Share

2. Jangan Mau Jadi yang Kedua!

“Memangnya hubungan kamu sama Pak Dani mau terus bersembunyi saja, Nis? Gak mau kayak yang lainnya yang nanti bisa berakhir dengan pernikahan,” tanya Riri lagi pada Nisa yang kini memojokkan dirinya.

Yaa, sebagai sahabat tentu saja Riri ingin terbaik untuk Nisa, meskipun memang poligami dalam islam diperbolehkan, akan tetapi tentu saja banyak risiko yang nanti akan datang melanda.

“Eling, Nis! Sadar, kamu itu cantik dan berpendidikan, gak akan sulit bagi kamu mendapatkan lelaki, bahkan pastinya akan lebih baik dari pada Pak Dani.” Riri masih saja bersungut-sungut menasihati Nisa.

“Jangan pernah mau deh jadi yang kedua! Memangnya jadi kedua itu gampang, hah? Apalagi kamu yang mudah banget nangis, sensitive, nanti yang ada banyak nangis ketika semuanya sudah kejadian!” Riri pun menyampaikan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi jika Nisa menjadi istri kedua.

“Iya, aku juga tahu, Ri. Tapi menghilangkan perasaan ini tidak mudah, kami sudah dua tahun bersama, dan satu tahun itu dijadikan usahanya Pak Dani untuk mendekati aku dengan usaha yang begitu keras.” Kini Nisa membuka suara pula, masih membela dirinya bahwa apa yang ia lakukan saat ini adalah benar, padahal sudah jelas salah karena menjalin asmara terlarang.

Entahlah dia sendiri memang bingung, di sisi lain dia tidak ingin menyakiti hati wanita lain, akan tetapi dia pun tidak ingin melepaskan lelaki yang sudah meruntuhkan pertahanan hatinya begitu saja. tidak mudah bagi Nisa untuk jatuh cinta.

“Pelan-pelan, Nis. Pasti bisa, dan aku yakin kamu pasti bisa, dan kamu tentunya gak akan tega untuk menyakiti hatinya wanita lain, menjalin hubungan dengan lelaki yang sudah beristri, semuanya belum terlambat, kamu masih bisa untuk menghindarinya, Nis.”

Riri masih saja memberikan semangat dan kekuatan pada Nisa untuk meninggalkan Dani sepenuhnya, ya lagi pula memang Dani sudah meninggalkan Nisa lebih dulu ketika istrinya tahu akan hubungan terlarang tersebut.

“Apa lagi Pak Dani sekarang udah ngeblok kontak kamu? Apalagi yang bisa diharapkan dari lelaki itu, Nis? Kamu memangnya gak malu mengemis cinta pada lelaki yang sudah beristri? Kamu memangnya gak malu dituding sebagai orang ketiga, sebagai pelakor?...”

Riri terus memojokkan Nisa lagi, lagi, dan lagi, ya dia sengaja agar Nisa kembali pada jalannya yang lurus, tidak lagi menyimpang seperti saat ini.

“CUKUP, RI!” Nisa memperingatkan Riri agar berhenti untuk terus berkata. Apakah Nisa marah dan tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh Riri?

DEG

Riri kini terpaku juga yang tiba-tiba saja Nisa memotong ucapannya itu dengan berteriak cukup keras, mulutnya masih menganga karena terhenti seketika saat ia akan melanjutkan ucapannya.

“Okey, okey, aku akan meninggalkan Pak Dani saat ini juga, Ri.” Nisa menyerah dan akhirnya ia akan menuruti permintaan sahabatnya itu, Riri.

Entahlah benar atau tidak, sebab sebelumnya pun Nisa mengatakan akan meninggalkan lelaki beristri itu kepada Riri, akan tetapi buktinya malah nyambung lagi dan lagi. Begitulah memang yang sedang dimabuk asmara, akal sehatnya hilang, padahal lelaki yang ia cinta sudah dimiliki oleh orang lain.

“Sorry, Nis. Aku seperti ini karena aku sayang sama kamu sebagai sahabat, aku gak mau kalau kamu melakukan kesalahan seperti ini, terlebih kita sama-sama wanita, tentunya tidak ingin juga jika pasangan kita direbut oleh wanita lain,” ucap Riri yang kini sudah melunakan nada bicaranya, bahkan raut wajahnya pun kini sudah kembali hangat, tidak keras lagi.

Nisa masih diam saja, entahlah apa yang ada di dalam pikiran wanita muda itu, seolah nampak dalam raut wajahnya ia masih saja tidak rela untuk mengalah dan merelakan Dani lepas begitu saja.

“Tapi, kali ini kamu sungguhan akan meninggalkan Pak Dani, kan Nis? Gak kayak kemarin-kemarin lagi yang akhirnya malah balik lagi?” Riri kembali mengajukan tanya sehingga Nisa kini dahinya berkerut dan menatap ke arah sahabatnya itu, lalu mengembuskan nafas.

Ia tak menjawab, dan Riri tahu dengan respon yang diberikan oleh Nisa tersebut, yang artinya bisa jadi iya, dan bisa jadi tidak.

“Memangnya apa sih yang sudah kalian berdua lakukan sehingga kamu sulit banget melepas Pak Dani, Nis? Meski udah putus, tapi malah balik lagi aja, udah tiga kali lho kamu balik lagi pada Pak Dani.” Riri kembali penasaran lagi, sehingga rasa bersalahnya yang tadi ada kepada Nisa, kini muncul kembali.

Hening. Lengang. Nisa tak lagi menjawab pertanyaan dari Riri, sebab ia pun tidak pernah melakukan apa pun dengan lelaki beristri tersebut, kecuali hanya video call dan Dani meminta Nisa untuk melucutinya bajunya.

“Apa jangan-jangan kalian berdua udah ….?” Riri kini menebak lagi, tapi tebakannya tidak ia lanjutkan, sengaja. Sebab ia pun tidak ingin menuduh Nisa dengan kejam seperti itu.

Akan tetapi banyak orang bilang, apabila ada seorang wanita yang enggan untuk meninggalkan pacarnya, itu artinya ada sesuatu hal yang sudah diberikan kepada lelaki tersebut, kehormatannya.

Apalagi jika menjalin hubungan dengan lelaki yang sudah menikah, tentunya berbeda sekali dengan menjalin hubungan dengan lelaki yang sama sekali belum menikah dan belum mengenal seks.

“Udah apa?” Nisa langsung saja menyerobot ucapan Riri yang menggantung itu dengan mata memicing, menyelidik, seolah Nisa pun sudah tahu dengan apa yang ada di dalam pikirannya Riri saat ini.

“Eh, itu, Nis. Maaf, aku kan cuma nanya aja, kenapa kamu sampai segitunya gak mau kehilangan Pak Dani,” jawab Riri yang kini merasa kikuk juga kepada Nisa.

“Kamu pikir aku dan Pak Dani udah melakukan seks gitu, Ri?” Nisa kini langsung menembak saja apa yang ada di dalam pikirannya Riri.

“Kan aku cuma nanya aja, Nis, bukan menuduh! Kalau gak, ya udah syukur! Tapi kata kebanyakan orang bahwa menjalin hubungan dengan lelaki yang sudah menikah itu berbeda, Nis, hasrat sexualnya lebih tinggi, karena dia sudah biasa melakukannya bersama dengan istrinya.”

Riri berkelakar mencoba membuat Nisa agar tidak tersinggung kepadanya atas tuduhannya yang keji itu.

“Itu yang aku dapatkan dari suamiku, katanya begitu, begitu juga dengan apa yang dikatakan oleh Pak Deden juga. Tapi, aku yakin kok bahwa kamu tidak akan pernah melakukan hal itu, karena aku yakin bahwa masih ada pelajaran dari pesantren yang melekat di hati kamu,” sambung Riri lagi menunggu respon dari Nisa.

“Iya, kan Nis?” Riri masih meyakinkan Nisa, dan masih menunggunya pula untuk menjawab pertanyaannya itu yang kini sudah menari-nari dalam benaknya tidak sabar untuk dijawab.

Nisa sendiri kini hanya diam, bungkam, wajahnya bahkan nampak pias karena ditanya seperti oleh Riri, karena memang pada faktanya hubungannya dengan Dani sudah sangat jauh.

“Nis, kok kamu diam aja?”

DEG

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status