Beranda / Rumah Tangga / Cinta Sejati Suamiku / 1. Suasana Rumah Duka

Share

Cinta Sejati Suamiku
Cinta Sejati Suamiku
Penulis: Diganti Mawaddah

1. Suasana Rumah Duka

last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-16 00:15:45

Aku menutup pelan pintu kamar yang biasa ditempati Mas Gusti dan Mbak Hanin. Pria itu masih menangis sesegukan tanpa suara. Bahunya naik turun, bergetar hebat, menandakan ia dalam keadaan rapuh. Ya, bagaimana dia tidak rapuh, bila cinta sejatinya pergi untuk selamanya? 

"Gusti masih menangis?" tanya ibu mertuaku dengan mata sembabnya. Aku mengangguk pelan. 

"Kita semua terpukul, apalagi Gusti. Mama tidak tahu sampai berapa belas tahun kesedihan ini akan sembuh. Namun Mama berharap kamu sabar menemani Gusti dan juga Hilmi." Pesan mertuaku dengan air mata kembali menganak sungai. Aku hanya mengangguk ikut menangis lagi sambil berpelukan pada ibu mertuaku. 

"Mandi dulu sana, ganti baju. Baiknya sehabis dari pemakaman kita mandi dan berwudhu. Setelah itu kamu istirahat, temani Hilmi. Untuk urusan tahlilan sampai nanti tiga hari ke depan, biar Mama dan bude-bude yang mengurus." Mama mengendurkan pelukan kami, ia menghapus air mata menggunakan berego hitam yang ia kenakan dan sudah begitu basah oleh air mata.

"Terima kasih, Ma." Aku pun pamit undur diri untuk masuk ke dalam kamar. Kamar berukuran tidak terlalu besar yang kutempati bersama Hilmi. Anak angkat Mas Gusti dan Mbak Hanin yang berusia kini berusia empat tahun. 

Anak lelaki yang tampan, solih, dan juga lucu. Bukan aku tidak mengenalnya sejak bayi. Hilmi adalah bayi panti tempat aku pernah diasuh di sana. Seseorang meninggalkannya di depan pintu panti, saat aku baru mulai bekerja untuk Mbak Hanin, sebagai karyawan toko baju muslim online yang cukup ramai pelanggan milik almarhumah. 

Kupandangi wajah Hilmi yang sangat tampan. Bibirnya merah dan juga pipinya yang bulat. Mbak Hanin begitu sayang dengan Hilmi, begitu juga sebaliknya. Hanya Mas Gusti yang seperti sedikit menjaga jarak pada Hilmi, karena lelaki itu memang sejak awal tegas menolak, anak angkat sebagai pemancing kehamilan bagi Mbak Hanin. 

"Bunda." Hilmi mengigau memanggil Mbak Hanin. Aku kembali meneteskan air mata karena tidak sanggup menahan kesedihan. Kenapa orang sebaik Mbak Hanin begitu cepat diambil Tuhan? Mungkin hanya beliaulah satu diantara sepuluh ribu wanita yang ikhlas mengijinkan suaminya menikah lagi dengan karyawan sendiri, hanya untuk memastikan bahwa suaminya tidak mandul seperti prasangka orang. Mbak Hanin begitu mencintai dan menjaga nama baik suaminya, maka dari itu, jangan heran melihat betapa besar cinta Mas Gusti pada Mbak Hanin. Namun, sungguh sangat disayangkan karena sampai saat ini, Mas Gusti belum pernah sedikit pun menyentuhku. 

Kenapa tidak aku saja yang diambil lebih dahulu oleh Tuhan? Mungkin jika aku yang tiada, kesedihan ini tidak terlalu kentara karena aku memang tidak punya siapa-siapa. 

"Bunda." Gumaman Hilmi berubah isakan dalam tidurnya. 

"Hilmi, Sayang, bangun, Nak!" Aku mengusap kening putraku sambil menyalakan kipas angin. Tubuhnya basah oleh keringat karena aku lupa untuk menyalakan kipas angin saat meletakkan di kasur tadi. 

"Teteh, Bunda mana?" pertanyaan Hilmi tidak bisa langsung kujawab. Menahan tangis dengan menggembungkan pipi terpaksa kulakukan agar Hilmi tidak kembali menangis. Anak kecil itu tidak terbiasa memanggilku dengan sebutan ibu, karena memang sejak aku mengenalnya, Hilmi memanggilku teteh yang ia tahu sebagai karyawan bundanya. 

"Bunda sedang beristirahat sama dedek bayi. Kita tidak boleh ganggu ya." Hilmi mengangguk paham. Anak kecil itu merenggangkan tubuhnya seraya menghela napas. Ia berbalik badan untuk memeluk guling, lalu melanjutkan tidurnya kembali. 

Aku tersenyum tipis, lalu dengan cepat mengambil pakaian ganti untuk aku bawa ke kamar mandi. Membersihkan tubuh adalah pilihan tepat saat ini, agar saraf di kepalaku yang begitu kusut karena lelah menangis, bisa terurai normal kembali. Lalu, bagaimana nasibku dan Hilmi setelah Mbak Hanin tidak ada? Membayangkannya saja aku tidak berani. Apakah Mas Gusti akan mengusirku, mengingat ia begitu membenciku? 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Pristy Arian
awal membaca
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Cinta Sejati Suamiku   56. Malam Pengantin

    "Terima kasih sudah mau menerimaku kembali," bisik Galih; menghentikan gerakan tangannya. Melepas keintiman ciuman itu sesaat untuk menatap lekat sangat Istri yang wajahnya sudah bersemu merah. Ditambah riasan bibir yang sudah amat berantakan karena ulahnya. Mata Dia pun berkaca-kaca. Berada dalam kamar pengantin sangat bagus bersama dengan lelaki yang selalu ia cintai sepanjang hidupnya, tentu saja tidak berani ia mimpikan, tetapi kali ini, kenyataan manis sedang ia hadapan bersama sang pujaan hati. "Terima kasih sudah berusaha sejauh ini untuk kebahagiaan saya dan anak-anak," balas Zia sambil menunduk. Tetes air matanya jatuh tepat di punggung tanganku Gusti. Pria ia mengangkat dagu Zia dengan lembut. Menghapus air mata di pipi istrinya dengan bibirnya. Bergantian, kanan dan kiri. Suasana baru itu hanya sesaat, karena kemudian Gusti sudah menghujani Zia dengan ciuman. Ciuman kali ini berbeda dari ciuman yang pernah mereka lakukan sebelumnya, bahkan dalam gairah yang meluap-luap. C

  • Cinta Sejati Suamiku   55. Malam Panjang Desta

    Pov Desta"Mbak kapan sampai? Mana Mas Gusti? Hilmi gak ikut?" tanyaku pada wanita yang sedang duduk di ruang tengah rumahku.Hari ini memang Mas Gusti berencana datang ke Jogja untuk urusan pekerjaan. Ada proyek yang harus ia pantau untuk beberapa hari di sekitar Jogya. Tentu saja aku tidak keberatan jika Mas Gusti menginap di rumahku, apalagi aku sudah lama tidak berbincang dengannya. Namun aku tidak tahu kalau Mas Gusti ke rumah bersama Mbak Hanin. Pria itu sama sekali tidak memberitahu perihal Mbak Hanin yang turut serta."Satu jam yang lalu. Aku bawa makanan tuh! Kata Mas Gusti, kamu jarang masak, makanya dari rumah udah aku masakin, tinggal dipanaskan saja," jawab Mbak Hanin sambil tersenyum manis. Senyuman yang selalu membuat hati ini berdebar. Aku tahu tidak boleh ada debar di jantung ini terhadap Mbak Hanin, tetapi aku tidak bisa menahannya. Dari pada jantungku tidak berdebar, malah lebih repot lagi."Terima kasih, Mbak, saya mau mandi dulu baru makan ya." Tanpa menunggu bala

  • Cinta Sejati Suamiku   54. Hari Pernikahan

    Semua berkas sudah diurus oleh keduanya. Tanggal pun sudah didapatkan untuk melaksanakan hari bahagia antara Zia dan Gusti. Persiapan pun mulai dikerjakan dengan benar-benar mengerahkan bantuan dari sanak-saudara. Wedding organizer ter-the best juga sudah dipesan Gusti. Ia memang sudah berjanji akan memberikan pernikahan terbaik untuk Zia. Sebagai penebus dosa masa lalu yang sangat berat.Zia yang awalnya menolak karena menurutnya semua terlalu mewah, sedangkan kehidupan pernikahan itu panjang. Ia ingin Gusti sedikit berhemat, tetapi Gusti menolak. Undangan sedang di design dan akan dicetak sebanyak lima ratus lembar. Belum lagi undangan virtual bagi saudara yang jauh dan kiranya tidak bisa dikunjungi untuk diberikan undangan.Mungkin akan ada sekitar seribu undangan yang akan hadir nanti."Zia, sini sebentar!" Panggil Gusti saat Zia tengah berada di ruang makan. Menata makan sore untuk keluarganya. Bik Desi pulang lebih awal karena tidak enak badan, sehingga tidak bisa membantunya s

  • Cinta Sejati Suamiku   53. Bucin Akut

    Zia yang tidak diperbolehkan keluar dari kamar, akhirnya memutuskan mandi untuk menyegarkan tubuh dan kepalanya. Baju daster lama favorit ia pakai walau sudah sobek bagian ketiak. Ia merasa tidak perlu khawatir akan pakaian itu karena tidak mungkin juga ia mau mengangkat tangan sampai kelihatan ketiaknya. Suara riuh-ramai di luar kamar menandakan anak-anak sudah pulang dari sekolah. Mungkin mereka sudah langsung bercengkerama dengan Desta, sedangkan ia masih dipingit di kamar.Menurutnya Gusti terlalu lebay dengan melarangnya bertemu Desta tanpa ditemani dirinya. Padahal jika ingin jujur, ia pun rindu pada Desta. Bukan rindu layaknya pasangan lawan jenis, tetapi rindu sebagai saudara. Zia pun akhirnya tertidur setelah lama menunggu di atas kasur. Wanita itu tidak tahu bahwa suaminya sudah pulang dan langsung masuk ke dalam kamar. Ia berbaring terlentang dengan kedua tangan berada di atas kepala, hingga terlihatlah lubang pada baju dasternya, tepat di bagian ketiak. Gusti terkekeh.

  • Cinta Sejati Suamiku   52. Kedatangan Desta

    "Alhamdulillah, Mama senang lihat kamu dan Gusti sudah akur," kata Bu Nadia sambil mengusap rambut Zia. "Maafkan Gusti atas kesalahannya yang dulu. Mama saat mengetahui Hanin dan Desta... " Bu Nadia tak sanggup meneruskan ucapannya. "Sudah, Ma, jangan diingat lagi ya. Mbak Hanin juga sudah tiada. Kasihan jika kita terus saja mengingat hal buruk tentang Mbak Hanin, padahal almarhumah melakukan itu karena rasa cintanya yang luar biasa pada Pak Gusti. Saya mengerti sekali posisi Mbak Hanin yang merasa serba salah." Tanpa terasa, air bening sudah menggenang di pelupuk matanya. Bagi seorang Zia, Hanin adalah layaknya kakak, ibu, yang tidak akan pernah tergantikan posisinya. Ia menyayangi Mbak Hanin seperti saudara sendiri. Jadi apapun yang dikatakan orang tentang wanita itu, Zia sudah tutup mata. Hanin adalah pribadi yang baik, hanya saja ia menghalalkan segala cara untuk menyenangkan hati suaminya. "Mungkin ini takdir. Mama berkali-kali bilang begitu sama Gusti. Dua belas tahun merek

  • Cinta Sejati Suamiku   51. Pengantin Lama, Rasa Baru (21+)

    "Saya belum mengantuk. Bagaimana kalau kita diskusi tentang pernikahan saja?" tanya Gusti saat mereka sudah berbaring di ranjang. Zia menoleh dengan tatapan bingung. Pernikahan apa lagi? Kenapa ia tidak pernah bisa memahami apa maksudnya Gusti? "Pernikahan siapa, Pak?" tanya Zia. Wanita itu menoleh ke samping dengan datar. "Pernikahan kita.""Maksudnya?" Zia semakin tidak paham. "Saya ingin kita menikah kembali secara resmi. Biar punya buku nikah dan anak-anak juga memiliki akte lahir." Zia terdiam. Perasaanya campur aduk antara senang dan juga bimbang. Ia belum yakin sepenuhnya bahwa Gusti sudah berubah. Bisa saja lelaki di sampingnya ini sedang merencanakan sesuatu. "Kenapa, gak mau ya?" tanya Gusti yang kini sudah berbaring miring menatap Zia. "Lurus aja tidurannya bisa gak, Pak?" Zia mendorong Gusti hingga lelaki itu tidur kembali dengan posisi lurus menatap langit-langit kamar. Pria itu tertawa, tetapi ia menurut. Posisinya kembali seperti semula. "Zia, saya serius. Saya ma

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status