Share

Cinta Satu Malam dengan Berondong
Cinta Satu Malam dengan Berondong
Author: Sara Maureen

Fixing a Broken Heart

“Aku akan tidur sama laki-laki mana pun yang pertama kali datang ke sini.”

Ucapan penuh tekad itu diucapkan oleh Padma Hardjaja sebelum menenggak minumannya dengan barbar.

Selain perempuan seksi yang ingin bersenang-senang, biasanya di klub juga sering ditemukan perempuan patah hati seperti Padma.

Sudah sebulan ia berusaha baik-baik saja setelah mengetahui kekasihnya memilih menikah dengan seorang janda kaya, tapi sampai saat ini lukanya benar-benar masih menganga.

Ternyata Papa benar, batin Padma dengan setengah hati. Galih hanya mau uang, makanya dia pacaran denganku.

Saat isi botolnya sudah habis tak bersisa, Padma pun memanggil bartender. “Satu botol lagi, please.”

Sang bartender sudah ingin menolak karena Padma terlihat sudah sangat mabuk, tapi melihat tatapan tajam yang masih bisa diberikan Padma, bartender itu mengurungkan niatnya dan memberikan apa yang Padma pinta.

Di sisi lain The Clouds yang merupakan klub malam paling ramai dikunjungi itu, ada ruangan VIP di lantai dua yang diisi enam lelaki dengan tiga kriteria yang sama—tampan, mapan, dan jantan, incaran kaum hawa yang sering datang ke The Clouds.

“Tantangannya nggak sulit kok. Cukup tiduri perempuan itu. Kalau dia menolakmu, maka semua minuman kita harus digratiskan selama satu bulan ke depan.”

Badai Tanaka langsung mendengus mendengar tantangan dari permainan konyol seperti spin the bottle yang mereka jalani saat ini. Ia melihat ke layar ponselnya yang terhubung dengan jaringan CCTV.

Teman-temannya yang sialan itu menunjuk satu-satunya perempuan yang tengah duduk sendirian di bar. Di sekelilingnya, ada banyak lelaki yang menatapnya dengan penuh minat tapi sepertinya tak berani mendekati perempuan itu.

“Dia, tiduri dia,” ulang teman Badai sekali lagi. “Rayu dia dalam lima belas menit, ajak dia tidur bersamamu. Kita pantau dari sini.”

“Dasar otak selangkangan,” maki Badai sambil menenggak minumannya dan berdiri dari duduknya.

Tapi tak urung Badai pun menuruti tantangan konyol tersebut. Kebetulan sekali, sudah hampir dua minggu ia tak menyalurkan hasratnya karena pekerjaannya sangat banyak. Belum lagi ia harus terus menerus menolak dorongan ayahnya untuk mengambil alih perusahaan mereka.

Jualan jamu? Yang benar saja! batin Badai saat kembali mengingat permintaan sang ayah.

Begitu turun ke lantai satu The Clouds, Badai segera berjalan menuju area bar. Ia menyapa beberapa orang yang ia kenal dan menolak dengan halus ajakan perempuan-perempuan cantik di sekitarnya.

Lelaki itu menatap perempuan yang duduk membelakanginya. Saat ia mendapati seorang lelaki tua dan berperut buncit ingin menyapanya, Badai segera mendorong bahu lelaki itu agar menjauh dan memberi tatapan ‘perempuan ini milikku’ padanya.

Enak saja, ia tak mau mengalah pada lelaki itu! Badai harus berhasil menjalani tantangan ini kalau tidak mau diperas habis-habisan oleh teman-temannya.

“Hai, Cantik,” sapa Badai sambil duduk di sebelah bar stool yang kosong.

Perempuan berambut lurus hitam legam itu langsung menoleh padanya dan terkejut. “Hai,” sapanya. Walau begitu, Badai bisa menilai kalau perempuan itu gugup.

“Sendirian?”

“Yap, as you can see.”

“Bisa-bisanya perempuan seperti kamu sendirian?”

“Memangnya aku perempuan seperti apa?”

Badai memanggil bartender dan memesan minuman untuknya lagi. Ia perhatikan, perempuan itu sepertinya sudah minum cukup banyak. “Cantik dan nggak pantas ditinggalkan sendiri,” jawab Badai.

Padma harusnya tahu, keahlian nomor satu bagi lelaki seperti Badai adalah berkata-kata manis hingga membuat siapa pun yang mendengarnya terlena begitu saja.

Tapi efek patah hati yang dikombinasikan dengan alkohol rupanya menumpulkan insting Padma. Padma malah tersenyum dan menopang pipinya dengan tangan kiri hingga ia bisa benar-benar menatap ke samping—ke arah Badai.

“Kamu bohong,” kata Padma dengan nada merajuk. “Buktinya Galih meninggalkanku cuma demi seorang janda kaya.”

“Lelaki itu sudah jelas brengsek, kenapa kamu harus bersedih karena dia?” Badai menyentuh wajah Padma dan terkejut saat tangannya seperti disengat oleh listrik statis.

Ketika Badai bisa melihat dengan lebih jelas, Padma benar-benar sangat cantik dan membuat Badai heran, apa temannya yang memilih perempuan ini untuk tidur dengannya benar-benar melihat wajahnya?

‘Baik’ sekali mereka jika mereka memang sengaja memilihkan perempuan seperti dewi ini untuknya.

“Karena dia pacarku!”

“Masih jadi pacar?” Kini Badai jadi penasaran.

“Nggak, udah putus.” Padma memicingkan matanya. “Kamu siapa sih? Kenapa mengorek informasi tentang aku?”

“Oh, aku orang yang dikirimkan Tuhan untuk menyembuhkan patah hatimu.” Badai kembali menelusuri wajah Padma dan ibu jarinya berhenti di bibir.

Padma menahan napasnya saat mendapati tatapan Badai kini jatuh pada bibirnya. Kalau ia sedang tak mabuk, pastilah heels-nya sudah melayang ke wajah tampan lelaki di sampingnya ini.

Tapi… Badai adalah lelaki pertama yang mendatanginya di sini dan Padma langsung teringat ikrarnya beberapa waktu yang lalu.

Tanpa sadar, Padma menempelkan bibirnya di ibu jari Badai dan Badai malah menangkap hal tersebut sebagai ‘kode’ untuknya.

Badai menunduk dan menyingkirkan ibu jarinya dari bibir Padma supaya ia bisa menciumnya. Saat bibir mereka bersentuhan, Badai melumatnya dengan tak sabaran saat rasa manis dari bibir ranum tersebut membuatnya menggila.

Ciuman itu tak ada manis-manisnya sama sekali. He likes it rough but it seems Padma also like the way he kissed her.

Perempuan itu memberi akses untuk untuk lidah Badai bermain-main di mulutnya dan gairah Badai mulai membara seiring dengan balasan Padma.

Saat ia mengakhiri ciuman tersebut, Badai sudah bersiap dengan tatapan kemarahan dan tamparan di pipinya—sesuatu yang bisa ia dapatkan ketika ia mencoba merayu perempuan yang terlihat independent serta tak mudah jatuh dalam bujuk rayunya.

Tapi ketika ia menjauhkan wajahnya dari wajah Padma, paha Padma tanpa sengaja menyenggol pusat gairahnya. Tatapan sayu perempuan yang belum ia ketahui namanya tersebut semakin membuat Badai gelap mata.

“That kiss…,” desah Padma yang semakin linglung—percampuran antara alkohol dan kehebatan ciuman Badai yang seolah mengobrak-abrik otaknya.

Dengan tak sabaran, Badai menarik Padma dari bar stool dan mengajaknya ke bagian belakang klub. Ia punya kamar pribadi yang aksesnya hanya dimiliki olehnya dan beberapa pegawai terpercaya.

Begitu tiba di kamar tersebut, Badai kembali memeluk Padma dan kembali menciumnya sambil mendesak Padma ke arah ranjang. Dengan tak sabaran, Badai membuka kancing kemeja Padma.

Ia bahkan sudah lupa taruhan yang mengharuskannya tidur dengan Padma. Di pikirannya kini, perempuan itu harus jadi miliknya malam ini.

Badai tahu, bukan hanya ia yang ingin berlanjut ke tahap selanjutnya saat mendengar Padma berbisik di telinganya, “You’re a good kisser.”

“When on the bed, I’m a God, Honey,” bisik Badai di telinga Padma dan membuat perempuan itu mendesah pelan, mulai hilang akal karena alkohol dan rayuan maut Badai lewat sentuhannya.

Sara Maureen

Hai, selamat datang di ceritaku! Semoga suka yaaa. Kalian bisa follow sosmedku untuk tahu informasi bukuku yang lainnya di @saraamaureen

| Like
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Gex Sinta
Aku sangat suka dengan cerita nya
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status