Tidak ada yang salah dalam hal mencintai, namun bagaimana jika cinta itu berkhianat? Kepercayaan yang sudah dijalani bertahun-tahun pun harus hancur begitu saja. Banyak rencana yang sudah diangankan, termasuk sebuah pernikahan yang istimewa tapi mimpi itu hilang dan melebur tanpa sisa.
Hubungan yang awalnya baik-baik saja, hubungan yang sudah terjalin selama lima tahun, hubungan yang sudah hampir melangkah ke jenjang pernikahan ternyata harus benar-benar berakhir dengan cara yang tidak diduga. Pernikahannya yang hanya menghitung hari akhirnya batal begitu saja, karena tanpa sebab pria itu pergi begitu saja di saat satu bulan menjelang pernikahan mereka.
Dia harus mendengar kabar pahit ketika baru saja kembali dari negara Nige hanya untuk memberikan kejutan untuk calon suaminya itu. Namun Dea harus disambut dengan kabar pilu yang membuat hatinya menangis.
Tapi ada kejutan-kejutan lain yang menantinya, terlebih tentang siapa yang menjadi pengganti calon suaminya itu. Sungguh, Dea tidak menyangka ini bisa benar-benar terjadi.
Semuanya terjadi seperti mimpi, tanpa diduga dan tanpa disadari. Harinya mendadak suram dan hancur saat impian bahagia yang ditunggu-tunggu, nyatanya tidak akan pernah terjadi.
Suara mesin pesawat terdengar cukup nyaring di setiap indera pendengaran, tempat ini begitu sangat ramai. Tidak terhitung berapa banyak orang yang berlalu-lalang. Banyak orang yang keluar sambil menggeret koper dan tas masing-masing
“Terimakasih banyak Pak!”
Seorang gadis bertubuh tinggi dan langsing, tersenyum pada seorang pria yang membantunya membawa koper berisi barang-barangnya. Perjalanan jauh dari Nige benar-benar menguras tenaganya.
“Terimakasih kembali Nona.” Pria itu dengan sangat sopan sembari menundukkan kepala. Lalu dia pergi setelah tugasnya selesai.
Deandra berdiri di ruang tunggu, menatap ke sekeliling untuk mencari orang yang sudah membuat janji dengannya. Sudah tidak sabar untuk memberi kejutan besar pada calon suaminya, Rican.
“Astaga, Laras kemana sih? Kenapa lama sekali?” sungutnya yang sudah terlihat tidak sabaran.
“Lihat saja, kalau nanti sampai kejutanku gagal, aku tidak akan memaafkannya!” Dia mengomel sendiri, tapi jemari indahnya terus menari di layar ponsel.
“Deandra!”
Tiba-tiba seseorang memanggil namanya dari arah belakang. Dea menoleh, dan mendapati Laras, sahabatnya berdiri sambil melambaikan tangan.
“Dea!!”
Baru saja Deandra hendak mengangkat tangan, tiba-tiba Laras sudah berlari ke arahnya dan menghimpit badan gadis itu.
“Laras…,” desisnya dengan suara berat saat menyadari pelukan erat dari sahabatnya itu.
Karena perbedaan berat tubuh mereka cukup jauh. Laras memiliki tubuh yang berisi, karena dia suka sekali makan tanpa tahu waktu. Sedangkan Dea, adalah gadis yang sangat peduli dengan penampilannya.
“Ya ampun Dea, aku benar-benar merindukanmu!” ucap Laras dengan antusias. Dia lupa, jika ternyata pelukannya sudah terlalu erat.
“La—ras, tolong. Pelukanmu. Aku tidak bisa berna—pas!” kata Dea dengan terputus-putus. Dia bahkan sudah nyaris kehabisan napas.
“Ya ampun!”
Laras tersadar, lalu dia mengurai pelukannya dan meliaht Dea yang sudah gelagapan. Persis seperti ikan yang menggelepar di daratan.
“Maaf De, terlalu antusias!” sambung gadis bertubuh berisi itu sambil terkekeh, “aku terlalu rindu! Jadi, kebablasan—hehe….”
Deandra menghela napas pelan. Dia mengerti, lalu menatap Laras yang terlihat merasa bersalah.
“Aku juga merindukanmu, Ras!” ucapnya lalu tersenyum, dan kembali membentangkan tangan untuk berpelukan lagi. Tapi, kali ini pelukannya cukup ringan.
Setelah saling melepas rindu. Akhirnya, kedua gadis itu berada di apartemen Dea. Dan tentu saja, mereka di sana bukan tanpa tujuan.
“Jadi, apa rencanamu kali ini?”
“Seperti rencana awal!”
Laras menganggukkan kepala karena sudah tahu apa rencana mereka. Lalu dia menatap koper besar yang berdiri sempurna di samping kaki Dea. Gadis itu memicingkan mata, setahunya Dea bukan orang yang suka membawa banyak barang.
“Sebelum itu, tolong jelaskan ini apa?”
Dea terkekeh. Dia berjongkok untuk membuka koper, berisi barang bawaannya dari negara Nige. Sangat membutuhkan effort luar biasa, hingga benda itu sampai ke negara asalnya.
“Oke, ini adalah baju pengantin, rancanganku sendiri!” ucapnya lalu menunjukkan gaun dan jas istimewa hasil tangannya, “aku yakin, Rican pasti sangat menyukainya!”
Wajah gadis itu terlihat sangat berbinar, membayangkan bagaimana bahagianya Rican ketika tahu dia pulang membawa baju pengantin mereka.
Lain hal dengan Dea, Laras justru sedikit ragu dengan rencana gila ini. Entahlah, dia merasa tidak yakin dengan Rican.
“Apa ini tidak berlebihan De?”
“Berlebihan?” tanya Dea, lalu ia memajang gaun dan jas itu di manekin, “ini impianku sejak dulu, Ras. Kau tahu itu kan?”
Laras termangu, sebenarnya ada hal yang ingin dia katakan sekarang. Tapi ia yakin untuk saat ini, gadis yang sedang tergila-gila pada seseorang pasti tidak akan mendengar nasihat siapapun.
“Dea, kau yakin melanjutkan pernikahan dengan Rican?”
Sontak pertanyaan itu mengundang rasa kesal Dea, dia menatap Laras dengan tidak suka. Kenapa setiap kali membahas hubungannya dengan Rican, Laras selalu saja menanyakan hal itu.
“Ras, kenapa sih pertanyaanmu tidak penting seperti ini?” tanya Dea yang sudah terlihat jengkel, “tentu aku akan menikah dengan Rican! Semua orang tahu perjuangan dia jauh-jauh ke Nige hanya untuk melamarku! Dia mencintaiku, Ras! Memangnya apalagi yang membuatku tidak yakin?”
Ucapan panjang lebar Dea, mampu membungkam Laras. Ingin sekali dia mengatakan sesuatu mengenai feelingnya tentang Rican. Tapi, Dea pasti tidak akan terima.
“Aku tahu sejak dulu kau tidak pernah menyukai Rican. Tapi sekarang? Rican sudah menunjukkan ketulusannya, Ras. Dia pria yang sempurna untukku!”
Dea berusaha untuk tenang, dia terus merapikan manekin yang memakai gaun buatannya sendiri.
“Aku yakin, pernikahan kami akan berjalan lancar! Jadi, tolong jangan rusak impianku hanya karena pertanyaan tidak penting itu!”
Seketika Laras menjadi merasa bersalah, dan merasa sangat jahat sekarang. Seharusnya sebagai seorang sahabat, dia harus mendukung semua keputusan Dea bukan malah membuatnya bimbang seperti ini.
“Maaf De, aku hanya terlalu paranoid. Tapi, apapun keputusanmu aku akan mendukung!” ucap Laras pada akhirnya, dia mendekati Dea dan merangkulnya dari samping.
Dea menarik napas pelan, lalu ia menganggukkan kepala. Meski Laras selalu mengusiknya dengan pertanyaan itu, tapi tetap saja hubungan persahabatan mereka selalu awet.
“Aku mencintai Rican, Ras. Dan dia juga mencintaiku! Jadi, tolong dukung hubunganku ya!”
Laras mengangguk dengan pasrah. Feeling buruknya terhadap Rican, tidak akan pernah hilang. Sementara Dea, terlalu mencintai pria itu hingga tidak akan percaya dengan ucapannya.
Tiba-tiba ada sebuah notifikasi yang muncul di ponsel Dea. Arga Matthew Carter baru saja mengikuti anda. Namun, dia memilih untuk mengabaikannya.
***
Sampai detik ini, Dea masih berusaha menghubungi Rican. Karena dia butuh penjelasan untuk semua ini.“Ric, plis Sayang. Kamu dimana?”Dea mengusap air matanya, dia terlalu lelah menangis untuk hari ini. Seharusnya dia bahagia untuk mengurus pernikahan mereka, seharusnya sekarang dia dan Rican sibuk melakukan sesi foto.‘Hal kecil seperti ini saja kamu tidak tahu. Pantas saja dengan mudahnya Rican membodohimu.’Entah kenapa ucapan Arga terngiang-ngiang di kepalanya. Memangnya dibagian mana Rican membodohinya? Bukankah selama ini mereka saling terbuka? Tidak ada rahasia antara mereka.Seketika Dea berhenti menangis, dia kembali bimbang dengan apa yang terjadi saat ini. Benarkah Rican sedang membohonginya sekarang? ‘Kenapa semua ini semakin rumit sih?’“Nate,” gumamnya, saat melihat adiknya itu duduk di taman rumah. Seketika dia ingin agar Nate membantunya.Dengan langkah tergesa Dea berlari keluar kamarnya. Bahkan ketika dia sampai di lantai bawah, Laras yang masih berada di sana mengh
Dea tidak paham, kenapa dia mengikuti Arga menuju taman belakang rumah. Padahal, ia sama sekali tidak menyukai pria itu.Isakan dari tangis Dea masih terdengar, dan itu benar-benar membuat Arga merasa terganggu. Dia berdecak kesal, lalu meraih sapu tangan yang ada dibalik saku celananya.“Jangan cengeng!” Dia menyodorkan sapu tangan itu tanpa menoleh sedikitpun pada Deandra.Seketika tubuh Dea terpaku saat mendengar suara pria itu. Suaranya berat dengan kesan seksi.‘Bodoh apa yang kupikirkan?’ Dia memekik dalam hati, kenapa di saat seperti ini dia memikirkan hal yang tidak penting.“Apa?!” tanya Dea. Berbicara dengan Arga seperti mengundang emosinya saja.Arga tidak lagi menjawab, dia hanya sibuk mengalihkan pandangannya dari Dea dan tampaknya tukang kebun itu jauh lebih menarik baginya.“Saya tidak menyukai kamu! Dan mungkin tidak akan pernah. Pernikahan ini hanya karena saya tidak mau mempermalukan keluarga.”Seketika gerakan Dea yang mengusap air matanya menggunakan sapu tangan te
Deandra, duduk termenung di atas kasurnya. Tatapan mata itu masih saja tetap kosong seperti tadi. Dia masih belum percaya apa yang sedang dia hadapi saat ini. Terasa seperti mimpi.Rican pergi bersama wanita lain, dan tiba-tiba keluarganya meminta pernikahan untuk tetap berjalan. Padahal baru kemarin Dea mendapat pesan dari calon suaminya itu agar tidak lupa untuk makan. Tapi kenapa sekarang keluarganya malah mengatakan jika Rican pergi?Dia benar-benar tidak paham akan hal yang sedang terjadi saat ini.Suara ketukan pintu membuat dia tersentak, tapi itu hanya sesaat dan kembali menatap kosong ke arah jendela kamar karena Laras yang masuk ke dalam kamarnya.“De, aku masuk ya.”Gadis itu tidak menjawab, rasanya tidak ada hal yang ingin dia katakan. Rasanya tidak ada kata yang ingin diungkapkan untuk saat ini.Laras tersenyum kecil, dia melangkahkan kakinya untuk mendekati Dea yang masih terus menampilkan ekspresi persis seperti orang yang tidak bernyawa. Ia mendesah panjang, ikut duduk
Deandra berharap kejadian beberapa jam lalu hanyalah sebuah mimpi buruk. Ketika bangun, dia mendapati duduk di sampingnya dan tersenyum.Dia berharap saat bangun nanti, akan menemukan Rican duduk di samping kasur sambil mengusap puncak kepalanya. Meminta maaf seperti biasa dan mengecup keningnya.Tapi ternyata tidak, karena sekarang dia sedang duduk di tengah kasur sambil menatap kosong ke arah jendela kamarnya.Ada Laras yang menemaninya di sana.“De, kau baik-baik saja?”Tidak ada jawaban yang diberikan gadis itu, dia tetap diam dan bungkam. Sibuk dengan pikirannya sendiri yang acak-acakan.Saat yang sama, Arum memasuki kamar dan menatap sedih ke arah putri sulungnya itu. Yang dia tahu, Dea gadis periang dan ceria. Tapi sekarang gadis itu berubah menjadi pemurung.“Dea, ikut Mami keluar sebentar.”Dea tidak menjawab, dia hanya mengangkat kepalanya untuk menatap Arum yang berdiri tidak jauh dari kasur. Dan saat itu juga dia menemui kesedihan mendalam dibalik netra kosong putrinya itu
Deandra Kirana baru saja kembali dari Nige setelah menempuh pendidikan selama 3 tahun terakhir. Sekarang dia pulang tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya.Ini menjadi sebuah kejutan untuk mereka dan juga calon suami Dea. Rican yang sangat sempurna untuknya karena, selama 5 tahun terakhir dia adalah pria yang selalu mencintainya tanpa syarat.Dea sangat mencintai pria itu, dan semakin mencintainya ketika beberapa bulan lalu Rican menghampirinya ke Nige dan melamar Dea di tempat romantis. Pada saat itu, dia merasa menjadi perempuan paling bahagia.Dan sekarang adalah bagiannya membuat Rican bahagia.Deandra keluar dari apartemen, menunggu taksi untuk pulang ke rumah orang tuanya, dia yakin mereka pasti akan syok melihat kepulangannya yang mendadak.Sepanjang perjalanan hingga tiba di rumah orang tuanya, Deandra sedang berusaha menghubungi Rican. Namun, tidak satupun panggilan atau pesannya mendapat balasan.“Dia kemana sih?” gumamnya yang terus berusaha. Terakhir kali Rican mengirimkan
Tidak ada yang salah dalam hal mencintai, namun bagaimana jika cinta itu berkhianat? Kepercayaan yang sudah dijalani bertahun-tahun pun harus hancur begitu saja. Banyak rencana yang sudah diangankan, termasuk sebuah pernikahan yang istimewa tapi mimpi itu hilang dan melebur tanpa sisa.Hubungan yang awalnya baik-baik saja, hubungan yang sudah terjalin selama lima tahun, hubungan yang sudah hampir melangkah ke jenjang pernikahan ternyata harus benar-benar berakhir dengan cara yang tidak diduga. Pernikahannya yang hanya menghitung hari akhirnya batal begitu saja, karena tanpa sebab pria itu pergi begitu saja di saat satu bulan menjelang pernikahan mereka.Dia harus mendengar kabar pahit ketika baru saja kembali dari negara Nige hanya untuk memberikan kejutan untuk calon suaminya itu. Namun Dea harus disambut dengan kabar pilu yang membuat hatinya menangis.Tapi ada kejutan-kejutan lain yang menantinya, terlebih tentang siapa yang menjadi pengganti calon suaminya itu. Sungguh, Dea tidak