Adelia mengeratkan pegangannya pada tas punggung yang ia gantung pada pundak kirinya. Ia menyipitkan matanya seketika sampai di pinggir lapangan. Pandangan Adelia lurus ke depan, di pinggir lapangan seberang sana. Rupanya Reno cs sudah stay di bangku yang berada di bawah pohon.
Ya! Sekarang sudah waktunya pulang sekolah, murid-murid pun berbondong-bondong menuju parkiran. Friska juga telah pulang terlebih dahulu. Adelia pun menghembuskan nafasnya kasar kemudian berjalan santai di tengah lapangan untuk menghampiri Reno cs yang tengah berbincang kecil.
Tak butuh waktu lama, Adelia sudah sampai di tempat mereka tentunya dengan wajah datar, "Eh, Adel tuh." gumam Ivan sembari menengok kearah Adelia, "Iya tuh Ren." tambah Sham.
Reno yang posisinya berdiri membelakangi Adelia pun langsung memutar tubuhnya, dengan bola basket di tangannya. Seketika Reno terdiam memperhatikan Adelia. Gadis itu berdiri dengan coolnya, rambut panjang sedikit curly yang berterbangan ke belakang karena angin yang berhembus. Reno tak berkedip menatap Adelia yang tidak menampakkan ekspresi apapun itu.
"Jadi duel nggak?" tanya Adelia sembari berkacak pinggang.
Reno pun langsung tersadar dari lamunannya. "Jadi lah." jawab Reno kemudian berjalan ke tengah lapangan sembari mendribble bola basketnya.
Adelia pun juga langsung menaruh tas dan jaketnya di bangku itu kemudian berjalan menyusul Reno ke tengah lapangan.
Adelia dan Reno saling berhadapan dan bertatapan dengan Sham di tengah yang siap melakukan jump ball. "Kalian siap?" tanya Sham yang kemudian dijawab dengan anggukan kepala oleh dua muda mudi itu.
Adelia menatap lekat-lekat bola basket di tangan Sham, ia yakin akan memenangkan duel ini. Adelia pun berkonsentrasi, memusatkan fikiran pada bola tersebut, "Oke! Gue hitung mundur ya, tiga .. Dua .. Satu!" kata Sham kemudian melambungkan bola basket di tangannya itu ke atas.
Dan yang mendapatkan bola adalah Reno, karena postur tubuhnya yang sudah jelas lebih tinggi dari Adelia. Dan mereka pun mulai bermain basket, Adelia sebisa mungkin mencoba merebut bola itu dari tangan Reno.
Walaupun memakai rok, Adelia tetap gesit dalam bermain. Sedangkan di pinggir lapangan sana, Ivan dan Sham saling bersorak-sorak meneriaki bosnya, Reno, "AYO BOSS! LO PASTI BISA NGALAHIN DIA, PEPET TERUSS!! HUUUU!!" teriak Ivan heboh.
"IYA BOSS! LAWAN DIA, REBUT BOLANYA!! AYOO!!" tambah Sham di sampingnya sembari bertepuk tangan.
Beberapa menit pun berlalu, keduanya saling berebut bola basket itu dan memasukkannya ke dalam ring. Adelia juga sempat kuatir kalo ia kalah, karena beberapa kali ia susah merebut bola dari tangan Reno yang bisa dibilang lebih gesit darinya-iya lah, dia cowok gitu dan anak basket juga-tetapi Adelia tetap optimis menang karena ia mengikuti eskul basket itu dari SMP sampai sekarang ini, juga ditambah latihan di rumah.
Waktu terus berjalan, hari semakin sore, sekolah semakin sepi karena semua murid dan guru sudah pulang. Adelia dan Reno masih gesit berebut bola dan berakhir dengan shoot dari jarak jauh yang dilakukan oleh.. Reno.
Dan skor berakhir dengan Adelia 20 kemudian Reno 21. Cuma beda 1 skor doang loh?
"Ah sialan!" umpat Adelia sembari berkacak pinggang.
"Hahaha ternyata lo jago juga yah, nggak nyangka." ujar Reno sembari mengatur deru nafasnya.
"Yee, lo menang Boss!!" heboh Sham dan Ivan yang baru saja datang. Mereka bertos ria dengan Reno.
"Yo'a!" jawab Reno.
"Hahaha terus hukumannya buat dia apa, Ren?" tanya Ivan yang langsung diangguki oleh Sham. "Iya tuh!" katanya.
"Duh~ udahlah yah nggak usah pake hukum-hukuman! Gue capek mau pulang!" ketys Adelia yang hendak pergi.
"Yee nggak bisa gitu dong, gampang kok hukuman dari gue." kata Reno sembari mendekat kearah Adelia.
"Apaan?!" ketusnya.
Reno menyeringai sebelum menjawabnya, "Gampang kok, cuma dinner aja sama gue, lusa." kata Reno.
"Dinner? Emang nggak ada yang lain apa? Kenapa harus dinner segala?" ketus Adelia.
"Nggak, gue cuma mau deket aja sama lo." kata Reno lagi dan membuat Adelia menatapnya tajam.
"Kalo gue nggak mau gimana?" tantang Adelia sembari berkacak pinggang.
Hal itu langsung membuat Reno lagi-lagi menyeringai dan berjalan mendekat kearahnya, "Lo berani natang gue nih? Yakin? Berarti lo mau dong gue cium disini sekarang?" bisik Reno tepat di dekat telinga Adelia.
Gadis itu meneguk ludahnya sendiri, tiba-tiba bulunya meremang mendengar ucapan Reno barusan, "Nggak takut! Gue udah sabuk hitam taekwondo kok. Dan .. Kalo lo berani cium gue .. gue bakalan .. Pukul lo!! .. Sini maju lawan gue, gue hajar lo!! Gue pasti bisa kalahin lo!" kata Adelia ragu-ragu kemudian memasang sikap kuda-kudanya.
"Kalian berdua juga, sini maju lawan gue! Walaupun gue cewek, gue nggak takut lawan kalian!" ujar Adelia lagi seketika melihat Sham dan Ivan terkikik geli.
Perkataannya yang terlalu percaya diri tersebut malah membuat Reno terbahak. "Hahahaha. Sumpah, lo lucu banget. Hahahaa. Lo bisa kalahin gue? Hahahaa. Adel Adel! Lo tuh cewek, dan tenaga lo jelas nggak sekuat gue. Lagian gue juga nggak mungkin berantem lawan cewek. Banci banget gue. Dan lo juga bukan lawan yang seimbang buat gue! Ngerti? Udahlah, mending lo simpen tenaga lo dan nurut aja sama gue, cuma dinner aja kok, nggak lebih, kita kan udah sepakat tadi." jawab Reno.
Beberapa saat Adelia menatap Reno cs dengan tajam. Ingin rasanya Adelia melempar mereka ke dasar jurang atau kalau tidak yaa, ke dasar laut juga bisa biar sekalian dimakan sama hiu. Tetapi itu rasanya tidak mungkin.
Adelia pun menghela nafasnya kemudian mengibaskan tangannya dan berlalu dari hadapan mereka yang kini saling berpandangan kemudian tersenyum lebar, "Hahahaa menang banyak Lo, Boss!" heboh Sham dan Ivan sembari menepuk pundak Reno.
"LUSA GUE TUNGGU LO DI CAFE DELIMA JAM TUJUH!!" teriak Reno membuat Adelia berhenti namun tidak menoleh.
Gadis itu menekan bibirnya ke dalam kemudian kembali berjalan ke pinggir lapangan. Ia menarik tas dan jaketnya kesal lalu pergi dari tempat itu.[]
SATU hal yang tidak pernah terlintas dalam benak Adelia selama ini, yaitu kenyataan bahwa Raisha ternyata bermuka dua alias musuh dalam selimut. Setelah benar-benar mendengarkan cerita Friska kemarin di telfon, emosi cewek itu benar-benar tersulut dan terbakar. Benar-benar tidak habis fikir dengan ke-kejam-an Raisha-plus Cherry and the gank, memutus rem motornya. Masih untung ia bisa selamat, kalau tidak? Memangnya Raisha mau mengganti dengan nyawanya? Itu jelas tidak mungkin.Dan hari ini, gadis itu sudah bertekad akan melabraknya. Walaupun Dicky pula sudah berkali-kali memberinya nasihat untuk tidak terlalu emosi, tapi tetap saja, Adelia tetap Adelia, Adelia yang frontal, brutal, bar-bar, tidak takut dengan apapun, tidak ingin ditindas, atau apalah itu. Karena gadis itu juga tidak mungkin bisa diam saja, seakan-akan tidak terjadi apa-apa sementara dalam emosi dalam dirinya terus bergejolak.Karena masalah ini juga sudah kelewatan. Memutus
BEBERAPA kali Dicky mengetuk-ketukkan jari tangannya di atas meja. Terhitung sejak istirahat pertama yang telah usai beberapa menit yang lalu kemudian disusul pelajaran berikutnya yang juga telah berlangsung beberapa menit, Adelia tak kunjung menampakkan batang hidungnya di kelas. Hingga kini terketuklah pintu hati pemuda itu untuk angkat pantat dari kursinya dan ijin keluar kelas dengan alasan ke kamar mandi.Apa tuh cewek marah ya sama gue? Sialan! Gue-nya juga si yang bego, mau-mau aja makan bareng sama Raisha. Duh! Lo kemana sih Del?Di setiap langkahnya menyusuri koridor yang sepi, Dicky tak henti-hentinya memikirkan Adelia dan merutuki kebodohan dirinya. Beberapa pesan sudah Dicky kirimkan namun tidak dibalas, panggilan pula tidak diangkat. Ia telah mengunjungi beberapa tempat seperti: kantin, perpustakaan, bahkan ruang musik-walaupun ia tahu, cewek itu tidak mungkin berada disana-tetapi Adelia masih belum juga ketemu.
HARI terus berganti. Tak terasa bulan Februari telah habis dan mulai memasuki bulan baru, Maret. Karena memang lukanya tidak parah, keadaan Adelia semakin kesini semakin membaik. Dan setelah diperbolehkan keluar dari rumah sakit beberapa hari yang lalu, kini gadis itu dapat menghirup udara lagi dengan bebas dan menjalani kehidupan seperti biasanya.Mungkin setelah adanya insiden yang mencelakakan Adelia beberapa waktu lalu, membuat Dicky semakin menunjukkan perhatiannya. Seperti saat ini, baru saja Adelia terbangun dari tidurnya-disaat matahari mulai merangkak naik-Dicky telah datang menghampirinya dengan semangkuk bubur ayam yang tadi dibelinya di warung makan gang depan pagi-pagi sekali."Gimana rasanya? Enak?" tanya Dicky, sembari memperhatikan Adelia menyantap makanan itu. Untung saja gadis itu bangun tepat waktu, sehingga Dicky tidak perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk membangunkannya.Masih mengunyah, Adelia men
CUACA pagi ini sedikit mendung. Tidak seperti hari-hari biasanya. Sama seperti hati Dicky ketika pemuda itu menginjakkan kakinya di halaman sekolah. Setelah semalaman ia tidur di rumah sakit karena menjaga Adelia, pukul 6 tadi ia baru bisa pulang ke rumah dan langsung bersiap-siap ke sekolah.Sebenarnya, Dicky ingin absen hari ini karena ia ingin tetap berada di samping Adelia. Hanya takut saja kalau gadis itu tiba-tiba membutuhkan sesuatu dan ia tidak sedang bersamanya. Namun, Adelia tentu tidak ingin kalau Dicky sampai tertinggal pelajaran di kelas hanya karena menjaganya, sehingga ia harus memaksa pacarnya itu untuk tetap masuk sekolah sampai Dicky akhirnya menuruti perkataannya."Pagi Dicky!"Seseorang bersuara feminim tiba-tiba datang dan menepuk pundaknya dari belakang lalu disusul dengan langkahnya yang langsung ia sejajarkan dengan Dicky. Pemuda itu kontan menoleh. "Raisha?"Senyum
CAHAYA matahari di siang bolong nampaknya begitu membakar kulit Dicky dan teman-teman satu timnya yang tengah bermain basket di lapangan outdoor. Berpeluh-peluh keringat yang menetes di setiap wajah itu, membuat mereka terlihat semakin kece-apalagi Dicky, tingkat ketampanannya bertambah begitu wajahnya terekspos oleh sinar matahari.Tak sedikit pasang mata kaum hawa di sekeliling lapangan yang menyaksikan aktivitas mereka. Bahkan, sesekali ada yang menjerit begitu melihat Dicky memasukkan bola ke dalam ring dengan mulus dan dari sudut manapun.Dug~Dug~Dug~Suara pantulan bola basket dengan lantai lapangan, juga decitan sepatu, dan suara bariton cowok-cowok itu amat mendominasi. Dari satu arah, Adelia datang dengan membawa minuman dingin dan handuk kecil kemudian duduk di salah satu bangku di bawah pohon yang berada di pinggir lapangan. Ikut menyaksikan mereka.&nbs
"Kriinggg ..''BEL masuk khas GHS baru saja dibunyikan oleh seorang security di ruang TU, getaran suaranya pun merambat hingga terdengar ke seluruh penjuru sekolah itu. Terlihat murid-murid dari berbagai angkatan mulai berbondong-bondong memasuki kelas masing-masing, termasuk Adelia, Friska, dan Dicky. Entah, setelah mengetahui kenyataan kalau ternyata Dimas memiliki hubungan khusus dengan Raisha-terbukti saat cowok itu menjemputnya tempo hari, kini Friska lebih sering berangkat siang.Di bangku paling belakang dan deretan ke 3 dari barat, Adelia mendudukkan pantatnya di tempat duduk yang berada disana, diikuti Friska di sampingnya sementara Dicky duduk di bangku sebelah mereka."Hhh .. Kalian makin hari makin lengket aja deh gue liat-liat! Udah kayak perangko aja! Bikin gue iri tau nggak!" celetuk Friska sambil menghempaskan tas selempangnya di atas meja.Mendengar itu, membuat Dicky dan Adeli
LANGIT sudah benar-benar gelap. Dicky berkali-kali menelfon Adelia namun yang ia dapatkan hanyalah suara mbak-mbak operator yang mengatakan bahwa nomor yang dituju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Sedari tadi Dicky juga hanya berjalan mondar-mandir di balkon kamarnya. Ia merasakan hatinya tidak tenang. Cemas dan khwatir amat berkecamuk dalam dirinya karena gadis itu belum juga menampakkan batang hidungnya sampai saat ini."Adel kemana sih? Udah jam segini kok nggak pulang-pulang?" pemuda itu bergumam seraya melirik arloji dalam pergelangan tangannya. "Apa gue cek ke sekolah aja kalik ya?" fikirnya.Karena tidak ingin terjadi apa-apa, Dicky akhirnya memutuskan untuk mencarinya di sekolah. Ia berjalan cepat menuju garasi untuk mengeluarkan mobil dan segera meluncur keluar meninggalkan rumahnya, juga rumah Adelia, yang begitu sepi itu. Ya! Pasalnya, orangtua mereka dengan kompaknya pergi ke luar negeri tanpa sepengetahuan Dicky
DERAP langkah kaki Adelia tampak menyusuri lorong-lorong koridor yang masih sepi, baru beberapa saja yang datang karena hari masih terlalu pagi. Ya! Karena ini hari Senin dan ia tidak mau terlambat upacara. Namun, langkahnya terlihat santai dan tidak begitu semangat. Pandangannya pun kosong, sepertinya suasana hati sedang tidak secerah matahari pagi. Berkali-kali Adelia menghela nafas dan mengeratkan pegangannya pada tali tas ranselnya.Arahnya berjalan pun tidak menuju ke kelasnya, namun ke tempat lain. Hingga tak lama, gadis itu sampai di sebuah taman yang lumayan luas dan letaknya berada di belakang sekolah, yang notabenenya jarang dikunjungi oleh murid-murid. Rerumputan hijau tampak berembun, udara masih segar. Adelia segera berjalan menuju sebuah kursi panjang yang ada disana."Aduh~ Kenapa masih sakit aja sih, udah diobatin juga tadi malem!" gadis itu mendudukkan pantatnya disana. Jari-jari tangannya meraba bagian sudut bibir yan
SALAH satu hal yang paling jarang-bahkan tidak pernah, dilakukan oleh seorang Adelia adalah memasak. Oleh karena itu, Marissa memaksanya untuk belajar supaya gadis itu menjadi perempuan yang benar-benar perempuan. Namun, sedari tadi gadis itu hanya menekuk wajahnya sembari memotong wortel dengan asal-asalan. Sehingga potongan wortel yang dihasilkan pun ada berbagai macam ukuran dan bentuk, ada yang besar, ada yang kecil, ada yang segitiga, dan ada pula yang kotak.Tak~Tak~Tak~Suara pisau dengan papan begitu mendominasi dapur itu. Sementara Adelia memotong wortel, Marissa sibuk menggoreng ayam. "Aduh, kamu salah motongnya, Del! Jangan gede-gede gitu, tipis-tipis aja, kamu gimana sih?" omel wanita itu saat memperhatikan kerja anak gadisnya yang ternyata diluar ekspektasi."Yang penting kan dipotong ma? Biar kenyang kan kalo gede-gede gini!" ujar Adelia masih dengan aktivitas mem