"Dia siapa?"
"Nggak tau, pacarnya Miona kali!"
"Nggak mungkin! Bos rentenir kali! Nagih hutang sama ibunya Miona."
"Iya, kali ya?"
Saat Prakas menoleh sesaat pada mereka, ibu-ibu tercengang.
"Kok wajahnya kayak Prakas pengusaha muda yang sering digosipin sama artis-artis itu ya?"
"Iya! Ada apa dia ke rumah ibu Maryam ya?"
Ibu-ibu di sana bingung karena tak menemukan perkiraan jawaban.
Prakas mengetuk pintu. Maryam membuka pintu. Senyumnya merekah saat melihat Prakas sudah tiba dengan senyum menawannya.
"Masuk!"
Maryam menarik tangan Prakas ke dalam seolah bersikap kepada anaknya sendiri. Para ibu-ibu di sana saling melihat dengan tak percaya. Semakin penasaran.
Prakas duduk dengan bingung. Dia melihat-lihat ke arah dalam. Gugup jika Miona melihatnya sudah ada di sana. Maryam heran melihat sikap Prakas begitu.
"Nyari Miona?" tanya Maryam mencoba menerka.
Prakas kaget, "Nggak, Bu. Anak ibu yang masih SMA itu mana?" tanya Prakas salah tingkah.
"Oh! Ada, lagi ngerjain PR. Mau ibu panggilkan?"
"Nggak usah, Bu. Biarin aja dia ngerjain PR."
"Yaudah yuk, opor ayamnya udah nunggu di meja makan. Biar kita makan sama-sama."
Prakas menggangguk. Maryam kembali menarik tangan Prakas menuju meja makan.
"Riga!"
"Iya, Bu!" jawab Riga dari kamarnya.
Prakas dan Maryam duduk di meja makan. Sajian opor ayam, sambal, lalapan dan beberapa tumisan sayur sudah tersaji di meja makan. Riga datang, Salim ke Prakas lalu bergabung bersama mereka. Prakas heran melihat Miona belum muncul juga.
"Miona lagi kerja, dia shift malam," ucap Maryam yang seolah mengerti apa yang ada di pikiran Prakas.
Prakas kaget, khawatir Miona kembali menjadi PSK.
"Kerja shift malam?" tanya Prakas pada Maryam dengan heran.
"Iya," jawab Riga, "Kak Miona kerja di restoran 24 jam. Sekarang kakak kebagian shift malam."
Mendengar itu Prakas makin gelisah. Dia berdiri sambil menoleh ke Maryam.
"Bentar, Bu, saya nelepon anak buah saya dulu, ada yang mau saya kasih tahu."
Maryam mengangguk sambil tersenyum. Prakas langsung berjalan ke arah luar. Dia pun keluar rumah sambil mengeluarkan handphonenya dari saku celana. Prakas kaget melihat para ibu-ibu tadi ternyata berada di depan pintu rumah dan langsung berhamburan kabur saat melihat Prakas keluar. Prakas heran lalu langsung menelpon Bodyguardnya.
"Halo, Pak," jawab Bodyguardnya di seberang sana.
"Miona lagi di mana?"
"Dia lagi kerja di restoran, Pak."
"Restoran apa?"
"Chicken Wings, Pak. Restoran 24 jam."
Prakas lega mendengar itu.
"Yaudah, awasin terus!"
"Siap, Pak!"
Dia pun menyimpan handphonenya dan kembali masuk ke dalam rumah dengan lega.
***
Sementara itu Miona sedang mengelap meja sambil melamun. Restoran tampak sepi. Perempuan berambut panjang dikuncir dua bernama Siska mendekatinya. Dia juga pelayan di restoran itu.
"Mikirin apa?" tanyanya heran. Dia duduk menghadap Miona yang masih sibuk mengelap meja bekas tamu.
Miona ikut duduk sambil menatap perempuan itu dengan bingung.
"Kira-kira sampe berapa lama ya aku bisa ngumpulin duit buat bayar hutang ke Prakas?"
Siska menghela napas kesal, "Kan udah aku bilang, buang itu prinsip! Udah untung ada yang bayarin, tajir dan terkenal pula! Apalagi dia dekat sama almarhum bapak kamu! Harusnya kamu buat dia jatuh cinta sama kamu. Kalo aku, udah aku kejar itu dia sampai bisa jadi suami aku."
"Enak aja! Kalo mau cari suami, ngapain nyari cowok yang suka maen sama pelacur kayak dia. Meski ganteng, tajir, ogah gue! Ntar bisa-bisa sakit hati dan curigaan terus tiap hari, lagian juga dia bukan tipe gue," ucap Miona kesal.
"Zaman sekarang mana ada cowok yang setia?!"
"Pasti ada lah!"
"Terserah Lo deh! Lo emang bener nggak mau nyari sampingan sama mucikari lagi?" tanya Siska penasaran.
Miona menghening sesaat.
"Gue kepikiran sama almarhum bokap gue. Dia pasti kecewa banget sama gue kalo gue terusin nyari duit di jalan itu," jawab Miona sedih.
"Yaudah, terserah Lo, gue nggak maksa Lo kok. Kalo bisa juga gue mau berhenti, tapi nggak sekarang, lihat aja nanti," ucap Siska mendadak sedih.
Tak lama kemudian dua tamu datang. Miona dan Siska bersiap menyambut mereka.
***
Prakas sedang lahap menikmati opor ayam yang hampir habis di piringnya. Maryam senang sekali melihat anak muda itu menikmati masakannya.
"Kamu suka olah raga?" tanya Prakas pada Riga tiba-tiba.
Riga menoleh ke Prakas, "Aku suka bulutangkis," jawab Riga.
"Kapan-kapan kita main bulu tangkis sama-sama," tawar Prakas.
"Emangnya Kak Prakas bisa?"
"Bisa dong! Masa nggak?
"Boleh, deh," jawab Riga dengan senang.
Saat Riga selesai makan, dia pamit ke kamar untuk kembali mengerjakan PR. Saat Prakas meraih minumnya dan selesai makan, Maryam menangis di hadapannya. Prakas heran.
"Awalnya saya iseng coba-coba diajak main judi sama temen-temen saya. Waktu itu Riga nunggak bayaran sekolahnya. Miona lagi berhenti kerja. Gaji Bapak nggak bisa nyukupin untuk tinggal di perkotaan seperti ini lagi," Isak Maryam.
Prakas terdiam, mencoba menjadi pendengar yang baik.
Maryam kembali melanjutkan kata-katanya. "Akhirnya saya keterusan sampai ketagihan. Saya nggak sadar punya hutang sebanyak itu!"
"Yang penting ibu udah punya niat buat nggak main judi lagi, itu udah cukup," ucap Prakas menenangkannya.
Maryam mengangguk. Mengelap air matanya lalu menandang Prakas sambil mencoba tersenyum. "Ternyata benar kata suami saya. Kamu memang baik dan nggak malu untuk berkunjung ke rumah ibu yang sederhana ini. Terima kasih sudah bersedia makan malam bareng kami di sini."
"Aku yang berterima kasih, Bu. Kalo nggak kenal ibu, mungkin sekarang aku masih larut mikirin Pak Imam. Dia udah kayak ayah aku sendiri."
Maryam angguk-angguk. Selesai makan, Maryam memperlihatkan album foto lama ke Prakas di ruang tamu. Prakas tersenyum sendiri saat melihat foto Miona semasa kecil. Lalu saat dia melihat foto Pak Imam, senyumnya layu, matanya berkaca-kaca.
"Tiap kali Bapak pulang kerja, dia selalu cerita soal kamu. Apapun itu, sampai ibu kenal betul siapa kamu walau nggak pernah bertemu."
"Aku minta maaf nggak pernah nanyain soal keluarga Pak Imam selama ini," ucap Prakas sangat merasa bersalah.
"Ibu ngerti. Kamu itu direktur perusahaan. Pasti sibuk!"
Prakas hanya mengangguk lalu menutup album itu.
"Miona sudah lama kerja di restoran?" tanya Prakas tiba-tiba.
"Iya, sekarang aja dia fokus di restoran, kemarin-kemarin sehabis pulang kerja dia ngambil kerjaan sampingan. Ibu nggak tau dia kerja sampingan apa, katanya sih bantu usaha kecil temennya."
Prakas mendadak merasa kasihan pada Miona. Keluarganya tidak tahu kalau Miona sempat terjerembab ke dunia hitam, walau sudah terjebak pada dirinya.
Tak berapa lama kemudian Prakas pamit. Maryam mengantarkan Prakas sampai ke depan rumah. Para ibu-ibu tadi mengintip mereka di kejauhan. Prakas salim ke ibu Maryam lalu menaiki mobilnya dan melajukannya. Ibu-ibu tadi keluar dari persembunyiannya berlarian menuju Maryam. Mereka hendak bertanya ada keperluan apa lelaki tampan dan terkenal itu bisa bertandang ke sana. Maryam heran dan buru-buru masuk ke dalam lalu mengunci pintu rumahnya dari dalam. Dia belum siap menjelaskan semua pada mereka.
***
Prakas menghentikan mobilnya di pinggir jalan tepat di depan restoran Chicken Wings. Dia menoleh ke arah restoran. Miona di dalam sana sedang merapihkan piring-piring bekas tamu yang datang. Di dalam sana terlihat banyak pengunjung. Dia lega melihat Miona sudah tak lagi berhubungan dengan mucikarinya. Gadis itu terlihat sangat cantik meski sedang memakai pakaian seragam kerja.
Prakas tiba-tiba tersenyum sendiri melihatnya. Setelah sadar senyum-senyum sendiri, Prakas kaget dan hendak melajukan mobilnya. Dia tak mau Miona mendapatinya yang sedang mengawasinya. Namun saat kembali menoleh ke arah restoran, dia melihat seorang ibu-ibu sedang menampar Miona. Prakas kaget melihatnya. Miona terlihat menangis sambil menunduk. Ibu-ibu itu tampak menyumpah serapahinya. Dia ingin turun namun ragu.
Miona menunduk malu di hadapan perempuan tua itu. Dia memegangi pipinya yang sakit sehabis ditampar perempuan tua itu. Para tamu yang sedang menikmati makan malam di dalam restoran itu terpusat padanya. Heran."Kalo sampe kamu sebarin gosip yang nggak-nggak lagi ke orang-orang, saya bisa tuntut kamu!" teriak perempuan tua itu pada Miona.Miona hanya terisak, malu. Tak lama kemudian seorang lelaki Muda, manager di restoran itu datang untuk menengahi mereka."Maaf, Bu, ada apa sebenarnya?" tanya manager itu dengan heran."Dia ini udah nyebarin gosip ke orang-orang tentang saya! Katanya sayalah yang menjadi penyebab ibunya terjerat hutang pada Rentenir! Padahal ibunya sendiri yang suka main judi! Saya nggak pernah ngajakin ibunya main judi! Saya malu!"Ibu itu hendak menjambak rambut Miona yang menunduk pasrah. Tak lama kemudian Prakas tiba-tiba datang menghalangi aksi ibu-ibu itu untuk mencelakai Miona. Miona tercengang melihat Prakas t
Prakas melangkah ke ruang keluarga rumahnya yang begitu luas. Dia kaget saat melihat Adelia, anak Pak Hartono yang menjadi komisaris di perusahaannya sedang bercengkrama dengan mamahnya. Dia langsung melangkah menuju kamarnya, pura-pura tidak melihat."Prakas!"Prakas menghela napas mendengar suara panggilan dari mamahnya. Prakas menoleh pada Prameswari yang terlihat senang mendapati anak tertuanya pulang."Iya, Mah.""Sini! Ada Adelia nih!" ajak Mamahnya.Adelia tampak tersenyum malu pada Prakas. Lelaki itu terpaksa berjalan menuju mereka, berpura-pura tersenyum."Hai, Adelia. Gimana kabarnya?" tanya Prakas sambil duduk di sofa menghadapnya."Aku baik kok, kamu gimana?""Ya, gitulah," jawab Prakas tampak malas.Prameswari berdiri sambil menoleh ke Prakas, "Mamah tinggal bentar ya? Mama lupa tadi mau nelepon temen mamah, mau nanyain soal arisan!"Prakas lemas. Dia tahu mamahnya sengaja membiarkan mer
Prakas melangkah cuek melewati Miona yang terpaku menatapnya. Dia juga tak tahu harus bersikap bagaimana saat tak sengaja menemukan gadis pemilik rumah itu bersamaan datang ke sana. Gadis itu tampak tersinggung melihat lelaki itu seolah tidak mengetahui keberadaannya. Dia langsung buru-buru menghalangi langkah Prakas yang hendak mengetuk pintu. "Ngapain ke sini?" tanya Miona heran. "Urusan gue ke sini bukan soal lo!" jawab Prakas tegas. "Soal apa?" "Bukan bisnis buat lo juga, jadi gue nggak perlu ngasih tahu," jawab Prakas. "Lo ke rumah gue, itu artinya bakal berurusan juga sama gue. Kasus video viral kita juga belum reda, gue nggak mau kedatangan Lo ke sini jadi nambah bahan gosip buat tetangga," tegas Miona. "Tenang aja! Masalah itu nggak usah Lo pikirin," pinta Prakas. "Tadi jalan sama siapa? Pacar?" tanyanya tiba-tiba. Miona mengernyit. "Ngapin nanya? Bukan urusan lo!" Prakas manyun. "Bintang itu
Prakas berdiri di hadapan kaca yang membentangkan pemandangan kota Jakarta di bawah sana. Dia sedang berada di ruangan kantornya. Dia teringat akan ucapan mamanya semalam. Cinta tak bisa dipaksa. Pikirnya. Dia tak mau di jodohkan dengan orang yang tidak dicintainya.Dan selama dia hidup, baru sekali dia merasakan mencintai perempuan begitu dalam. Yaitu saat masih SMA dulu. Gadis itu bernama Aruna. Hanya sebatas menyukai karena perempuan itu sudah memiliki kekasih. Kini dia tak tahu lagi bagaimana kabar gadis itu. Sejak lulus SMA dia kehilangan jejak. Bahkan dia sendiri tak menemukan jejak sosial medianya. Tak ada nama Aruna yang sesuai dengan foto gadis itu di sosial media.Tak berapa lama kemudian terdengar suara ketukan pintu."Masuk!" teriak Prakas.Pintu ruangan terbuka. Rupanya yang datang adalah sekretarisnya."Pagi, Pak.""Pagi. Ada apa?""Pak Warto lagi ada di depan ruangan Bapak. Dia ingin bertemu Bapak, k
Prakas masih mondar-mandir di teras rumahnya. Dia kembali meraih handponenya lalu menghubungi Bodyguardnya."Iya, Pak," jawab Bodyguardnya di seberang sana."Di mana Miona sekarang?" tanya Prakas."Di sebuah restoran, Pak, dia lagi duduk berdua dengan lelaki berumur 40 tahunan," jawab Bodyguardnya di seberang sana."Share lokasi, awasin terus, saya mau menyusul ke sana," pinta Prakas."Baik, Pak!" jawab Bodyguardnya.Prakas langsung menuju mobilnya. Tak lama kemudian Prameswari keluar rumah dan heran melihat Prakas seperti henda pergi."Prakas! Mau kemana? Kita harus ke rumah Adelia!"Langkah Prakas terhenti. Dia menoleh pada mamanya."Maaf, Mah! Aku ada urusan penting!"Prameswari tampak kesal. Prakas langsung menaiki mobilnya lalu kembali melajukannya dengan khawatir. Kalau bukan wajah Pak Imam selalu terbayang dalam ingatannya, dia tak akan senekad ini. Biarkan dia saja yang sudah menghancurkan hi
Prakas mendadak menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Miona heran."Kenapa berenti?" tanya gadis itu."Gue pengen ngajak lo makan malam, setelah itu gue akan berenti ganggu hidup lo lagi," ucap Prakas agak pelan.Miona terpaku mendengar itu. Dia tak percaya cowok angkuh dan keras kepala di hadapannya itu mendadak mengatakan itu. Gadis itu yang sedari tadi perutnya keroncongan, akhirnya memilih mengangguk. Entah kenapa hari ini dia merasa banyak pasrah pada lelaki di sebelahnya itu.Prakas kembali melajukan mobilnya lalu berhenti di sebuah restoran yang tampak sepi pengunjung. Saat mereka turun dari mobil, gadis itu mengamati restoran itu dengan heran. Dia melihat tulisan besar bercahaya di atas pintu masuk restoran itu."Light?" tanya Miona dalam hati dengan heran.Prakas menoleh pada gadis itu, seolah bisa membaca alam pikirannya."Ini restoran favorit gue. Makanannya enak dan yang paling gue suka tempat ini sepi," ucap Praka
Prakas menatap wajah Prameswari dengan bingung. Perempuan yang melahirkannya itu heran dan masih menunggu jawaban dari anak tertampannya itu."Ini nggak bener, Mah," jawab Prakas tegas.Prameswari mengernyit. "Maksudnya?""Aku emang nganterin Bintang ke apartemennya. Itu pun karena terpaksa gara-gara Doni dan Niko. Aku nggak pacaran sama Bintang, Mah," jawab Prakas lalu pergi ke kamarnya.Prameswari lemas mendengarnya. Padahal dia sudah sangat senang melihat kabar viral itu.Setiba Prakas di kamar, dia langsung menghubungi Doni. Dia ingin tahu siapa yang merekam mereka dan menyebarkan video itu."Halo!" jawab Doni di seberang sana."Lo ya yang ngerekam gue nganterin Bintang terus lo juga kan yang nyebarin videonya sampe viral?" tanya Prakas kesal."Enak aja! Bukan lah! Jangan asal nuduh dong! Lo kan tau kalo waktu itu gue berangkat ke Bandung sama Niko?""Jujur lo?!""Iya jujur lah! Lagian ngapain juga
Prakas berjalan begitu saja melewati Miona. Dia senang pada akhirnya gadis itu datang juga ke kantornya. Melihat dia memegang map dengan erat, lelaki itu yakin kalau Miona akan melamar pekerjaan di sana. Sesuai dengan apa yang sudah direncanakannya. Miona heran kenapa lelaki itu tak mau menyapanya."Apakah di kantornya ini dia malu jika mengenal seorang gadis sepertiku? tanya Miona dalam hati.Kini Prakas sudah keluar dari pintu lobby. Miona memandanginya dari kejauhan. Dia tepis segala bayangan semalam yang sudah membuatnya agak simpati pada lelaki itu.Dia pun sadar, siapa dia? Gadis yang tak sengaja menjual keperawanannya pada pemuda itu. Ya, dia juga berkali-kali mendengar darinya kalau dia bukan selera pemuda itu. Sekarang dia sudah tahu kalau pemuda itu sudah memiliki kekasih. Sekarang yang harus dipikirkannya adalah diterima di sana dan bisa mencicil hutang padanya.***Mobil hitam itu melaju menembus jalan kota yang cuku