunya Bima melihatku, dia sangat tidak senang. Di depan para pelayan, dia memerintahku untuk menyajikan teh kepadanya.Itu adalah pemanas

  • Cinta Menjadi Dendam   Bab 7

    Vivi yang sejak tadi entah bersembunyi di mana, tiba-tiba muncul dan menerjang keluar.Ia menggenggam sebilah pisau tajam, lalu menyerang ke arahku.Dalam sekejap, Bima berteriak keras, "Awas!" Dia langsung melindungiku di belakang tubuhnya.Terdengar suara pisau yang menusuk. Ekspresi Bima seketika menunjukkan ekspresi kesakitan.Darah mengalir deras dari tubuhnya, membasahi pakaiannya.Orang-orang di sekitar berteriak panik dan menjerit.Ekspresi Vivi yang tadinya penuh kebencian langsung hancur berantakan.Vivi tampak sangat ketakutan, menggeleng-gelengkan kepalanya dengan panik."Bima, aku nggak bermaksud melukaimu. Perempuan jalang ini ternyata masih hidup. Aku pikir kalau aku membunuh dia, aku bisa punya masa depan bersamamu."Namun, sebelum dia sempat menyelesaikan kalimatnya, pengawal Bima buru-buru memisahkannya.Tak lama kemudian, polisi dan ambulans datang.Karena aku adalah saksi utama, aku tidak bisa menghindar dan harus ikut mereka untuk diperiksa.Setelah menandatangani

  • Cinta Menjadi Dendam   Bab 6

    Dengan adanya perawatan dari ibuku, tubuhku pulih dengan sangat cepat.Tidak butuh waktu lama, aku sudah bisa mendampingi beliau sebagai asisten.Setelah akrab dengan berbagai pekerjaan, aku dan ibuku mengajukan diri untuk memulai dari posisi dasar.Belum sampai satu tahun, kami sudah membentuk tim sendiri dan berhasil menciptakan banyak pencapaian untuk perusahaan.Melihat arah perkembangan perusahaan, aku dengan cepat menyadari bahwa pasar dalam negeri sangat membutuhkan produk yang sedang kami kembangkan.Karena aku selalu berada di dekat Bima, aku pun memiliki pemahaman tertentu mengenai sumber daya perusahaan.Tak lama kemudian, aku berhasil menyelesaikan beberapa kesepakatan bisnis.Seiring berkembangnya pasar dalam negeri, banyak perusahaan mulai menunjukkan ketertarikan untuk bekerja sama dengan kami.Bahkan perusahaan milik Bima pun memiliki niat untuk menjalin kerja sama.Ketika ibu menerima kabar ini, sikapnya sangat dingin.Meskipun Grup Arya adalah perusahaan besar, jika k

  • Cinta Menjadi Dendam   Bab 5

    Selain Bima dan Vivi, semua orang lainnya langsung ditahan di tempat.Sampai larut malam, Bima baru keluar dari ruang interogasi setelah selesai memberikan keterangan dan mendapati Vivi sedang menunggunya di luar.Mata Vivi berkaca-kaca, wajahnya tampak pucat dan lelah karena kurang istirahat.Ia berjalan mendekat dan memegang tangan Bima sambil terisak pelan."Bima, Nimas sudah meninggal. Kamu jangan terlalu sedih. Setidaknya rawat dulu lukamu ...."Belum selesai Vivi berbicara, Bima langsung menepis tangannya dengan ekspresi dingin.Dia kemudian berbisik pada sekretaris yang datang menjemputnya."Sampaikan ke publik, bilang kalau Bu Nimas hari ini meninggal karena kecelakaan. Perusahaan libur seminggu untuk berkabung. Siapa pun karyawan yang nggak mau ikut, langsung pecat di tempat.""Soal kerja sama yang tertunda, proses saja sesuai ketentuan pelanggaran kontrak."Mendengar itu, Vivi langsung terpaku di tempat.Ia mengejar Bima dengan ekspresi tak percaya dan menghadangnya."Bima, m

  • Cinta Menjadi Dendam   Bab 4

    Semua orang yang melihat kejadian itu tampak sangat pucat.Teropong di tangan Bima terjatuh ke tanah.Tanpa memedulikan apa pun, Bima meloncat dari balkon lantai dua, ingin segera datang ke sisiku.Saat ditahan oleh teman-temannya, dia langsung menghantam wajah mereka dengan tinjunya.Bima jatuh berguling ke tanah seperti orang gila, tak peduli dengan luka-lukanya, dia merangkak dan berlari menuju mobil yang terbakar.Namun, saat ia tiba, tempat itu sudah dikerumuni banyak orang.Suara dokter terdengar dengan nada penuh penyesalan."Pasien terluka karena tabrakan, lalu mengalami ledakan dari tangki bahan bakar. Kesempatannya untuk diselamatkan sudah lewat.""Selain itu, tubuhnya terbakar parah. Kalaupun bisa hidup, ia cuma akan menjalani hidup dalam penderitaan.""Kami belum tahu siapa keluarga korban. Tolong beri tahu mereka agar datang mengenali jenazahnya."Mendengar ini, Bima mendorong orang-orang di sekelilingnya dengan kalut, lalu berlari mendekat."Aku keluarganya! Dokter, tolon

  • Cinta Menjadi Dendam   Bab 3

    Di luar ruangan, terdengar suara protes dari teman-teman lain."Cuma bercanda kok, Bima. Kenapa kamu tiba-tiba jadi nggak bisa diajak bercanda sih?"Bima merendahkan suaranya, berusaha keras menahan amarah dalam hatinya."Nimas trauma sama air sejak kecil. Kalian nggak bisa asal main-main dengan hal yang paling dia takutkan!""Anggap saja ini balasan untuknya. Sekarang Vivi sudah balik, kamu nggak mau cepat-cepat dekat lagi sama dia?""Dulu, kamu juga sudah sering banget melakukan hal jahat, masa sekarang jadi perhitungan?"Seseorang berkata dengan nada tak peduli.Siapa sangka kalimat ini justru menyulut amarah Bima.Dia menendang meja dengan keras."Dia baru selesai operasi, kalian malah seperti ini. Kalau sampai jahitannya lepas, kalian mau tanggung jawab?"Mendengar itu, wajah Vivi langsung pucat.Dia menatap Bima dalam-dalam, lalu bertanya dengan nada lirih."Bima, baru empat tahun kita nggak ketemu, kamu sudah berpaling hati?"Tanpa ragu, Bima langsung menjawab."Nggak mungkin. D

  • Cinta Menjadi Dendam   Bab 2

    Setelah menjalani pemulihan selama setengah bulan di tempat pemulihan, tubuhku akhirnya hampir pulih sepenuhnya.Selama masa itu, Bima hanya menghubungiku sekali lewat telepon, dan setelah itu tidak ada kabar lagi darinya.Melihat hari yang sudah disepakati dengan ibuku makin dekat, aku memaksakan diri yang masih belum sepenuhnya sembuh untuk pulang ke rumah dan membereskan barang-barang.Tak kusangka, begitu pintu terbuka, aku justru melihat Bima sedang mengadakan pesta dengan teman-temannya.Semua orang yang melihatku langsung tertegun.Ekspresi Bima tampak bingung dan ragu. Dia secara refleks melangkah ke depan dan mengernyitkan dahinya."Nimas, kenapa kamu nggak balas pesanku?"Namun, pandanganku justru tertuju pada gadis yang dia lindungi di belakangnya.Gadis itu mengenakan gaun putih dengan rambut panjangnya yang terurai. Gadis itu adalah Vivi Halim, cinta lama Bima yang tak pernah padam di hatinya.Melihat aku diam tak bergerak sambil menatap tajam ke arah Vivi, Bima jadi cangg

  • Cinta Menjadi Dendam   Bab 1

    Melalui celah pintu, aku melihat Bima Arya.Saat itu dia sedang duduk di ranjang rumah sakit. Raut wajahnya tampak segar dan merah merona, sama sekali tidak terlihat seperti orang sakit.Sementara itu, teman-temannya masih dengan penuh semangat membicarakan sesuatu."Waktu baru masuk kuliah, kamu menyuruh orang mengganggu Nimas sampai dia dikucilkan satu kelas dan selama sebulan nggak berani pulang ke asrama.""Waktu mau lulus, kamu menyuruh orang menghapus tugas akhir dia. Gara-gara itu, putri Keluarga Eddie gagal meraih penghargaan dan malah diseret ke ruang kelas kosong untuk dipukuli sampai tangannya patah.""Kalau dihitung sama kejadian yang sekarang, sudah 93 kali lho. Tinggal enam kali lagi, lalu bisa dibukukan jadi buku pengakuan cinta buat Kak Vivi. Kalau Kak Vivi lihat betapa tulusnya kamu, pasti dia akan sangat tersentuh!"Perasaan jijik dan ngeri langsung menyelimuti hatiku.Tak pernah terbayangkan, cinta yang selama ini kuanggap sebagai anugerah dari langit, ternyata hanya

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status