Share

10. Mulut Berbisa

last update Last Updated: 2023-04-27 11:51:20

Pak Desta sudah membawa Hilmi pergi dengan mobilnya. Aku mengintip dari jendela kamar kepergian keduanya. Setelah merasa aman, aku pun pergi ke dapur untuk mencari sabun. Ya, paling tidak, aku harus segera mandi membersihkan tubuh. 

Ada sabun batangan di dalam lemari perlengkapan dapur dan masih banyak persediaan rumah tangga lainnya. Satu batang sabun batangan aku bawa ke kamar untuk membersihkan tubuhku. Barang yang lainnya bisa aku urus nanti. 

Setelah mandi dan mengganti pakaian dengan yang lebih nyaman. Aku pun menyapu rumah dan mengepelnya. Setelah semua lantai dan ruangan bersih dan wangi, aku pun mencuci piring kotor yang tidak terlalu banyak di kitchen sink. 

Adzan magrib berkumandang saat aku selesai melakukan semuanya. 

"Desta! Desta! Lu di rumah gak? Desta!" Teriakan Mas Gusti membuatku terlonjak kaget. Dengan ketakutan, aku kembali bersembunyi di dalam kolong meja. Bisa saja Mas Gusti masuk ke dalam rumah dan aku tidak tahu, apakah pintu rumah tadi sudah dikunci Pak Desta atau belum. 

"Desta, buka! Ada Hilmi gak?" Aku pun menghela napas. Ada sedikit rasa syukur di sana karena ternyata Mas Gusti mencari keberadaan Hilmi. Suara pagar digoyang kasar, menandakan pintu pagar dikunci oleh si pemilik rumah. Aku pun keluar dari tempat persembunyian, lalu berjalan mengendap-endap untuk melihat Mas Gusti, suamiku. 

Pria itu nampak berdiri dengan resah sambil memegang ponsel, lalu ia letakkan di telinga. 

"Desta, lu gak di rumah ya? Gue nyariin Hilmi."

"Apa? Sial! Gue udah deg-degan, Desta. Gue kira Hilmi kabur karena mbaknya gak ada. Ya udah, nanti kalau Hilmi tidur, anterin pulang aja. Langsung taruh di kamarnya. Pintu rumah gak gue kunci."

Itulah kalimat yang kudengar saat Mas Gusti menelepon Pak Desta. Pria itu sangat tidak menyukai Hilmi entah karena apa? Padahal almarhumah Mbak Hanin sangat menyayangi Desta dengan sepenuh hatinya. 

Pria itu pun berlalu dari depan rumah Pak Desta. Aku bisa bernapas lega dan bersiap untuk salat magrib. Walaupun aku belum memakai hijab seperti keinginan Mbak Hanin, paling tidak, aku tidak pernah meninggalkan salah satu kewajibanku sebagai seorang muslim, yaitu salat lima waktu. 

Selesai salat, aku menggoreng telur, lalu menikmati makan malam sederhana sambil menunggu Pak Desta pulang. Namun, hingga jam di dinding berada pada angka sembilan, Pak Desta belum juga pulang dan aku pun memutuskan untuk tidur saja. 

Hari ini aku amat lelah dan mata pun sudah mengantuk. Malam ini pula, di sepanjang hidupku, aku tidur di kamar ber-AC. Sampai-sampai aku tidak sadar kapan Pak Desta pulang. 

Tok! Tok! 

"Zia, bangun!" Aku tersentak saat suara Pak Desta terdengar membangunkanku. Lekas aku turun dari tempat tidur untuk membuka pintu. Siapatahu majikan baruku itu membutuhkan sesuatu. 

"Ya, Pak, ada apa?" tanyaku sambil menggosok kedua mata. 

"Zia, kamu di sini tetap pembantu ya, masa iya, sudah jam enam belum juga bangun," protesnya dengan wajah masam. Aku mendelik kaget sambil menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan ucapan majikanku salah. 

"Jam enam sore, Pak?" tanyaku setengah bingung. 

"Jam enam pagi, Zia. Kamu kesiangan! Lihat dong ini, aku udah pakai baju rapi mau ke toko. Udah, kamu lekas mandi dan salat. Ini rambut palsu kamu da mulai hari ini, nama kamu Rani ya. Maharani Fauzia adalah nama asli kamu'kan? Nah, kamu kupanggil Rani, bukan Zia. "

"Ya ampun, Pak, saya minta maaf sudah kesiangan bangunnya. Mungkin karena pakai AC, Pak, jadi adem banget kamarnya. Maafin ya, Pak," kataku tidak enak hati. Pria itu tertawa, lalu mengulurkan sebuah amplop coklat ke tanganku. Sungguh baik hati Pak Desta, belum lagi aku bekerja, sudah diberikan gaji. 

"Pak, ya ampun, saya benar-benar tidak enak, Pak. Belum bekerja tapi sudah dikasih gaji. Nanti saja, Pak, bulan depan," kataku dengan wajah merona. 

Lelaki itu bukannya merasa sungkan atau bagaimana di depanku. Ia malah tertawa, lebih tepatnya menertawakanku. 

"Rani, kamu kayaknya kudu mandi air kembang deh. Hanya majikan bodoh yang memberikan gaji padahal pembantunya belum bekerja dan malah bangun kesiangan lagi, padahal hari pertama kerja. Ini uang belanja untuk satu minggu. Kamu harus masak dan membawakan makan siang ke tokoku. Tokoku gak jauh dari sini, nanti aku kirim alamat, paham!"

"Oh, saya kira ini amplop isinya gajian saya. Maaf, Pak Desta. Saya sudah husnuzon, he he he... siap, saya akan masak yang enak." Pak Desta pun pamit pergi tanpa sempat aku membuatkannya sarapan. Sepertinya aku harus mengatur ulang alarm di ponselku agar mulai besok tidak bangun kesiangan lagi. 

Aku pun mandi dan langsung melaksanakan salat subuh yang kesiangan. Selesai salat, aku pun mencoba rambut palsu aneh yang jika dipakai lewat dari pundakku. Rambutku yang pendek, tentu saja bisa menyesuaikan dengan rambut palsu ini. Baiklah, mulai sekarang, kamu bernama Rani, bukan Zia lagi. Aku bergumam di depan cermin sambil tersenyum. 

Tok! Tok! 

"Permisi, Mbak, buka!" Suara Mas Gusti terdengar begitu jelas di telingaku. 

Jangan panik, jangan gugup, kamu bukan Zia, kamu Rani! Aku menyemangati diri ini yang sangat gugup. 

"Mbak, buka!" Teriaknya lagi dari depan pagar. Aku pun berlari untuk membuka pintu depan. 

"Ya, Pak, cari siapa?" tanyaku dengan suara palsu yang sengaja kubuat-buat, begitu pintu rumah aku buka. 

"Saya kakaknya pemilik rumah ini." Tatapan kami saling bertemu, tetapi sepertinya Mas Gusti tidak mengenaliku. 

"Oh, iya, Pak Gusti ya. Ada apa, Pak?" tanyaku masih dengan suara aneh. 

"Buka dulu pintunya, baru kamu nanya! Duh, si Desta nemu pembantu oneng gini di mana sih?" 

"Maaf, Pak, nama saya Rani, bukan Oneng. Mari, silakan  masuk!" Aku pun membuka pintu pagar dan mempersilakan pria itu masuk sambil menggendong Hilmi yang masih tertidur. Jika dulu ia bisa memanggilku dengan panggilan buruk apa saja, tapi kali ini tidak akan aku biarkan. 

"Saya titip anak ini," katanya datar. 

"Ini anak siapa? Anak Bapak?" tanyaku sengaja memancing. 

"Bukan, ini anak sodara. Namanya Hilmi, dia sekolah hari ini jam delapan. Di dalam tasnya ada baju seragam. Alamat sekolah ada di kertas yang aku simpan di dalam tasnya. Dia di sini sampai aku pulang kerja, mungkin malam jam sepuluh aku akan jemput. Kalau dia sudah tidur, berarti biar dia di sini saja." Aku mengepalkan tangan menahan emosi atas perkataan Mas Gusti yang sangat keterlaluan. 

"Saya di sini sebagai ART, bukan baby sitter," balasku seolah-olah tidak terima.

"Saya akan bayar kamu. Nama kamu siapa?"

"Saya gak biasa urus anak kecil. Kenapa gak dikembalikan pada sodara Bapak?"

"Orang tuanya udah gak ada. Udah, pokoknya kamu jaga dia. Nanti kamu saya bayar." Mas Gusti berbalik hendak keluar dari rumah. 

"Papa, Papa mau ke mana?" Hilmi tiba-tiba saja terbangun dan menghentikan langkah Mas Gusti. 

"Hilmi, saya bukan papa kamu, jadi jangan panggil saya papa, mengerti!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Yeti Karniati
sandiwara berikutnya nih jadi Rani
goodnovel comment avatar
Diganti Mawaddah
Terima kasih bunda sayang
goodnovel comment avatar
Tien Hendriyanto
ceritanya bagus, aku suka
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Cinta Sejati Suamiku   56. Malam Pengantin

    "Terima kasih sudah mau menerimaku kembali," bisik Galih; menghentikan gerakan tangannya. Melepas keintiman ciuman itu sesaat untuk menatap lekat sangat Istri yang wajahnya sudah bersemu merah. Ditambah riasan bibir yang sudah amat berantakan karena ulahnya. Mata Dia pun berkaca-kaca. Berada dalam kamar pengantin sangat bagus bersama dengan lelaki yang selalu ia cintai sepanjang hidupnya, tentu saja tidak berani ia mimpikan, tetapi kali ini, kenyataan manis sedang ia hadapan bersama sang pujaan hati. "Terima kasih sudah berusaha sejauh ini untuk kebahagiaan saya dan anak-anak," balas Zia sambil menunduk. Tetes air matanya jatuh tepat di punggung tanganku Gusti. Pria ia mengangkat dagu Zia dengan lembut. Menghapus air mata di pipi istrinya dengan bibirnya. Bergantian, kanan dan kiri. Suasana baru itu hanya sesaat, karena kemudian Gusti sudah menghujani Zia dengan ciuman. Ciuman kali ini berbeda dari ciuman yang pernah mereka lakukan sebelumnya, bahkan dalam gairah yang meluap-luap. C

  • Cinta Sejati Suamiku   55. Malam Panjang Desta

    Pov Desta"Mbak kapan sampai? Mana Mas Gusti? Hilmi gak ikut?" tanyaku pada wanita yang sedang duduk di ruang tengah rumahku.Hari ini memang Mas Gusti berencana datang ke Jogja untuk urusan pekerjaan. Ada proyek yang harus ia pantau untuk beberapa hari di sekitar Jogya. Tentu saja aku tidak keberatan jika Mas Gusti menginap di rumahku, apalagi aku sudah lama tidak berbincang dengannya. Namun aku tidak tahu kalau Mas Gusti ke rumah bersama Mbak Hanin. Pria itu sama sekali tidak memberitahu perihal Mbak Hanin yang turut serta."Satu jam yang lalu. Aku bawa makanan tuh! Kata Mas Gusti, kamu jarang masak, makanya dari rumah udah aku masakin, tinggal dipanaskan saja," jawab Mbak Hanin sambil tersenyum manis. Senyuman yang selalu membuat hati ini berdebar. Aku tahu tidak boleh ada debar di jantung ini terhadap Mbak Hanin, tetapi aku tidak bisa menahannya. Dari pada jantungku tidak berdebar, malah lebih repot lagi."Terima kasih, Mbak, saya mau mandi dulu baru makan ya." Tanpa menunggu bala

  • Cinta Sejati Suamiku   54. Hari Pernikahan

    Semua berkas sudah diurus oleh keduanya. Tanggal pun sudah didapatkan untuk melaksanakan hari bahagia antara Zia dan Gusti. Persiapan pun mulai dikerjakan dengan benar-benar mengerahkan bantuan dari sanak-saudara. Wedding organizer ter-the best juga sudah dipesan Gusti. Ia memang sudah berjanji akan memberikan pernikahan terbaik untuk Zia. Sebagai penebus dosa masa lalu yang sangat berat.Zia yang awalnya menolak karena menurutnya semua terlalu mewah, sedangkan kehidupan pernikahan itu panjang. Ia ingin Gusti sedikit berhemat, tetapi Gusti menolak. Undangan sedang di design dan akan dicetak sebanyak lima ratus lembar. Belum lagi undangan virtual bagi saudara yang jauh dan kiranya tidak bisa dikunjungi untuk diberikan undangan.Mungkin akan ada sekitar seribu undangan yang akan hadir nanti."Zia, sini sebentar!" Panggil Gusti saat Zia tengah berada di ruang makan. Menata makan sore untuk keluarganya. Bik Desi pulang lebih awal karena tidak enak badan, sehingga tidak bisa membantunya s

  • Cinta Sejati Suamiku   53. Bucin Akut

    Zia yang tidak diperbolehkan keluar dari kamar, akhirnya memutuskan mandi untuk menyegarkan tubuh dan kepalanya. Baju daster lama favorit ia pakai walau sudah sobek bagian ketiak. Ia merasa tidak perlu khawatir akan pakaian itu karena tidak mungkin juga ia mau mengangkat tangan sampai kelihatan ketiaknya. Suara riuh-ramai di luar kamar menandakan anak-anak sudah pulang dari sekolah. Mungkin mereka sudah langsung bercengkerama dengan Desta, sedangkan ia masih dipingit di kamar.Menurutnya Gusti terlalu lebay dengan melarangnya bertemu Desta tanpa ditemani dirinya. Padahal jika ingin jujur, ia pun rindu pada Desta. Bukan rindu layaknya pasangan lawan jenis, tetapi rindu sebagai saudara. Zia pun akhirnya tertidur setelah lama menunggu di atas kasur. Wanita itu tidak tahu bahwa suaminya sudah pulang dan langsung masuk ke dalam kamar. Ia berbaring terlentang dengan kedua tangan berada di atas kepala, hingga terlihatlah lubang pada baju dasternya, tepat di bagian ketiak. Gusti terkekeh.

  • Cinta Sejati Suamiku   52. Kedatangan Desta

    "Alhamdulillah, Mama senang lihat kamu dan Gusti sudah akur," kata Bu Nadia sambil mengusap rambut Zia. "Maafkan Gusti atas kesalahannya yang dulu. Mama saat mengetahui Hanin dan Desta... " Bu Nadia tak sanggup meneruskan ucapannya. "Sudah, Ma, jangan diingat lagi ya. Mbak Hanin juga sudah tiada. Kasihan jika kita terus saja mengingat hal buruk tentang Mbak Hanin, padahal almarhumah melakukan itu karena rasa cintanya yang luar biasa pada Pak Gusti. Saya mengerti sekali posisi Mbak Hanin yang merasa serba salah." Tanpa terasa, air bening sudah menggenang di pelupuk matanya. Bagi seorang Zia, Hanin adalah layaknya kakak, ibu, yang tidak akan pernah tergantikan posisinya. Ia menyayangi Mbak Hanin seperti saudara sendiri. Jadi apapun yang dikatakan orang tentang wanita itu, Zia sudah tutup mata. Hanin adalah pribadi yang baik, hanya saja ia menghalalkan segala cara untuk menyenangkan hati suaminya. "Mungkin ini takdir. Mama berkali-kali bilang begitu sama Gusti. Dua belas tahun merek

  • Cinta Sejati Suamiku   51. Pengantin Lama, Rasa Baru (21+)

    "Saya belum mengantuk. Bagaimana kalau kita diskusi tentang pernikahan saja?" tanya Gusti saat mereka sudah berbaring di ranjang. Zia menoleh dengan tatapan bingung. Pernikahan apa lagi? Kenapa ia tidak pernah bisa memahami apa maksudnya Gusti? "Pernikahan siapa, Pak?" tanya Zia. Wanita itu menoleh ke samping dengan datar. "Pernikahan kita.""Maksudnya?" Zia semakin tidak paham. "Saya ingin kita menikah kembali secara resmi. Biar punya buku nikah dan anak-anak juga memiliki akte lahir." Zia terdiam. Perasaanya campur aduk antara senang dan juga bimbang. Ia belum yakin sepenuhnya bahwa Gusti sudah berubah. Bisa saja lelaki di sampingnya ini sedang merencanakan sesuatu. "Kenapa, gak mau ya?" tanya Gusti yang kini sudah berbaring miring menatap Zia. "Lurus aja tidurannya bisa gak, Pak?" Zia mendorong Gusti hingga lelaki itu tidur kembali dengan posisi lurus menatap langit-langit kamar. Pria itu tertawa, tetapi ia menurut. Posisinya kembali seperti semula. "Zia, saya serius. Saya ma

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status