Share

8. Tempat Tinggal Desta

Untunglah Mas Gusti memiliki adik baik seperti Pak Desta, sehingga aku tertolong. Jika tidak, pasti aku akan awet di dalam penjara.

Perjalanan ke rumah Pak Desta memakan waktu setengah jam saja. Kami tidak banyak bicara, bukan karena sungkan, melainkan aku yang kembali tertidur di mobilnya. Saat mobil itu berhenti, barulah aku membuka kelopak mata yang berat ini.

Kupandangi sekeliling sambil mengucek kedua mata yang terasa sangat berat ini. Kenapa semua perumahan sama? Model dan bentukannya sama. Jalanannya pun sama saja.

"Pak Desta, saya kayak ngerasa pulang ke rumah Mbak Hanin, he he he...," kataku dengan mata berkaca-kaca.

"Kenapa memangnya?" tanya pria itu sambil mengulum senyum.

"Karena perumahannya kayak sama dengan perumahan Mbak Hanin. Itu, ada pos jaga satpam di dekat pohon nangka." Pak Desta tertawa cekikikan lagi. Entahlah, aku tidak pernah merasa menjadi pelawak, tetapi kenapa pria ini selalu saja menertawakanku?

"Zia, nyawa kamu belum ngumpul ya? Ini memang perumahan Pesona Asri. Rumahku, tiga rumah saja dari rumah Mas Gusti. Jadi, kamu bisa kapan saja melihat Hilmi, bagaimana? Gak percaya? Coba menoleh ke belakang?" Aku yang masih terkejut dengan pernyataan Pak Desta, sontak menoleh ke belakang. Benar saja, rumah Mbak Hanin hanya berjarak tiga rumah saja dari depan rumah Pak Desta. Wajahku tentu saja berubah menjadi tidak nyaman. Apa kata orang nanti jika tahu, aku malah bekerja di rumah adiknya suamiku? Suamiku? Suamiku? Ya, paling tidak, status di mata Tuhan, Mas Gusti masih suamiku.

"Pak, kenapa milih rumah dekat dengan rumah Mbak Hanin? Saya yang gak enak," mataku sambil menggaruk kepala.

"Karena emang sudah aku beli. Jadi, aku sengaja beli rumah ini, saat diberitahu bahwa Mbak Hanin hamil. Biar gampang lihat ponakan. Lagian, aku sudah bikin toko bangunan di sini, jadi yang di Jogya, aku serahkan pada asistenku. Begitu ceritanya, Zia. Kamu gak perlu takut sama mama, karena mama gak akan mau ke rumahku. Pokoknya kamu mulai hari ini ART-ku, paham!" Aku pun mengangguk, mencoba untuk meresapi dan memahami kalimat demi kalimat yang dilontarkan Pak Desta.

"Sebentar, aku buka pager dulu!" Pria itu turun dari mobil, lalu mengambil kunci gembok pagar yang ia simpan di saku celananya. Mobil pun masuk ke halaman rumah dan berhenti tepat di garasi.

Aku turun dengan setengah hati. Apakah tidak apa-apa seperti ini? Apa nanti tidak menimbulkan fitnah? Apa nanti Mas Gusti semakin membenciku?

"Pak Desta, tapi saya gak papa di sini?" tanyaku lagi setengah tidak yakin.

"Gak papa, Zia. Santai aja, mereka gak perlu tahu kalau kamu sudah aku bebaskan dengan jaminan." Pria itu menjawab santai sambil memutar anak kunci. Aku pun mengangguk paham. Semoga tidak ada kejadian lebih buruk setelah aku dibebaskan oleh Pak Desta.

"Om Desta, ini Hilmi. Kita main yuk!" Seruan di balik pagar membuatku sontak menoleh. Hilmi sendirian berdiri di sana sambil memegang mobil eskavator kesayangannya.

Bersambung

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Setyowati Soebroto
masih bisa ngasih hilmi
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status