Share

2. Malam Tahlilan

last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-16 00:16:15

Rasa penasaran ini membuatku menggeser gorden jendela. Masih banyak saja tamu yang silih berganti memberikan ucapan bela sungkawa pada keluarga besar Mbak Hanin dan Mas Gusti. Aku memang tidak berani terlalu menampakkan diri di luaran sana, karena pernikahanku dan Mas Gusti tidak banyak yang tahu. Hanya keluarga inti, keluarga panti tempat aku tumbuh, serta pejabat RT tempat kami tinggal saat ini. 

Ke mana Mas Gusti? Aku tidak melihatnya lagi. Tamu yang datang sepertinya teman-teman kantor suamiku itu, terlihat dari pakaian kemeja rapi dengan warna biru muda, persis sama dengan seragam Mas Gusti. 

Kuputuskan beristirahat sejenak dengan berbaring. Terlalu banyak mengeluarkan air mata sejak kemarin, membuat kepalaku berat. Ditambah kepergian Mbak Hanin tengah malam tadi, semua anggota keluarga histeris dan tidak bisa memejamkan mata. 

Acara tahlilan malam pertama berlangsung ramai. Para tetangga datang dan ikut mendoakan Mbak Hanin. Bagitu banyak rejeki yang Allah datangkan dari mereka yang datang dengan membawa banyak makanan. Pihak yang sedang berduka memang tidak diijinkan oleh Pak RT setempat untuk menyiapkan apapun, semua warga yang membantu acara tahlilan. 

Satu hal yang masih begitu menyedihkan setelah semua warga yang datang tahlilan, sudah kembali pulang ke rumah masing-masing. Mas Gusti tidak kunjung keluar dari kamarnya. Papa dan mama mertuaku hanya bisa menatap sedih kamar yang sejak siang tertutup rapat. Begitu juga dengan keluarga besar almarhumah Mbak Hanin. Mereka ingin berpamitan pulang pada Mas Gusti, tetapi lelaki itu tidak mau mengeluarkan sepatah kata pun, apalagi membuka pintu kamar. 

"Zia, antarkan minum dan makan untuk Gusti. Tidak perlu mengeluarkan suara, cukup letakkan nampan ini di meja." Aku menggigit bibir karena ragu. Titah mertuaku tidak bisa langsung aku setujui karena setahun dua bulan aku menjadi istri kedua Mas Gusti, belum pernah aku masuk ke dalam kamar itu. Mas Gusti yang benar-benar melarangnya. 

Aku dan Mas Gusti bukan seperti pasangan suami istri lainnya. Namun ibu mertuaku tidak tahu. Aku takut, tetapi tidak mungkin juga aku menolak perintahnya. 

"Pintunya dikunci, Ma," kataku beralasan. Belum lagi berjalan ke arah sana, baru menerima perintah, seluruh darah yang mengalir di tubuhku ini terasa begitu dingin. Terutama di bagian telapak kaki. Rasanya aku tidak sanggup melangkah menuju kamar utama itu. 

"Tidak, ia hanya menutupnya, bukan menguncinya. Mama sempat intip tadi, Mama panggil, tetapi tidak ada respon. Siapatahu dengan kamu hadir di samping Gusti, ia mau minum atau mungkin membutuhkan yang lain. Kalian berdua sedang berduka, jadi Mama rasa, kalian harus saling menguatkan." Begitu lemah-lembut ucapan ibu mertuaku. Hingga hati yang ketakutan ini menjadi sedikit mengendur. Saling menguatkan? Ya Tuhan, aku tidak yakin esok, apakah aku tidak ditalak oleh Mas Gusti? 

"Zia, kenapa? Ayo, antar ini ke kamar Gusti!" 

"B-baik, Ma." Dengan gugup aku menerima nampan itu dari tangan mama, kemudian kubawa berjalan menuju kamar Mas Gusti, meski kedua kakiku berjalan seperti menyilang, bagaikan orang mabuk. 

"Zia, kaki kamu kenapa gitu jalannya?!" Suara mama mertuaku membuat aku menoleh ke belakang sambil berusaha tersenyum. 

"Kesemutan, Ma," jawabku berbohong. Kaki ini kembali melangkah menuju kamar. Nampan kupegang dengan tangan kiri yang gemetaran, sedangkan tangan kanan sudah terkepal, bersiap untuk mengetuk pintu. 

"Langsung saja! Kenapa sih kamu takut banget sama suami sendiri?" mama ternyata masih memperhatikanku. Tegurannya kali ini membuatku memberanikan diri mengetuk pintu kamar. 

Tok! Tok! 

Sepi, tidak ada jawaban dari dalam sana. Kuberanikan diri untuk menekan kenop pintu secara perlahan, lalu mendorong daun pintu itu dengan sangat hati-hati. 

Mas Gusti masih duduk menghadap tembok, persis seperti tadi sore. Ia belum mengubah posisi duduknya selama berjam-jam. Lelaki itu masih mendekap baju tidur favorit Mbak Hanin. 

Tiba-tiba tenggorokanku sangat gatal. Ingin sekali batuk atau mungkin berdeham, tetapi pesan ibu mertuaku, aku tidak boleh mengeluarkan suara, cukup menaruh nampan di atas meja. Terpaksa aku menahan napas agar tidak batuk. Mata ini pun berair karena rasa gatal yang datang disaat yang tidak tepat. Benar-benar tenggorokan ini tidak bisa diajak kerjasama. Disaat genting dia gatal, padahal sejak semalam tidak ada rasa gatal tenggorokan sama sekali. Ingin sekali kusentil tenggorokan ini agar berhenti membuat kacau suasana. 

Mas Gusti nampak tidak terganggu dengan kehadiranku. Sama sekali ia tidak berniat menoleh sedikit pun. Nampan kuletakkan di atas meja tanpa suara. Lekas aku berbalik karena keadaan seperti ini tidak aman bagiku. 

"Hanin sudah meninggal. Cintaku sudah tidak ada lagi di muka bumi ini. Aku harap, kamu cukup tahu diri untuk segera pergi dari rumah ini. Tugas kamu dan Hilmi sudah selesai. Kalian dari tempat yang sama bukan? Jadi bawalah Hilmi juga pergi dari sini." Aku terdiam dengan kedua kaki gemetar. A-aku dan Hilmi diusir? Ya Allah. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Yeti Karniati
istri kedua yg malang
goodnovel comment avatar
dianrahmat
blm nyambung nih cerita nya. poligami? knp? kan sangat mencintai istri pertama. smg bab2 berikutnya menjelaskan hal tsb knp hrs poligami tapi suami malah benci sama istri kedua
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
klu dlm Islam, ucapan suami kayak gitu udah jatuh talak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Cinta Sejati Suamiku   56. Malam Pengantin

    "Terima kasih sudah mau menerimaku kembali," bisik Galih; menghentikan gerakan tangannya. Melepas keintiman ciuman itu sesaat untuk menatap lekat sangat Istri yang wajahnya sudah bersemu merah. Ditambah riasan bibir yang sudah amat berantakan karena ulahnya. Mata Dia pun berkaca-kaca. Berada dalam kamar pengantin sangat bagus bersama dengan lelaki yang selalu ia cintai sepanjang hidupnya, tentu saja tidak berani ia mimpikan, tetapi kali ini, kenyataan manis sedang ia hadapan bersama sang pujaan hati. "Terima kasih sudah berusaha sejauh ini untuk kebahagiaan saya dan anak-anak," balas Zia sambil menunduk. Tetes air matanya jatuh tepat di punggung tanganku Gusti. Pria ia mengangkat dagu Zia dengan lembut. Menghapus air mata di pipi istrinya dengan bibirnya. Bergantian, kanan dan kiri. Suasana baru itu hanya sesaat, karena kemudian Gusti sudah menghujani Zia dengan ciuman. Ciuman kali ini berbeda dari ciuman yang pernah mereka lakukan sebelumnya, bahkan dalam gairah yang meluap-luap. C

  • Cinta Sejati Suamiku   55. Malam Panjang Desta

    Pov Desta"Mbak kapan sampai? Mana Mas Gusti? Hilmi gak ikut?" tanyaku pada wanita yang sedang duduk di ruang tengah rumahku.Hari ini memang Mas Gusti berencana datang ke Jogja untuk urusan pekerjaan. Ada proyek yang harus ia pantau untuk beberapa hari di sekitar Jogya. Tentu saja aku tidak keberatan jika Mas Gusti menginap di rumahku, apalagi aku sudah lama tidak berbincang dengannya. Namun aku tidak tahu kalau Mas Gusti ke rumah bersama Mbak Hanin. Pria itu sama sekali tidak memberitahu perihal Mbak Hanin yang turut serta."Satu jam yang lalu. Aku bawa makanan tuh! Kata Mas Gusti, kamu jarang masak, makanya dari rumah udah aku masakin, tinggal dipanaskan saja," jawab Mbak Hanin sambil tersenyum manis. Senyuman yang selalu membuat hati ini berdebar. Aku tahu tidak boleh ada debar di jantung ini terhadap Mbak Hanin, tetapi aku tidak bisa menahannya. Dari pada jantungku tidak berdebar, malah lebih repot lagi."Terima kasih, Mbak, saya mau mandi dulu baru makan ya." Tanpa menunggu bala

  • Cinta Sejati Suamiku   54. Hari Pernikahan

    Semua berkas sudah diurus oleh keduanya. Tanggal pun sudah didapatkan untuk melaksanakan hari bahagia antara Zia dan Gusti. Persiapan pun mulai dikerjakan dengan benar-benar mengerahkan bantuan dari sanak-saudara. Wedding organizer ter-the best juga sudah dipesan Gusti. Ia memang sudah berjanji akan memberikan pernikahan terbaik untuk Zia. Sebagai penebus dosa masa lalu yang sangat berat.Zia yang awalnya menolak karena menurutnya semua terlalu mewah, sedangkan kehidupan pernikahan itu panjang. Ia ingin Gusti sedikit berhemat, tetapi Gusti menolak. Undangan sedang di design dan akan dicetak sebanyak lima ratus lembar. Belum lagi undangan virtual bagi saudara yang jauh dan kiranya tidak bisa dikunjungi untuk diberikan undangan.Mungkin akan ada sekitar seribu undangan yang akan hadir nanti."Zia, sini sebentar!" Panggil Gusti saat Zia tengah berada di ruang makan. Menata makan sore untuk keluarganya. Bik Desi pulang lebih awal karena tidak enak badan, sehingga tidak bisa membantunya s

  • Cinta Sejati Suamiku   53. Bucin Akut

    Zia yang tidak diperbolehkan keluar dari kamar, akhirnya memutuskan mandi untuk menyegarkan tubuh dan kepalanya. Baju daster lama favorit ia pakai walau sudah sobek bagian ketiak. Ia merasa tidak perlu khawatir akan pakaian itu karena tidak mungkin juga ia mau mengangkat tangan sampai kelihatan ketiaknya. Suara riuh-ramai di luar kamar menandakan anak-anak sudah pulang dari sekolah. Mungkin mereka sudah langsung bercengkerama dengan Desta, sedangkan ia masih dipingit di kamar.Menurutnya Gusti terlalu lebay dengan melarangnya bertemu Desta tanpa ditemani dirinya. Padahal jika ingin jujur, ia pun rindu pada Desta. Bukan rindu layaknya pasangan lawan jenis, tetapi rindu sebagai saudara. Zia pun akhirnya tertidur setelah lama menunggu di atas kasur. Wanita itu tidak tahu bahwa suaminya sudah pulang dan langsung masuk ke dalam kamar. Ia berbaring terlentang dengan kedua tangan berada di atas kepala, hingga terlihatlah lubang pada baju dasternya, tepat di bagian ketiak. Gusti terkekeh.

  • Cinta Sejati Suamiku   52. Kedatangan Desta

    "Alhamdulillah, Mama senang lihat kamu dan Gusti sudah akur," kata Bu Nadia sambil mengusap rambut Zia. "Maafkan Gusti atas kesalahannya yang dulu. Mama saat mengetahui Hanin dan Desta... " Bu Nadia tak sanggup meneruskan ucapannya. "Sudah, Ma, jangan diingat lagi ya. Mbak Hanin juga sudah tiada. Kasihan jika kita terus saja mengingat hal buruk tentang Mbak Hanin, padahal almarhumah melakukan itu karena rasa cintanya yang luar biasa pada Pak Gusti. Saya mengerti sekali posisi Mbak Hanin yang merasa serba salah." Tanpa terasa, air bening sudah menggenang di pelupuk matanya. Bagi seorang Zia, Hanin adalah layaknya kakak, ibu, yang tidak akan pernah tergantikan posisinya. Ia menyayangi Mbak Hanin seperti saudara sendiri. Jadi apapun yang dikatakan orang tentang wanita itu, Zia sudah tutup mata. Hanin adalah pribadi yang baik, hanya saja ia menghalalkan segala cara untuk menyenangkan hati suaminya. "Mungkin ini takdir. Mama berkali-kali bilang begitu sama Gusti. Dua belas tahun merek

  • Cinta Sejati Suamiku   51. Pengantin Lama, Rasa Baru (21+)

    "Saya belum mengantuk. Bagaimana kalau kita diskusi tentang pernikahan saja?" tanya Gusti saat mereka sudah berbaring di ranjang. Zia menoleh dengan tatapan bingung. Pernikahan apa lagi? Kenapa ia tidak pernah bisa memahami apa maksudnya Gusti? "Pernikahan siapa, Pak?" tanya Zia. Wanita itu menoleh ke samping dengan datar. "Pernikahan kita.""Maksudnya?" Zia semakin tidak paham. "Saya ingin kita menikah kembali secara resmi. Biar punya buku nikah dan anak-anak juga memiliki akte lahir." Zia terdiam. Perasaanya campur aduk antara senang dan juga bimbang. Ia belum yakin sepenuhnya bahwa Gusti sudah berubah. Bisa saja lelaki di sampingnya ini sedang merencanakan sesuatu. "Kenapa, gak mau ya?" tanya Gusti yang kini sudah berbaring miring menatap Zia. "Lurus aja tidurannya bisa gak, Pak?" Zia mendorong Gusti hingga lelaki itu tidur kembali dengan posisi lurus menatap langit-langit kamar. Pria itu tertawa, tetapi ia menurut. Posisinya kembali seperti semula. "Zia, saya serius. Saya ma

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status