Matari berjalan pelan menuju ke sepedanya. Biasanya, Davi akan menunggunya di dekat lorong yang menghubungkan dengan parkiran, namun, hari itu, Matari tak melihatnya sama sekali di sana. Matari sejujurnya merasa bingung, sebenarnya masalah bermula memang karena Ayahnya, kemudian setelah Davi berkata seperti itu, dia sendiri juga yang pertama menutup telepon.
“Ri! Mau pulang?” tanya Gilang yang tiba-tiba datang menghampiri.
“Iya. Kenapa, Lang?” sahut Matari.
“Lagu udah dapet nih. Lo sama Narita jangan lupa buat latihan nyanyiin kalo pas di rumah ya.”
“Lo udah ngomong sama Narita?”
“Belum. Kan sebenernya, gue maunya elo yang nyanyi.”
“Oke. Nanti gue bilangin sama Narita sekalian. Jadi apa nih lagunya sekarang?”
“Gue belum sempet rekamin buat kalian ya. Lagi bokek gue, jadi nggak bisa beli kaset kos
“Ri, semangat banget lo latihan! Hati-hati bahu lo!” kata Kak Uya, senior kelas 3 yang tahun lalu berhasil meraih juara 2 kejurnas memanah.Matari hanya melirik sejenak dan tampak tak peduli dan terus menerus berlatih memanah.“Abis putus cinta kak, biarin aja!” sanggah Echa sambil terkekeh.“Drawing*) dia udah mulai nggak konstan tuh, kayanya dia harus istirahat deh,” ujar Kak Uya.Belum sempat Echa memastikan, pekikan terdengar. Matari terduduk dan memegang tangannya. Darah segar mengalir dari sana.“Tuh kan apa gue bilang, Cha! Panggilin Pak Adnan, cepet!!!!” seru Kak Uya sambil menghampiri Matari.“Ri, lo nggak papa?” tanya Kak Uya lagi.Matari meringis. Tali busur panah miliknya terkena noda-noda darah. Tali itu melukainya tanpa sadar. Pak Adnan yang sedang fokus pada Janna, segera mengh
Flashback ke beberapa hari sebelumnya.... Sandra meletakkan beberapa kaset berbagai macam jenis lagu rock di salah satu sisi meja belajar, yang saat ini sudah digeser, agar Matari bisa dengan mudah mengambil apapun di sana. Ini sudah hari ketiga sejak Matari cidera. Dan dia masih diizinkan untuk absen dari sekolah hingga seminggu sesuai anjuran dokter. Selain sahabat-sahabatnya, beberapa teman satu kelas sebagai perwakilan telah bergantian menjenguk. Bahkan anak-anak satu ekskul panahan. Pihak sekolah telah bertanggung jawab dengan membiayai seluruh biaya pengobatan Matari dan juga memberikan tugas kepada guru yang mengampu Matari agar mencatatkan pelajaran dan juga tugas-tugas selama dia tidak masuk. Pak “Lo yakin mau dengerin musik ginian?” tanya Sandra. “Ini keras banget lho.” Matari mengangguk dengan yakin sambil memakan buah apelnya dengan sa
Februari 2002, 2 minggu sebelum Pentas Bulan Bahasa“Jadi kita audisi urutan ke 12 ya?” tanya Lisa pada Gilang. “Lo yakin?”“Yakin. Sesuai apa yang diminta panitia, kalau misal lolos, kita harus siap 1 lagu lagi. Gue udah mikir kayanya lagunyaDon’t Stop Believing-nya the Journey. Cuma kalau lolos sih. Lo tahu lagunya kan, Ri?” sahut Gilang.“Tahu, dong! Gile lo, bagus tuh lagunya!” seru Matari.“Lo tuh yang gileee, sekarang banting stir hapal lagu-lagu rock, terutama lagu-lagurocklama, lo kesambet setan pengikut setia lagurockya? Hahahaha!” ledek Gilang.“Jangan gitu dong, itu lagu-lagu ngebantu Matari buat bangkit dari patah hatinya. Lo nggak bisa bayangin, November sampai Desember tahun lalu itu, berat banget buat dia?&rdq
Bulan Maret 2002, menjelang Kejurnas Memanah“Ri, lo yakin?” ulang Thea lagi.Matari mengangguk. “Nanya terus.”“Gue yang nggak yakin, lo beneran nerima Rocky?” tanya Thea.Matari mengangguk.“Lo gila ya? Bukannya lo masih suka sama Davi?” tanya Thea lagi.Lisa menarik napas. Kemudian menatap Sandra. Sandra cuma angkat bahu.“Ya kali kalau gue jalan sama orang lain, gue bisa lupain Davi. Ya nggak?” sahut Matari enteng.“Tapi kan lo nggak suka sama Rocky?” sanggah Thea lagi. “Ri,are you stupid now? Lo nggak kasihan sama dia?”Matari diam. “Justru karena gue kasihan sama dia, makanya gue nggak nolak dia.”Teman-temannya terdiam.“Udah, biarin aja. Kejurnas bentar lagi. Biarin aja
Matari melihat boneka lain yang diberikan Rocky hari ini dengan nanar. Boneka-boneka itu sama sekali tidak menambahkan perasaan apapun pada yang memberikannya. Tak ada rasa berdesir maupun kupu-kupu menari-nari di perutnya. Matahari merasa bingung tak karuan. Dia sebenarnya nggak mau semuanya jadi seperti ini. Saat itu, Sandra masuk ke kamar dengan hati-hati.“Ada boneka lagi? Rocky?” tanya Sandra.“Siapa lagi?” tandas Matari.“Lo nggak ngomong kalo lo nggak suka boneka? Gila ya si Rocky, belum juga sebulan pacaran udah dua kali ngasih boneka.”“Gue nggak enak. Suerrr, Rocky baik banget.”“Justru itu, lo harus jujur. Ya tapi gimana, lo sendiri aja nggak bisa jujur sama diri lo sendiri?”“Maksud lo?”“Nggak usah aneh-aneh. Gue udah kenal dari lo kecil. Gue tahu lo masih suka sama Davi
Libur ujian nasional kelas 3 telah datang lagi. Namun, murid-murid kelas 1 dan 2 bukan berarti bisa bersenang-senang selama liburan. Tugas berbentuk makalah, catatan harian kegiatan hingga proyek sains telah diberikan pada mereka untuk mengisi liburan singkat itu. Berbeda saat duduk di kelas 1, tugas kebanyakan hanya mengisi LKS saja, membuat banyak siswa kelas 2 mengeluh karena itu artinya mereka tidak bisa bermain terlalu lama atau berpergian terlalu jauh.Karena pembagian kelompok disesuaikan dengan huruf abjad menjadi per 5 orang, Matari akhirnya tidak bisa banyak protes saat tahu dirinya satu kelompok dengan Narita. Selain itu masih ada Echa yang memiliki nama asli Mariska, dan dua orang lainnya yaitu Niken dan Pandu. Pandu adalah satu-satunya anak laki-laki di kelompok mereka. Setelah sepakat bahwa tugas akan dikerjakan di rumah Matari, karena letaknya tidak jauh dari sekolah dan perpustakaan da
Lebaran tahun 2002, tanggal 6 DesemberSaat itu hari lebaran pertama. Seluruh keluarga besar Eyang Poer berkumpul di rumah. Rumah yang biasanya sepi, kali ini ramai. Beberapa tetangga datang bergantian untuk bersalaman dan mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1423 Hijriyah. Matari telah sepenuhnya naik ke kelas 3 SMP sekarang. Buku-buku latihan Ujian Nasional bertumpuk di kamarnya sekaligus kamar milik Sandra.“Ada cowok lo tuh,” kata Kak Tiwi, meledek sambil berbisik di telinga Matari.“Hah? Siapa?” tanya Matari berbalik.Kak Tiwi cuma tersenyum-senyum saja. Matari sedang membuat teh bersama Sandra di dapur dan mendengar suara Tante Indira yang ramah, yang akhirnya Matari bisa menebak, bahwa Iko sekeluarga yang datang.“Udah lama banget gue nggak ngeliat mereka,” celetuk Sandra.“Ya udah yuk, kita kasih salam dulu. Mbok, maaf goreng empingnya sekalian dilihatin tehnya ya, takut ada semu
Persiapan UN bahkan udah dimulai sejak Matari menginjakkan kakinya di kelas 3. Setengah tahun berlalu, dia memutuskan untuk ikut bimbel di sekolah, karena biayanya jauh lebih murah dibanding di luar. Biaya itu dipakai untuk jasa yang diberikan kepada para guru honorer yang ikut serta membantu mereka. Setiap selesai kelas, pasti Matari dan Sandra udah nongkrong di kantin untuk makan siang sambil nungguin jadwal bimbel. Seperti hari itu.“Arah jam 11,” kata Sandra sambil berbisik pada Matari.“Apaan?” tanya Matari bingung.“Anak baru, seragamnya beda, mau pindahan sini kayanya. Perasaan sekolah ini banyak banget nerima anak baru,” jawab Sandra sambil menunjuk sebuah mobil yang datang dari arah gerbang.Matari menatap mobil kijang kapsul itu dengan lekat-lekat. Di samping mobil itu, ada seorang anak laki-laki seusia dengannya. Badannya tinggi, berkulit putih dan berkacamata. Rambutnya di