Share

Bab 3

Author: Lutfiyah Irsa
Di luar ruangan, terdengar suara protes dari teman-teman lain.

"Cuma bercanda kok, Bima. Kenapa kamu tiba-tiba jadi nggak bisa diajak bercanda sih?"

Bima merendahkan suaranya, berusaha keras menahan amarah dalam hatinya.

"Nimas trauma sama air sejak kecil. Kalian nggak bisa asal main-main dengan hal yang paling dia takutkan!"

"Anggap saja ini balasan untuknya. Sekarang Vivi sudah balik, kamu nggak mau cepat-cepat dekat lagi sama dia?"

"Dulu, kamu juga sudah sering banget melakukan hal jahat, masa sekarang jadi perhitungan?"

Seseorang berkata dengan nada tak peduli.

Siapa sangka kalimat ini justru menyulut amarah Bima.

Dia menendang meja dengan keras.

"Dia baru selesai operasi, kalian malah seperti ini. Kalau sampai jahitannya lepas, kalian mau tanggung jawab?"

Mendengar itu, wajah Vivi langsung pucat.

Dia menatap Bima dalam-dalam, lalu bertanya dengan nada lirih.

"Bima, baru empat tahun kita nggak ketemu, kamu sudah berpaling hati?"

Tanpa ragu, Bima langsung menjawab.

"Nggak mungkin. Dari dulu sampai sekarang, satu-satunya orang yang aku cintai cuma kamu. Itu nggak akan pernah berubah sampai kapan pun!"

Mendengar ucapan itu, semua orang langsung bersorak dengan heboh.

Seseorang langsung memanfaatkan momen itu.

"Kak Vivi dan Kak Bima sebenarnya saling mencintai. Kalau bukan karena Nimas yang jadi penghalang, mereka pasti sudah menjalin hubungan sejak dulu."

"Nimas itu sangat nggak tahu malu. Kita harus kasih dia pelajaran yang setimpal, biar dia tahu kalau kebaikan dan kejahatan pasti akan mendapat balasannya!"

"Dulu, waktu dia mencelakai Kak Vivi, dia pakai cara kecelakaan mobil sampai kaki Kak Vivi cedera. Makanya, Kak Vivi jadi nggak bisa ikut ujian masuk sekolah seni. Supaya Kak Vivi bisa melampiaskan kemarahannya, kita harus membuat kakinya patah juga!"

Teman-teman Bima ramai-ramai menyetujuinya.

Namun, ekspresi Bima berubah.

"Jangan! Tubuh Nimas sudah nggak sanggup menahan luka seperti itu lagi!"

Di tengah keheningan, Vivi tiba-tiba menangis.

"Bima, kamu pernah bilang padaku, kamu menjalin hubungan dengannya cuma karena ingin membalaskan dendamku. Sekarang, aku sudah kembali, kenapa kamu masih terus membelanya?"

"Kamu sendiri yang melihat betapa parahnya cedera kakiku waktu itu. Sekarang, aku cuma ingin mendapatkan keadilan untuk diriku sendiri, tapi kamu bahkan nggak mau memberikannya?"

Bima langsung panik.

Dia memeluk Vivi dan mencium bibirnya.

Setelah menatap Vivi lama, Bima berkata pada teman-temannya dengan suara parau.

"Jangan keterlaluan, aku nggak ingin berutang budi padanya."

Mendengar semua ucapan mereka, dadaku terasa sesak.

Hanya demi membuat Vivi bahagia, aku bahkan rela mengabaikan nyawaku sendiri?

Kalau begitu, jangan salahkan aku kalau aku membalas dendam.

Aku mengambil ponselku dan mengirim pesan kepada ibu.

Setelah selesai berdiskusi, mereka pergi sambil terus berceloteh.

Bima membuka pintu kamar tidur dan duduk di sisi tempat tidurku.

Mungkin karena melihat wajahku yang pucat dan tubuhku meringkuk di balik selimut membuatnya merasa iba, dia pun membungkuk, ingin menciumku.

Namun, aku mendorongnya menjauh.

Jari-jarinya sempat kaku, lalu akhirnya ia hanya tersenyum lembut.

"Sayang, hari ini kamu sudah sangat tersakiti. Aku sudah memesan restoran romantis yang sangat ingin kamu datangi. Besok siang jangan lupa datang, ya?"

Hatiku terasa dingin, aku hanya mengangguk pelan sambil mengiyakan.

Keesokan paginya, Bima beralasan bahwa ia harus pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaan dan menyuruhku agar berangkat lebih dulu ke restoran dengan mobil.

Saat aku menerima kunci itu, aku bertanya dengan nada pelan.

"Bima, kalau kamu diberi kesempatan sekali lagi, apa kamu masih akan memilih untuk bersamaku saat itu?"

Ada keraguan dan berat hati di matanya, tetapi ia tetap tersenyum dan mengusap rambutku.

"Jangan aneh-aneh. Seumur hidupku, cuma kamu yang aku cintai. Aku cuma akan mencintai kamu seorang."

Melihat punggung Bima yang makin menjauh, aku tersenyum tipis.

Ini adalah kesempatan terakhir yang kuberikan padanya.

Aku melangkah ke garasi, masuk ke dalam mobil, dan menyalakannya dengan tenang.

Mobil melaju keluar dari kompleks perumahan dan langsung mengikuti GPS dan mengambil jalur cepat.

Di jalan ini, kecepatan minimum kendaraan adalah seratus mil per jam.

Sementara itu, Bima dan teman-temannya sedang berdiri di vila yang mereka sewa khusus, memegang teropong, mengamati mobilku dari kejauhan.

Sebelum sampai di tujuan, ada satu tikungan tajam.

Saat mobil berbelok, bukannya melambat seperti seharusnya, justru kecepatannya bertambah. Ban mobil menggesek keras ke aspal, mengeluarkan suara melengking yang menyakitkan telinga.

Alat penyadap yang dipasang di dalam mobil langsung mengirimkan suara jeritanku secara langsung.

"Ada apa ini? Mobilnya malah mengebut!"

"Bima, kamu di mana? Aku takut sekali. Aku nggak mau mati!"

Suara tangis dan jeritanku justru membuat mereka tertawa terbahak-bahak, seperti serigala haus darah.

Mereka hanya berdiri diam, menyaksikan dengan mata kepala sendiri mobilku kehilangan kendali dan menabrak pembatas jalan.

Suara tabrakan keras terdengar, bodi mobil penyok dan terhenti di tempat.

Bima memimpin teman-temannya bertepuk tangan.

"Begitu dia keluar dan menelepon, aku akan bilang padanya kalau kita sudah putus."

Namun, sesuatu yang tak terduga terjadi.

Asap tebal tiba-tiba keluar dari bagian depan mobil, lalu api menyala hebat.

Di hadapan semua orang, mobil itu meledak hebat, menyisakan puing-puing yang berserakan.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Menjadi Dendam   Bab 8

    Setelah hari itu, ibuku khawatir jika aku merasa buruk, jadi dia memaksaku mengajakku meninggalkan negara ini.Saat kuliah, aku adalah seorang yang mencintai sastra.Ketika ibuku menghentikan semua pekerjaan terkait perusahaan, aku duduk di taman dan mulai menulis cerita baru.Karena gaya penulisanku yang halus, dengan pengalaman hidup yang penuh liku, karya-karyaku yang pertama kali diterbitkan langsung mendapat banyak pujian.Aku kira setelah itu, kehidupan antara aku dan Bima tidak akan lagi saling terkait.Namun, suatu hari, aku menerima telepon dari nomor yang tidak dikenal.Ternyata itu adalah ibunya Bima.Sejak kami berpacaran, ibunya Bima selalu tidak menyukaiku dan sering mengungkapkan kebenciannya terhadapku di berbagai kesempatan.Aku ingat pada tahun ketiga kami berpacaran, Bima membawaku pulang untuk merayakan Tahun Baru bersama.Ketika ibunya Bima melihatku, dia sangat tidak senang. Di depan para pelayan, dia memerintahku untuk menyajikan teh kepadanya.Itu adalah pemanas

  • Cinta Menjadi Dendam   Bab 7

    Vivi yang sejak tadi entah bersembunyi di mana, tiba-tiba muncul dan menerjang keluar.Ia menggenggam sebilah pisau tajam, lalu menyerang ke arahku.Dalam sekejap, Bima berteriak keras, "Awas!" Dia langsung melindungiku di belakang tubuhnya.Terdengar suara pisau yang menusuk. Ekspresi Bima seketika menunjukkan ekspresi kesakitan.Darah mengalir deras dari tubuhnya, membasahi pakaiannya.Orang-orang di sekitar berteriak panik dan menjerit.Ekspresi Vivi yang tadinya penuh kebencian langsung hancur berantakan.Vivi tampak sangat ketakutan, menggeleng-gelengkan kepalanya dengan panik."Bima, aku nggak bermaksud melukaimu. Perempuan jalang ini ternyata masih hidup. Aku pikir kalau aku membunuh dia, aku bisa punya masa depan bersamamu."Namun, sebelum dia sempat menyelesaikan kalimatnya, pengawal Bima buru-buru memisahkannya.Tak lama kemudian, polisi dan ambulans datang.Karena aku adalah saksi utama, aku tidak bisa menghindar dan harus ikut mereka untuk diperiksa.Setelah menandatangani

  • Cinta Menjadi Dendam   Bab 6

    Dengan adanya perawatan dari ibuku, tubuhku pulih dengan sangat cepat.Tidak butuh waktu lama, aku sudah bisa mendampingi beliau sebagai asisten.Setelah akrab dengan berbagai pekerjaan, aku dan ibuku mengajukan diri untuk memulai dari posisi dasar.Belum sampai satu tahun, kami sudah membentuk tim sendiri dan berhasil menciptakan banyak pencapaian untuk perusahaan.Melihat arah perkembangan perusahaan, aku dengan cepat menyadari bahwa pasar dalam negeri sangat membutuhkan produk yang sedang kami kembangkan.Karena aku selalu berada di dekat Bima, aku pun memiliki pemahaman tertentu mengenai sumber daya perusahaan.Tak lama kemudian, aku berhasil menyelesaikan beberapa kesepakatan bisnis.Seiring berkembangnya pasar dalam negeri, banyak perusahaan mulai menunjukkan ketertarikan untuk bekerja sama dengan kami.Bahkan perusahaan milik Bima pun memiliki niat untuk menjalin kerja sama.Ketika ibu menerima kabar ini, sikapnya sangat dingin.Meskipun Grup Arya adalah perusahaan besar, jika k

  • Cinta Menjadi Dendam   Bab 5

    Selain Bima dan Vivi, semua orang lainnya langsung ditahan di tempat.Sampai larut malam, Bima baru keluar dari ruang interogasi setelah selesai memberikan keterangan dan mendapati Vivi sedang menunggunya di luar.Mata Vivi berkaca-kaca, wajahnya tampak pucat dan lelah karena kurang istirahat.Ia berjalan mendekat dan memegang tangan Bima sambil terisak pelan."Bima, Nimas sudah meninggal. Kamu jangan terlalu sedih. Setidaknya rawat dulu lukamu ...."Belum selesai Vivi berbicara, Bima langsung menepis tangannya dengan ekspresi dingin.Dia kemudian berbisik pada sekretaris yang datang menjemputnya."Sampaikan ke publik, bilang kalau Bu Nimas hari ini meninggal karena kecelakaan. Perusahaan libur seminggu untuk berkabung. Siapa pun karyawan yang nggak mau ikut, langsung pecat di tempat.""Soal kerja sama yang tertunda, proses saja sesuai ketentuan pelanggaran kontrak."Mendengar itu, Vivi langsung terpaku di tempat.Ia mengejar Bima dengan ekspresi tak percaya dan menghadangnya."Bima, m

  • Cinta Menjadi Dendam   Bab 4

    Semua orang yang melihat kejadian itu tampak sangat pucat.Teropong di tangan Bima terjatuh ke tanah.Tanpa memedulikan apa pun, Bima meloncat dari balkon lantai dua, ingin segera datang ke sisiku.Saat ditahan oleh teman-temannya, dia langsung menghantam wajah mereka dengan tinjunya.Bima jatuh berguling ke tanah seperti orang gila, tak peduli dengan luka-lukanya, dia merangkak dan berlari menuju mobil yang terbakar.Namun, saat ia tiba, tempat itu sudah dikerumuni banyak orang.Suara dokter terdengar dengan nada penuh penyesalan."Pasien terluka karena tabrakan, lalu mengalami ledakan dari tangki bahan bakar. Kesempatannya untuk diselamatkan sudah lewat.""Selain itu, tubuhnya terbakar parah. Kalaupun bisa hidup, ia cuma akan menjalani hidup dalam penderitaan.""Kami belum tahu siapa keluarga korban. Tolong beri tahu mereka agar datang mengenali jenazahnya."Mendengar ini, Bima mendorong orang-orang di sekelilingnya dengan kalut, lalu berlari mendekat."Aku keluarganya! Dokter, tolon

  • Cinta Menjadi Dendam   Bab 3

    Di luar ruangan, terdengar suara protes dari teman-teman lain."Cuma bercanda kok, Bima. Kenapa kamu tiba-tiba jadi nggak bisa diajak bercanda sih?"Bima merendahkan suaranya, berusaha keras menahan amarah dalam hatinya."Nimas trauma sama air sejak kecil. Kalian nggak bisa asal main-main dengan hal yang paling dia takutkan!""Anggap saja ini balasan untuknya. Sekarang Vivi sudah balik, kamu nggak mau cepat-cepat dekat lagi sama dia?""Dulu, kamu juga sudah sering banget melakukan hal jahat, masa sekarang jadi perhitungan?"Seseorang berkata dengan nada tak peduli.Siapa sangka kalimat ini justru menyulut amarah Bima.Dia menendang meja dengan keras."Dia baru selesai operasi, kalian malah seperti ini. Kalau sampai jahitannya lepas, kalian mau tanggung jawab?"Mendengar itu, wajah Vivi langsung pucat.Dia menatap Bima dalam-dalam, lalu bertanya dengan nada lirih."Bima, baru empat tahun kita nggak ketemu, kamu sudah berpaling hati?"Tanpa ragu, Bima langsung menjawab."Nggak mungkin. D

  • Cinta Menjadi Dendam   Bab 2

    Setelah menjalani pemulihan selama setengah bulan di tempat pemulihan, tubuhku akhirnya hampir pulih sepenuhnya.Selama masa itu, Bima hanya menghubungiku sekali lewat telepon, dan setelah itu tidak ada kabar lagi darinya.Melihat hari yang sudah disepakati dengan ibuku makin dekat, aku memaksakan diri yang masih belum sepenuhnya sembuh untuk pulang ke rumah dan membereskan barang-barang.Tak kusangka, begitu pintu terbuka, aku justru melihat Bima sedang mengadakan pesta dengan teman-temannya.Semua orang yang melihatku langsung tertegun.Ekspresi Bima tampak bingung dan ragu. Dia secara refleks melangkah ke depan dan mengernyitkan dahinya."Nimas, kenapa kamu nggak balas pesanku?"Namun, pandanganku justru tertuju pada gadis yang dia lindungi di belakangnya.Gadis itu mengenakan gaun putih dengan rambut panjangnya yang terurai. Gadis itu adalah Vivi Halim, cinta lama Bima yang tak pernah padam di hatinya.Melihat aku diam tak bergerak sambil menatap tajam ke arah Vivi, Bima jadi cangg

  • Cinta Menjadi Dendam   Bab 1

    Melalui celah pintu, aku melihat Bima Arya.Saat itu dia sedang duduk di ranjang rumah sakit. Raut wajahnya tampak segar dan merah merona, sama sekali tidak terlihat seperti orang sakit.Sementara itu, teman-temannya masih dengan penuh semangat membicarakan sesuatu."Waktu baru masuk kuliah, kamu menyuruh orang mengganggu Nimas sampai dia dikucilkan satu kelas dan selama sebulan nggak berani pulang ke asrama.""Waktu mau lulus, kamu menyuruh orang menghapus tugas akhir dia. Gara-gara itu, putri Keluarga Eddie gagal meraih penghargaan dan malah diseret ke ruang kelas kosong untuk dipukuli sampai tangannya patah.""Kalau dihitung sama kejadian yang sekarang, sudah 93 kali lho. Tinggal enam kali lagi, lalu bisa dibukukan jadi buku pengakuan cinta buat Kak Vivi. Kalau Kak Vivi lihat betapa tulusnya kamu, pasti dia akan sangat tersentuh!"Perasaan jijik dan ngeri langsung menyelimuti hatiku.Tak pernah terbayangkan, cinta yang selama ini kuanggap sebagai anugerah dari langit, ternyata hanya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status