Share

Bab 5 [Kandidat]

☀ Cinta Si Gadis Sederhana ☀

.

.

Keesokan harinya.

Keadaan langit yang belum terlalu bersinar sudah menyadarkan seorang gadis dari tidur panjangnya. Ia menatap kearah jam yang kini tengah menunjukkan pukul 04'40.

Dia segera bangun dari posisinya dan mulai beranjak kearah kamar mandi. Mungkin karena masih mengantuk membuat gadis tadi menabrak sisi tembok.

Duakk

"Aduh," ringis gadis itu sambil mengelus jidatnya yang baru saja terantuk itu. Tapi tak dipedulikan rasa sakit itu, ia kembali melangkah kearah kamar mandi tak lupa menutup pintunya.

Ia menatap pantulan dirinya di kaca dan menapati benjolan kecil dibagian jidatnya.

"Ternyata sakit juga," gadis tadi mengelus jidatnya.

"Ceroboh sekali, kau Ta." makinya pada dirinya sendiri.

Setelah menyelesaikan mandinya ia keluar sambil memakai bathrobe nya dan melangkah keluar dari kamar mandi. Ia menuju kearah lemari pakaiannya dan mengambil beberapa potong baju dan celana berserta pakaian dalamnya dan segera memakainya dikamar mandi.

5 menit berselang, akhirnya gadis tadi atau si Reta keluar dari kamar mandi menuju ke mini pantry untuk membuat sarapan. Hanya ada sebungkus roti dan juga beberapa telur membuat Reta memutuskan untuk membuat sandwich sarapan pagi. Selesai makan dia memutuskan untuk berangkat ke kampus. Ia tidak ingin kembali tersesat menuju ke kampus.

Makanya ia memutuskan untuk berangkat pagi.

Dihalte Bus yang tak begitu jauh dari hotel menjadi tujuan awal Reta. Ia bisa melihat beberapa orang sudah ada dihalte tersebut. Dari pakaiannya bisa Reta simpulkan kalau orang orang itu pekerjaan kantoran. Untungnya masih tersisa beberapa bangku di halte tersebut membuat Reta bisa duduk. Sembari menunggu Nisa membuka ponselnya dan menemukan sebuah chat diponselnya.

Mamo💖💞

Kau baik baik saja kan disana? Apakah kau makan dengan teratur? Tidur nyenyak disana Mamo khawatir sekali padamu. Jawab pesan Mamo, agar Mamo tidak khawatir😣.

Reta tersenyum saat membaca pesan tersebut. Hatinya menghangat begitu tahu bahwa sang Mamo mengkhawatirkan dirinya. Segera saja membalas pesan dari Mamonya itu.

Retasha💞

Reta baik baik saja Mamo. Jadi Mamo jangan khawatir lagi ya. Reta makan dengan teratur dan tidur dengan nyenyak kok.

Retasha💞

Nisa senang disini, Reta juga sudah memiliki teman disini. Doakan Reta agar betah disini ya, Mamo. Reta Rindu sama Mamo😊😍.

Senyum cerah terpatri dibibirnya, tak begitu lama bus yang dinantinya akhirnya tiba juga. Ia naik setelah membiarkan beberapa orang naik terlebih dahulu. Setelah duduk ia menyalakan musik dan mendengarkannya lewat earphonenya.

Beberapa kali ia mengedarkan pandangannya kearah dalam dan luar bis. Pemandangan yang dilihatnya mampu membuat seulas senyum terpatri indah diwajah Reta.

Dalam hati, Nisa berharap kedepannya dapat berjalan lancar. Ia ingat betul perjuangannya saat akan ke kota ini. Perjuangannya meluluhkan hati orang tua agar mau mengizinkan dirinya melanjutkan kuliah di kota ini.

Belum lagi usahanya dalam mempelajari kultur dan bahasa yang diakuinya tidak mudah itu. Maka dari itu ia berharap bisa menghadapi semua masalahnya dengan baik.

Tak terasa bisnya akhirnya berhenti di halte depan kampus membuat Nisa memutuskan untuk turun tak lupa tersenyum pada supir bis tersebut.

"Semoga kedepannya baik baik saja." gumam Reta sambil menatap bangunan di depannya yang tak lain adalah universitasnya.

💖💖💖

Setelah menyeberang jalan, akhirnya Reta sampai didepan pintu gerbang kampus. Hanya beberapa orang yang ditemuinya, mungkin karena masih terlalu pagi jadi para mahasiswa sedikit yang baru berangkat.

Reta mengedarkan pandangannya ke penjuru kampus. Soalnya kemarin ia tidak sempat untuk melihat lihat area kampusnya itu. Bisa Reta lihat gedung kampusnya begitu megah dan bertingkat 5. Sungguh Reta senang kuliah disini. Bukan berarti di kotanya ia tidak senang, hanya saja sejak sekolah menengah ia memimpikan untuk kuliah di kota ini.

Akhirnya hal itu bisa terwujud. Sungguh Reta sangat bersyukur. Walaupun hal itu membuatnya harus jauh dari keluarganya. Sembari melangkah menuju ke kelasnya, Reta masih memandang tempat yang akan menjadi tujuannya.

Ia harus naik ke lantai 2 untuk menuju ke kelasnya. Tapi belum sempat naik, sebuah gambar menarik perhatiannya.

Apalagi gambar itu baru saja ditempel oleh seseorang membuat Nisa sangat penasaran.

Ia melangkah menuju ke orang itu, lantas memperhatikan gambar yang baru tertempel dengan sempurna.

Dibacanya tulisan yang ada dengan pelan.

"Pemilihan Ketua Fakultas." Perkataan Reta itu membuat orang yang tadi asyik menempelkan gambar terlonjak kaget.

"Astaga." Orang tadi bahkan sampai melompat dibuatnya. Reta yang melihatnya segera minta maaf.

"Maafkan saya," ucapnya sambil membungkukkan badannya berkali kali. Membuat orang yang terkejut tadi semakin bingung dengan tingkah Reta.

"Sudah tidak apa apa." Perkataan itu membuat Nisa menyudahi bungkukkannya.

"Maafkan saya. Saya tidak bermaksud begitu". Orang tadi masih bingung terhadap tingkah Nisa yang berulang kali mengucap maaf.

"Tidak apa - apa." Mendengar jawaban itu membuat Reta menatap sekilas orang di hadapannya itu.

"Kau berangkat pagi pagi sekali. Memangnya ada kuliah pagi?" tanya orang tadi pada Nisa. Dia tak berani untuk menatap orang itu, hanya sebuah anggukan yang diberikan olehnya.

Orang tadi memperhatikan Reta, tapi wajahnya agak mengernyit begitu menyadari kalau orang di depannya bukan mahasiswa lama. Sebab dia tidak pernah bertemu dengan gadis ini sebelumya.

"Kau bukan orang asli daerah sini?" tebak orang itu membuat Nisa menganggukan kepalanya.

"Asli mana?"

"Kota Apel."

"Tapi pengucapan bahasamu termasuk baik untuk ukuran orang yang bukan asli sini."

"Aku belajar bahasa sudah dari sekolah menengah." Jawab Reta yang kini mulai berani menatap orang di depannya itu.

"Ooh begitu, pantas saja." Orang tadi kembali meneruskan kegiatannya tapi terhenti begitu mendengar perkataan Reta barusan.

"Itu pemilihan ketua fakultas?" Reta mencoba memastikan apa yang dilihatnya.

Orang tadi berbalik kearah Reta "Ohh ini. Iya, itu kandidat ketua Fakultas. Tapi kalau boleh saran lebih baik kau pilih no.2." tunjuk orang itu pada gambar no.2.

Reta mengernyit bingung. "Memangnya kenapa harus no.2?" Tanya Nisa tak mengerti.

"Berhubung kau masih baru disini, jadi aku akan ceritakan sesuatu." Orang tadi mengedarkan pandangannya ke segala arah, seakan memastikan keadaan benar benar sepi.

Setelah yakin kalau sepi ia mendekat kearah Nisa membuat Reta agak terkejut.

"Jadi..."

"Apa?" tanya Reta sambil memundurkan kakinya. Orang tadi menyadari tindakan aneh Nisa yang terkesan menjauhinya, membuatnya tak jadi mendekati gadis ini.

"Kenapa Kau berjalan mundur?" Reta otomatis menghentikan kakinya yang ingin bergerak mundur.

"Ba...ru...san kau mau apa?" Perkataan Reta kembali terbata bata saat dirinya tengah dilanda kegugupan. Orang tadi menepuk jidatnya pelan begitu sadar ia tak sengaja menakuti gadis di hadapannya itu.

"Maaf, sepertinya kau salah paham. Aku tidak bermaksud buruk padamu."

Nisa hanya menganggukan kepalanya tapi tidak kunjung mendekat. Ia hanya merasa sedikit takut saat orang tadi mendekatinya.

"Jadi tadi aku ingin bilang kalau, kandidat no.2 lebih berpotensi membuat fakultas kita lebih baik dibandingkan dengan kandidat no.1." Jelasnya membuat Reta mengerti.

Kemudian Reta kembali bertanya, "Memangnya kenapa dengan kandidat no.1?" Orang tadi menghela nafasnya sebentar.

"Gallen, dia itu senang sekali berbuat onar di kampus. Dia juga suka terlambat dan masuk kelas dengan seenaknya." Jelas orang tadi.

"Belum lagi catatan diluar kampus, katanya dia itu punya genk motor, sering balapan liar terus sering ke club malam juga." Perkataan orang itu membuat Reta sangat terkejut.

"Benarkah?" Reta belum percaya sepenuhnya dengan apa yang didengarnya barusan.

"Kau tidak percaya? Kalau begitu coba kau tanya kesemua orang di kampus ini. Aku yakin semuanya akan mengatakan hal seperti itu." Reta kemudian memandang foto seseorang yang pernah dilihatnya beberapa kali itu.

"Memang sebegitu buruknya, ya? Apa tidak ada kemungkinan ia bisa menang?" tanyanya sambil mengalihkan pandangannya ke orang tadi.

"Sepertinya tidak ada, kalaupun ada itu keajaiban namanya."

"Sampai segitunya, ya?" Reta benar benar tidak habis pikir.

"Mungkin kalau Gallen dapat dukungan dari ketua Jurnalis, dia bisa menang." Perkataan itu membuat Reta mengernyit dahinya.

"Ketua jurnalis?" Menyadari gadis di depannya kebingungan lantas orang itu menjelaskan.

"Iya, ketua Jurnalis. Orang yang dianggap sangat jujur di kampus ini. Orangnya itu tidak pandang bulu. Kalau jelek ya dibilang jelek kalau bagus ya bilang bagus. Begitulah orangnya."

"Memangnya ada orang yang seperti itu?"

"Ada lah, ketua Jurnalis contohnya."

"Sebegitu pengaruhnya, ya?"

"Ya, begitulah adanya. Tapi kalau pengen dapat dukungan dari ketua Jurnalis sebaiknya berpikir dua kali deh." Orang tadi menghela nafasnya pendek.

"Kenapa memangnya?"

"Dia selain terkenal karena kejujuran, pribadinya sendiri adalah orang yang dingin, cuek, tegas dan tak mudah didekati."

"Bahkan kabarnya dia itu gay."

"Gay?" Reta benar - benar terkejut mendengarnya. Bahkan suaranya bisa dibilang lumayan keras membuat orang di depannya segera mengisyaratkan untuk diam.

"Sttt, Jangan keras keras." Reta masih sangat terkejut.

"Jangan asal bicara kalau tidak punya bukti."

"Ada yang melihat langsung, si ketua jurnalis memeluk seorang pria di ruangannya." Kembali Reta dibuat terkejut entah untuk yang ke berapa kalinya pagi ini.

"Mungkin itu saudaranya? Atau temannya atau mungkin keluarganya? Atau mungkin..."

"Pacarnya," ucapan Nisa di potong begitu saja oleh pria ini.

"Setahu anak disini, ketua jurnalis tidak punya saudara yang kuliah disini. Keluarganya ada dijepang." Reta belum sepenuhnya mempercayai perkataan orang di depannya itu.

"Jadi maksudmu dengan dukungan dari ketua jurnalis, bisa membuat seorang kandidat menang itu apa?" Reta mencoba mengalihkan pembicaraan seputar masalah yang belum dipercayai itu.

"Seperti yang aku bilang, karena kejujuran itulah yang membuat para mahasiswa sangat yakin akan pilihan yang dipilih oleh ketua Jurnalis. Ya walaupun beberapa anak menganggapnya gay, tapi dia sangat disegani disini. Makanya keputusan dia itu bisa dibilang mempengaruhi walaupun tidak sampai 80% dari seluruh keputusan."

"Ooh seperti itu" Reta hanya mengangguk kepalanya pertanda bahwa ia mengerti apa yang dijelaskan oleh orang di depannya itu.

"Ooh iya. Kita belum berkenalan. Namaku Retasha Helenasia, kalau kamu?" tanya Reta yang baru menyadari kalau sedari tadi belum berkenalan dengan orang di depannya itu.

Orang tadi mengulurkan tangannya yang disambut baik oleh Reta. "Perkenalkan aku..." Orang itu sengaja memengal kalimatnya, sebelum kembali meneruskan ucapannya.

"Aku Bayu Indrawan." sahut orang itu yang dibalas anggukan oleh Reta.

"Salam kenal," ujar Reta sambil melepaskan tautan tangan mereka.

"Panggil saja B.I." Ucap Bayu atau sering dipanggil B.I. Nisa hanya menganggukkan kepalanya.

"Kalau begitu panggil saja Reta".

"Oke, Reta." Keduanya tak lagi ada percakapan membuat suasana canggung langsung terasa.

B.I yang lebih dulu menyadari hal tersebut tersenyum kecil yang di balas senyum canggung oleh Reta. Kemudian dia menolehkan pandangannya kearah jam tangannya.

"Kurasa aku harus pamit terlebih dahulu. Kelasku mungkin akan segera dimulai beberapa puluh menit lagi." Ucapan dari Reta membuat B.I menganggukkan kepalanya.

Reta menundukkan kepalanya sekaligus berpamitan pada sosok yang baru dikenalnya itu. "Aku permisi dulu." Setelah mengatakan hal itu, Reta segera menuju kearah kelasnya yang ada di lantai 3 meninggalkan B.I yang kini mulai meneruskan pekerjaannya itu.

.

.

~Terimakasih~

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status