Share

4. Hari Yang Berat!

"Tolong cepat ya, Pak!" perintah Kinanti yang disusul oleh anggukan kepala sang supir.

"Kemana ini, Neng tujuannya?"

"Ke Kebayoran Baru. Gedung perpustakaan kota, Pak."

Lelaki di balik kemudi mobil itu mengangguk. Menekan pedal gas dan mengarahkan taxinya menuju pusat kota Jakarta Selatan. Ada sebuah gedung perpustakaan besar berlantai dua di sana.

Kinanti terdiam, tak ada guratan senyum di wajahnya. Gadis cantik berkacamata itu melemparkan pandangan ke luar jendela. Merenungi nasib cintanya. Ia ingin memiliki seorang kekasih, kalau bisa langsung menikah karena umurnya yang sudah tak muda lagi. Namun, para lelaki tak ada yang melirik gadis itu.

Adiknya, Karenina yang usianya terpaut tiga tahun di bawah Kinanti sudah memiliki seorang kekasih. Hubungan mereka sangat dekat, ada rasa iri di hati Kinanti kenapa kisah cintanya tak semudah Karenina.

Bangunan perumahan dan pertokoan telah berganti dengan gedung-gedung tinggi. Sang supir menghentikan taxinya di depan sebuah gedung berlantai dua.

"Udah sampai, Neng," ucap sang supir.

Kinanti masih melamun, memandang ke arah luar jendela mobil. Ia menatap bangunan tempat kerjanya. Namun, pikirannya kosong. Tak menyadari jika kendaraan sudah berhenti.

"Neng … udah sampai Neng," ulang supir itu lagi. Kali ini dengan suara lebih tinggi dan menoleh ke belakang.

Kinanti terkesiap, "Apa, Pak?"

"Ini udah sampai Neng, jadi turun di sini? Atau mau terus lagi?" 

"Sa-saya turun di sini, Pak." Sudut mata Kinanti menatap argo mobil. Segera mengambil uang di dalam dompetnya, "Ini Pak." 

Kinanti membayar selembar uang berwarna biru, uang pas. Gadis berkacamata itu langsung keluar dari taxi. Berdiri sejenak memandang tempat kerjanya, ia membetulkan kacamata. Mengambil napas lalu mengembuskannya dengan cepat dan kasar.

"Semangat, Kinanti!"

Gadis itu mencoba menyemangati dirinya sendiri. Wanita mana yang takkan patah hati, jika para lelaki dan keluarga mereka membatalkan acara pertemuan keluarga secara sepihak. Sudah lima belas lelaki yang coba dicarikan sang Ayah tetapi mereka mundur dengan banyak alasan. 

Sudah sering juga Kinanti mencoba berkenalan lewat situs aplikasi kencan online. Namun, para lelaki itu terkesan main-main. Tak ada niat mengajak Kinanti berhubungan serius apa lagi menikah.

"Jodoh tak akan tertukar, ia akan datang di waktu yang tepat." Haidar selalu menasehati Kinanti. Memberikan anak sulungnya motivasi. Kinanti mengulang kata-kata ayahnya dan kembali bersemangat setelah itu.

"Pagi Kinanti?" Rekan kerja Kinanti menyapa gadis itu ketika bersisipan di pintu masuk. Sheila, perempuan cantik dan modis yang bekerja di bagian  administrasi kantor.

"Pagi Sheila," sapa Kinanti Ramah.

"Hai, Kinanti? Bajumu kok, sama terus sih?" Cika tersenyum dengan satu sudut bibirnya terangkat naik. Ia berjalan melewati Kinanti tanpa memperdulikan perasaan Kinanti.

"Itu menyapa apa mau menyindir, sih?" sungut Kinanti. 

Bukannya Kinanti tak mengganti baju atau tak memiliki baju lain. Hanya saja model bajunya selalu sama. Kebanyakan dress panjang yang lebar, terkesan mirip daster para emak-emak. Sebetulnya itu adalah sejenis gamis. Kinanti ingin sekali memakai jilbab. Namun, hatinya belum siap. Tanpa mengenakan jilbab saja ia kesulitan menemukan seorang lelaki. Apalagi dengan menutup rambut dengan jilbab.

Ia mematung menatap Cika yang menjauh. Mengenakan rok mini berwarna hitam. Dengan blouse berwarna biru. Penampilannya selalu elegan dan sexy. Para lelaki selalu menatapnya tak berkedip.

Dari tempat Kinanti berdiri bisa menatap lurus ke depan. Koridor menuju perpustakaan tempatnya bekerja, "Ah, iya, jam berapa sekarang?"

Kinanti refleks mengangkat pergelangan tangan, "Astaga, dua menit lagi!"

Gadis itu berjalan dengan cepat menuju tempat absen, ia tinggal menyentuhkan jempolnya. "Selamat bekerja, Kinanti!"

Gadis itu kembali bergumam, menyemangati dirinya sendiri. Berjalan dengan penuh semangat menuju meja resepsionis di tengah perpustakaan. Sebenarnya pekerjaan Kinanti terbilang serabutan, selain memberikan informasi kepada para tamu yang datang di perpustakaan. Ia juga harus mendata buku-buku yang keluar masuk, menatanya di rak buku.

Kinanti mulai sibuk memasukkan data-data buku baru pada komputer di hadapannya. Setelah memasukkan data, ia memberi keterangan tersebut di buku.

"Mbak, buku-buku novel di sebelah mana, ya?" 

"Mbaknya lurus aja, itu ada keterangan di depan tiap rak kayu. Buku-buku novel ada di rak ke empat, baris ke dua. Silakan," ucap Kinanti sambil mengulurkan tangan menunjuk rak yang dimaksud.

Kinanti kembali duduk dan menghadap komputer di hadapannya. Memasukkan data-data kembali. Sesekali membenarkan letak kacamata yang miring.

"Alhamdulilah selesai juga!" 

"Udah selesai masukin datanya?" tanya Fatma, perempuan berumur tiga puluhan yang lebih lama bekerja di perpustakaan itu, "Tolong dong, taruh buku-buku baru ini di raknya."

Baru saja selesai memasukkan data  setumpuk buku baru. Kini, Kinanti mendapat tugas baru lagi, "Iya, Mbak!"

Kinanti pasrah, melakukan tugas yang seharusnya dilakukan sang senior. Gadis itu terlalu penurut dan baik hati. Ia mengangkat kardus cokelat di dadanya. Berjalan agak cepat karena buku itu lumayan banyak. Berat.

Bruakhg!

"Ma-maaf, aku tak sengaja!" Seorang lelaki dengan sweater dan potongan rambut cepak, menabrak Kinanti. Kardus terjatuh dan buku-buku di dalamnya berserakan.

"Ti-tidak apa-apa!" Jawab Kinanti terbata. Pipinya bersemu merah. Malu

Lelaki yang menabraknya tadi membantu Kinanti mengumpulkan buku yang berserakan. Cika yang memegang segelas cokelat panas berlalu di samping mereka. Lelaki tadi mendongak terpsesona menatap Cika. Tak sengaja tangan si lelaki menyentuh tangan Kinanti, gadis berkacamata itu mendunduk dan tersenyum.

"Cantik sekali," gumam si lelaki pelan.

Kinanti yang menyangka lelaki itu memujinya semakin tersenyum lebar.

"Kinanti, kalo kerja yang bener makanya!" sindir Cika sambil berlalu membawa minumannya. 

"Mbak, kenal sama perempuan tadi? Bisa minta nomornya?"

Kinanti langsung mendongak mencari perempuan yang dimaksud lelaki yang menabraknya. Ia menoleh ke belakang, tampak Cika yang berjalan menuju ruangannya. Senyum di wajah kinanti seketika hilang. Ia terlanjur kecewa dan malu, gadis itu terlalu cepat terbawa perasaan.

"Nggak!" jawab Kinanti ketus. Segera berdiri dan mengangkat kotak kardus cokelat berisi buku-buku tadi!"

Gadis berkacamata itu segera berlalu menuju deretan rak dan menata buku-buku baru. Mata Kinanti memerah, terlihat berkaca-kaca. Kembali gadis itu merasakan patah hati sebelum memulai suatu hubungan.

Diam-diam Kinanti bersembunyi di belakang rak buku, ia berjongkok dan menyeka air mata. Pundak gadis itu bergetar, ia menangis. Tangisan tanpa suara. Hatinya sakit, tak seorang lelaki pun yang melirik apa lagi menginginkannya.

'Apa dengan bepenampilan tertutup para lelaki tak menyukaiku? Apa tanpa bedak dan gincu merah mereka tak tertarik melihatku? Kenapa mereka hanya melihat dari sisi luar tanpa mencoba mengenaliku lebih jauh dari dalam.' Kinanti membatin dalam hati.

Ia terlihat begitu kecewa dan putus asa. Hatinya sangat rapuh dan takut untuk memulai suatu hubungan, karena ia tahu hasilnya. Penolakan.

***

Kinanti keluar dari pintu lift. Berjalan dengan lemah dan pelan menuju apartemen milik keluarganya.

Tanpa mengetuk pintu ia langsung masuk, "Assalamualaikum," ucap Kinanti.

Rumah terlihat sepi. Tak ada yang menjawab salamnya. Di dapur tak ada orang juga ruang tamu. Kinanti langsung menuju kamarnya.

"Assalamualaikum." Kinanti kembali mengucapkan salam sebelum masuk ke kamarnya.

Gadis itu menghempaskan badan di atas kasur. Menatap langit-langit kamarnya. Ia melalui hari yang berat. Pertemuan keluarga yang batal, hampir terlambat bekerja dan yang terakhir insiden baper sepihak di tempat kerja. Kasihan sekali Kinanti.

"Kakak!" 

Pintu kamar Kinanti terbuka, suara sang adik mengagetkannya.

"Ada apa?" Kinanti mencoba bangkit dari rebahnya. Duduk di pinggir ranjang.

"Besok, Mas Prasetyo akan datang. Dia mau ngenalin temennya ke kakak!"

"Benarkah? Serius? Jam berapa?" Mata Kinanti terlihat berbinar nada suaranya terdengar bersemangat.

"Iya, serius donk! Jadi besok Kakak, harus dandan yang cantik. Sepulang kerja, sekitar jam tujuh-an aja!"

Kinanti mengangguk dengan cepat beberapa kali. Terlihat sangat senang. Setelah mengucapkan maksudnya, Karenina segera keluar dari kamar sang kakak.

Adii Kinanti itu melangkah dengan ringan menuju kamarnya kembali. Di dalam kamar Kinanti segera mencari ponselnya. Ia menatap layar, dan mulai berselancar di sebuah aplikasi berwarna hijau.

[Sayang, aku sudah memberi tahu Kak Kinanti. Besok jangan sampai telat. Kali ini kita harus berhasil agar cepat bisa menikah.]

18.45 WIB

Jemari Karenina dengan lincah mengetik sebuah pesan kepada Prasetyo, kekasihnya. Hubungan mereka sudah terjalin selama dua tahun. Kekasih Karenina sudah berumur tiga puluh tahun. Orangtua Prasetyo mendesak agar mereka segera menikah, dan memiliki seorang cucu. Namun, Haidar sang ayah belum memberikan restu. 

Haidar ingin agar Kinanti sebagai anak sulung menikah lebih dulu. Ia tak ingin Kinanti jadi perawan tua karena sang adik lebih dulu menikah.

[Oke Sayang, kuusahain gak akan telat, janji. Love you.]

18.50 WIB.

Satu notifikasi pesan masuk ke ponsel Karenina. Adik Kinanti itu cepat-cepat membuka ponsel dan memeriksa pesan. Sebaris gigi putih terlihat di wajah cantiknya. 

[Love you too, Sayang.]

18.51 WIB.

Karenina menciumi layar ponselnya. Adik Kinanti itu sudah ingin segera menikah dengan sang kekasih sejak setahun yang lalu. Ia sangat berharap pertemuan besok berjalan lancar, dan sang kakak segera dapat pasangan.

***

To Be Contonued…

Kira-kira berhasil gak, ya? Si Karenina jodohin Kinanti besok?

Penasaran? Ikuti terus kisahnya…

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Iya_Angelya
❤️❤️ bagus Kak ceritanya..
goodnovel comment avatar
Dewi intan
🔥🔥seru ey
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status