Share

Tuduhan

Penulis: Maheera
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-15 10:49:52

Bayu berkali-kali mengusap wajahnya kasar. Dia sangat gusar karena pernikahan yang dipaksakan padanya. Bagaimana mungkin dia bertanggung jawab atas kehamilan Adelia, sementara dia tidak pernah menyentuh wanita tersebut.

Adelia, remaja yang baru saja menginjak usia delapan belas tahun. Siapa yang mengira, wanita yang  dikenal sebagai pribadi yang santun dan pendiam itu tengah mengandung entah benih siapa, yang membuat pria itu bingung, Adelia bungkam seribu bahasa tentang jati diri sang penanam benih. Meski Fairuz telah mengancam dan memukuli, dia tetap tak mau bicara. Hal itulah yang membuat Bayu kesal. Seberapa berharga pria itu hingga Adelia rela menahan sakit.

Andai saja Adelia bicara, tentu dia tidak akan berada di posisi serba sulit seperti sekarang ini. Bayu telah merencanakan pernikahan dengan seorang wanita dua bulan lagi, tetapi semua hancur karena penawaran dari Fairuz. Mau tidak mau dia harus menerima mengingat besarnya jasa beliau.

Angin malam yang berembus tak sedikit pun menyejukkan hati pria bermanik cokelat madu itu. Dia berjalan mondar-mandir di balkon kamar dengan pikiran berkelindan. Dia tidak tahu harus bagaimana menghadapi Adelia. Dulu, saat pertama kali menginjakkan kaki di rumah keluarga Fairuz, gadis itulah yang pertama kali menyapanya dengan ramah. Hampir setiap hari dia menemani sang gadis, entah sekadar berbincang di teras belakang rumah atau membantu mengerjakan tugas-tugas sekolahnya. Memang, Bayu tinggal di rumah keluarga Fairuz sejak sang ibu meninggal dunia, setelah bertahan dengan penyakit kanker yang menggerogoti tubuhnya.

Ibunya dulu merupakan asisten rumah tangga di rumah keluargs Fairuz. Beliau membesarkan Bayu seorang diri karena sang suami yang telah meninggal terlebih dahulu. Pembawaan Bayu yang tenang serta ulet, menarik perhatian Fairuz hingga membiayai semua pendidikan si pria. Lagipula dia  memang tidak memiliki putra selain dua orang putri.

Mendapatkan kesempatan untuk menempuh pendidikan lebih tinggi, membuat Bayu tidak menyia-nyianya. Dia berhasil menyelesaikan pendidikan srata satunya dengan nilai Summa cumlade. Setelah lulus kuliah, Fairuz pun mempercayakan pria itu menjadi asisten pribadinya.

"Mas Bayu ...," lirih suara lembut mendayu menyapa gendang telinga sang pria, membuatnya memejamkan mata dan menganjur napas perlahan. Dia mencoba menetralisir amarah dan kecewa yang padu di dalam dada. Walau bagaimanapun, pernikahan ini telah terjadi. Mau tidak mau dia harus bersikap baik pada wanita yang kini telah menjadi istrinya.

Bayu berbalik ketika mencium aroma mawar menggelitik penciumannya. Terlihat Adelia tengah berdiri di tengah kamar lengkap dengan pakaian pengantinnya. Setelan kebaya berwarna putih tulang dipadu dengan songket yang berwarna cokelat tua. Rambut panjangnya dicepol sederhana dengan menyisakan anak-anak rambut di sekitar pelipisnya. Sebuah tiara kecil tersemat di atas cepolan itu membuat penampilan Adelia bak putri raja.

Andai saja Adelia masih suci dan terjaga marwahnya, tentu Bayu tidak akan seberat ini menerima pernikahan tersebut. Tidak perlu ada rasa jijik di hati membayangkan kelakuan gadis tersebut di luar sana. Dia juga tidak habis pikir, mengapa begitu mudah wanita tersebut memberikan kehormatannya begitu saja. Semua pertanyaan itu berdesakkan ingin dimuntahkan oleh Bayu, tetapi pria itu menahannya, tak ingin memancing keributan di hari pertama pernikahannya.

"Maaf, Mas ...." Adelia menatap jalinan jemarinya yang terpilin di depan dada. "Mas, bisa menceraikanku besok. Aku enggak mau menjadi penyebab kehancuran hati yang lain karna pernikahan ini."

Bayu mendengkus seraya mengulas senyum sinis, kedua tangan pria itu terbenam di kedua saku celana bahannya. Dia menatap Adelia tajam, seolah-olah ingin menikam wanita tersebut dengan pandangannya.

"Kamu pikir aku pria seperti apa? Yang hari ini mengucap akad, lalu dengan mudahnya menalak dalam hitungan jam."

Adelia menunduk mendengar tajamnya ucapan sang pria. Dia menyembunyikan embun yang kini membuat matanya berkabut.

"Aku hanya enggak mau dianggap orang ketiga, Mas."

Bayu berjalan mendekat, pria itu mengulurkan tangan menyentuh dagu Adelia, memaksa wanita itu menatapnya. Pandangan keduanya beradu. Sesaat  dia tertegun melihat manik mata si wanita yang begitu jernih. Iris hitam itu masih saja terlihat memesona, meski tertutup kabut tersebab air mata yang mulai tergenang.

"Tak perlu cemas. Pernikahan ini hanya perlu waktu tiga tahun. Setelah itu kita akan berpisah. Jadi, jaga dirimu agar enggak jatuh cinta padaku selama perjanjian berjalan. Lagipula kekasihku bersedia menunggu."

Adelia mengangguk perlahan seiring Bayu yang melepaskan sentuhannya pada dagu si gadis.

"Satu lagi, jangan berharap aku akan berperan sebagai suami. Karena pernikahan ini hanya status. Jadi, silahkan lanjutkan kehidupan kita masing-masing," tegasnya lugas. "Ini adalah sentuhan pertamaku padamu dan akan menjadi sentuhan terakhir. Aku tidak sudi menyentuh gadis yang tidak bisa menjaga kehormatannya. Persis wanita liar."

Setelah mengucapkan rangkaian kalimat pedas tersebut, Bayu berjalan menjauh menuju kamar mandi yang berada di sudut kamar. Dia tak peduli air mata yang perlahan luruh ke pipi Adelia yang masih dipoles make-up. Wanita itu hanya mampu menekan dadanya yang terasa ngilu karena ucapan pria yang baru saja menghalalkannya. Sesuatu tak kasat mata seakan meremas dadanya dari dalam. Begitu perih dan sakit.

Dia tahu jika pernikahan ini dipaksakan. Tak mungkin berharap hal indah akan terjadi dalam bahtera yang nakhodanya saja tak sudi berlayar. Akan tetapi, haruskah sefrontal itu? Tidak bisakah Bayu bersikap lembut padanya seperti biasa?

Adelia juga tak menginginkan pernikahan ini. Andai wanita itu punya kemampuan untuk menentang, maka sudah dia lakukan sejak semula. Tak ingin memerangkap orang lain karena kesalahan satu malam.

Perlahan terdengar gemericik air dari dalam kamar mandi, pria itu mungkin sedang menikmati segernya guyuran air dari shower sementara Adelia tengah dikepung kesedihan. Dia tahu, jika catatan kelabu hidupnya baru saja dimulai dan halaman pertama dari pernikahannya adalah hinaan dari sang suami.

*

Azan subuh bergema bersahutan dari masjid yang berada tidak jauh dari komplek perumahan keluarga Fairuz. Adelia mengerjapkan matanya beberapa kali. Pemandangan pertama yang ditangkap matanya adalah sosok Bayu tidur di lantai yang dialasi karpet. Pria itu meringkuk dalam posisi seperti bayi di dalam kandungan. Satu selimut tipis menutupi tubuhnya dari hawa dingin yang keluar dari pendingin ruangan.

Adelia tersenyum getir. Begitu benci Bayu padanya hingga untuk tidur satu ranjang pun pria itu tak sudi. Perlahan wanita itu menurunkan kakinya ke tepian ranjang, lantas memakai sandal khusus untuk di dalam rumah. Dia beranjak menuju kamar mandi untuk mengambil wuduk. Akan tetapi, langkahnya tertahan ketika melihat keadaan Bayu. Pria itu terlihat menggigil karena tidur tepat di bawah embusan air conditioner. Adelia berbalik, meraih selimutnya, lalu menyelimuti tubuh sang suami. Gerakannya sangat perlahan, seolah-olah takut perbuatannya itu akan membangunkan sang pria.

Setelah itu Adelia beranjak ke kamar mandi untuk meneruskan niatnya berwuduk, lalu menunaikan salat subuh. Wanita itu terlihat sangat khusyuk. Dia memang bukan perempuan yang terlalu taat, tetapi untuk menunaikan kewajibannya dia tidak pernah lalai. Setelah salat,  Adelia mengusap perutnya yang belum terlihat jelas meski kehamilannya telah memasuki bulan ketiga. Perlahan air matanya luruh begitu saja ketika mengingat bagaimana benih itu tertanam di rahimnya. Hari itu saat terkelam dalam hidupnya. Bagaimana bisa dia menceritakan kepada orang lain, jika kehamilan ini bukan karena keliarannya? Atau bukan karena suka berhubungan di luar nikah. Bagaimana bisa sementara dia tidak memiliki kekasih? Tidak ada yang akan mempercayai dirinya. Begitupun sang papa yang tak tanggung-tanggung melabelinya sebagai anak penzina.

Itulah sebabnya Adelia bungkam, karena apa pun pembelaan yang keluar dari bibirnya, tidak akan pernah dipercaya, meski itu sebuah kebenaran. Wanita itu yakin Tuhan tidak tidur dan suatu hari akan menunjukkan kebenaran kepada semua orang, termasuk pada Bayu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tumin Neng
bukannya itu kenyataan Adelia ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Cinta Orang Ketiga   Bukan Rahwana

    Adelia melangkah pelan-pelan, seraya melihat dekorasi ruangan tempat pernikahan mereka dilangsungkan. Perubahan tempat yang awalnya akan dilangsungkan di gedung, diganti ke sebuah villa milik keluarga Fairuz di daerah puncak. Semua itu atas permintaan Fairuz yang meminta pernikahan keduanya dipercepat satu bulan, karena pria itu hendak membawa Sarmila ke Singapura untuk berobat. Kabar baik didapat dari kenalannya dokter di sana, bahwa ada pendonor yang cocok dengan sang istri. Fairuz mengatakan, yang penting akad dulu, untuk resepsi nanti setelah Sarmila selesai melakukan transplantasi ginjal. Adelia tak bereaksi apa-apa dengan permintaan sang papa. Toh, cepat atau lambat, pernikahan akan terjadi juga. Dia hanya perlu mempersiapkan hati untuk mulai belajar mencintai Anta.Adelia juga mengurangi pertemuan dengan Bayu. Setiap kali pria itu datang menjemput Nika, Adelia memilih tidak menemui. Dia tak ingin rasa cinta yang susah payah dia matikan, kembali bertunas setelah melihat pria t

  • Cinta Orang Ketiga   Semua Halal Dalam Cinta

    Aku tidak tahu sudah berapa lama duduk di atas susunan batu pemecah ombak. Membiarkan kakiku terjuntai ke bawah dijilat air laut yang mulai pasang. Yang pasti matahari sudah tidak segarang tadi. Perlahan-lahan sang surya mulai merangkak turun meninggalkan cahaya kemerahan di ujung cakrawala. Aku mengamati fenomena alam tersebut. Benda besar bersinar itu seolah-olah turun dan tenggelam ke dalam lautan. Aku tersenyum dan berpikir bagaimana bintang terbesar, yang menerangi seluruh dunia, saat waktunya telah selesai tetap harus tunduk kembali ke peraduan untuk memberi jalan pada bulan menjalankan tugasnya.Tanpa bisa dicegah masa lalu kembali berpandang ke tempurung kepalaku. menggali saat-saat bahagia yang tidak pernah bisa aku lupakan. Saat itu aku masih berseragam putih abu-abu. Sebagai senior dan anggota osis, kami diberi tanggung jawab membuat acara menyambut siswa baru. Aku masih ingat, hari itu malam terakhir. Kami mengadakan acara malam hiburan dan kesenian. Hampir semua siswa da

  • Cinta Orang Ketiga   Ajari Aku Mencinfaimu

    Rumah Fairuz dipenuhi kerabat dan beberapa relasi bisnis. Hari ini keluarganya mengadakan syukuran kepulangan sekaligus sehatnya Sarmila kembali. Keadaan wanita itu sudah lebih baik setelah dirawat sekitar dua minggu. Dokter mengingatkan kondisi Sarmlia belum terlalu baik. Sewaktu-waktu bisa saja kembali kolaps. Dokter menyarankan secepatnya mencari pendonor dan menjaga kondisi pasien agar tak terlalu lelah, apalagi stress. Taman belakang yang luas disulap menjadi tempat berlangsungnya acara. Kursi-kursi disusun sejajar untuk anak-anak yatim yang sengaja diundang. Makanan juga dihidangkan di atas meja dengan aneka macam menu khas indonesia. Ada juga banyak nasi kotak untuk para tamu yang tak sempat hadir lama. Fairuz dan Sarmila tersenyum melihat tingkah Nika yang bergelayut di punggung Bayu. Sejak bertemu dengan ayahnya, bocah kecil itu seolah-olah tak bisa dipisahkan. Dia bahkan berulang kali meminta, agar sang ayah tidur bersamanya. Adelia terpaksa meloloskan keinginan putrinya i

  • Cinta Orang Ketiga   Dia Mencintaimu

    "Aneh, Nika langsung lengket sama kamu?" Bayu tersenyum tipis menjawab celutukkan Fairuz. "Nika bilang, pernah dikasih liat foto aku sana Adelia." Mata kedua pria itu, sedari tadi tak lepas mengawasi Nika yang bermain di taman rumah sakit, ditemani Deyana. Rasa terima kasih tak cukup rasanya dia ucapkan kepada Adelia, gadis itu tak menghilangkan jejaknya di pikiran putri mereka. Terbuat dari apa hati gadis itu? kebaikannya membuat Bayu merasa semakin tak pantas meski hanya memikirkannya saja. "Aku minta maaf kalau menyusahkan Papa." Lanjut Bayu, lagi. Fairuz menggeleng. "Justru Papalah yang harusnya berterima kasih. Kamu sudah merawat Sarmila empat tahun ini. Entah apa maksud Tuhan mempertemukan kita dalam lingkaran yang selalu terhubung." "Aku juga enggak mengira, Ibu adalah Ibu Adelia. Selama ini beliau sudah mengijinkan tinggal bersama. Ibu sudah aku anggap sebagai orang tua sendiri." Fairuz menepuk bahu Bayu pelan sebagai ungakapan rasa terima kasihnya. Melihat penampilan Ba

  • Cinta Orang Ketiga   Haru yang Menusuk

    "Udah pulang. Nak?" Mama Anta menyapa ketika melihat putranya pulang dengan wajah lesu. Anta hanya tersenyum sebagai balasan dari pertanyaan mamanya. Dia melonggarkan ikatan dasi di leher, lalu duduk menghempaskan tubuh ke atas sofa. Ratna--Ibu Anta--mengernyitkan dahi melihat wajah Anta yang kusut. Dia meletakkan majalah fashion yang sedang dibaca ke atas meja. "Kok wajahnya seperti kain belum disetrika, gitu?" "Enggak pa-pa, Ma. Aku cuma capek," jawab Anta singkat. "Capek, apa capek?" Ratna menggoda, bibirnya tertarik ke atas melihat Anta yang irit bicara. Bukan kebiasaannya seperti itu. Apalagi belakangan ini. Setiap hari wajah Anta selalu berseri, berdendang setiap melakukan apa saja. Entah sedang mencuci mobil, bersih-bersih, bahkan saat berjalan pun dia juga berdendang. Bukannya menjawab, pria itu malah menerawang, menatap langit-langit rumahnya. Apa yang dia lihat tadi siang, sangat mengganggu fikirannya. Ingin rasanya menutup mata dan berpura-pura tidak mengetahui apa-ap

  • Cinta Orang Ketiga   Sedih Tak Berujung

    Adelia duduk mematung di depan ruangan ICU. Tatapan gadis itu kosong, matanya sembab, dan wajah terlihat sangat kusut. Dia tidak tahu apa yang dia rasakan sekarang. Semua campur aduk di dada. Ada bahagia bisa bertemu kembali dengan sang ibu, sekaligus takut jika harus kembali kehilangan. Dia ingin menangis, ingin seseorang mengusap bahunya dan mengatakan semua akan baik-baik saja. Namun, Adelia menahan semua kecamuk di dada. Dia tak ingin terlihat menyedihkan di depan Bayu yang sering mencuri-curi pandang padanya. Anta juga tak bisa berbuat apa-apa. Pria itu bingung dengan situasi yang sedang terjadi. Otaknya mencerna dengan hati-hati, dimulai dari pergerakan Adelia yang tiba-tiba, lalu memeluk seorang wanita dan memanggil, ibu. Dia memang mengetahui jika Adelia bukan saudara kandung Deyana, tetapi tak mengira Ibu kandung si gadis masih hidup. Salah pria itu, dia tak pernah bertanya. Padahal Adelia pernah memberikan selembar foto dan meminta tolong untuk mencari keberadaan wanita itu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status