Share

Tempat Tinggal Ilham Di Kota

Sesampai di kota, aku mencari kos-kosan di dekat kampusku dan syukurlah gak jauh dari kampus, ternyata memang sudah tersedia banyak kos-kosan untuk mahasiswa/i sehingga aku tinggal memilih kos-kosan mana yang akan aku tempati selama berada di kota ini.

Dan aku memilih kos-kosan yang gak terlalu sempit tapi juga gak terlalu luas.  Harganya juga murah hanya 750 ribu perbulan, tapi lengkap dengan kasur, bantal dua, sama bantal guling satu. Kipas angin, dan lemari baju serta gantungan baju di belakang pintu. Di kamar mandi juga di sediakan gayung untuk mandi sama bak mandi yang cukup besar.

Di sebelah kamar tidur, ada meja belajar dan juga kursi belajar serta pel-pelan dan juga sapu untuk menyapu lantai.

Setelah aku merasa sangat cocok,  aku langsung membayar untuk dua bulan ke depan sebesar satu juta lima ratus rupiah.

Ibu kos langsung memberikan kunci kos-kosan padaku. Tak mau membuang waktu, aku langsung menata baju di lemari, lalu menata beberapa buku yang aku bawa dari rumah, sedangkan laptop dan Hp aku taruh di atas meja.

Setelah baju, buku dan yang lainnya sudah aku susun dan aku rapikan, kini aku mulai menyapu lantai.

Terakhir, aku memilih rebahan sejenak untuk melepas rasa lelah. Namun tiba-tiba saja, aku teringat dengan Umi yang pasti menunggu kabar dariku. Aku pun mengambil Hp dan menelfon Umi.

"Assalamualaikum," sapa Umi lebih dulu.

"Waalaikumsalam, Umi." Jawabku lembut.

"Sudah sampai, Nak?" tanyanya seperti sedang mengkhawatirkanku.

"Sudah, Umi. Setengah jam yang lalu," balasku sambil melihat langit-langit rumah.

"Gimana? Kos-kosannya juga sudah nemu?" tanyanya, Umi emang selalu perhatikan padaku. Ia selalu menanyakan sekecil apapun itu.

"Sudah, Umi. Ini sekarang aku lagi nyantai di kos-kosan," jawabku menjawab pertanyaan Umi.

"Syukur Alhamdulillah. Kalau Umi boleh tau, berapa kos-kosan di sana?"

"750 ribu Umi perbulan tapi peralatannya cukup lengkap,"

"Iya sudah yang penting kamu betah disana. Umi dari tadi gak tenang, nunggu telfon dari kamu,"

"Maaf ya Umi, aku baru nelfon. Soalnya setelah turun dari bis aku langsung cari kos-kosan deket kampus. Ternyata di sini banyak kos-kosan, ada yang 300 ribu sampai 1.500.000 perbulan. Aku pilih yang 750 ribu perbulan, kamarnya gak terlalu sempit, tapi gak terlalu luas juga. Tapi isinya cukup lengkap, jadi aku gak perlu beli peralatan lagi," 

"Berapapun harganya yang penting kamu nyaman dengan kos-kosan mu itu,"

"Iya, Umi. Kayaknya aku bakal betah tinggal di sini, rapi dan pas sesuai yang aku inginkan. Aku juga tadi sudah menaruh baju bajuku yang di tas, aku pindahkan ke rak baju semua,"

"Tapi kamu harus belajar hemat ya, Nak. Mungkin Abi dan Umi akan ngirim satu bulan lagi,"

"Enggak usah, Umi. Soalnya di sini aku akan kerja sambil kuliah. Umi dan Abi gak usah ngirim uang buat aku. Aku pengen belajar mandiri, besok sehabis daftar kuliah, aku juga mau cari kerja paruh waktu. Jadi paginya aku bisa kuliah, malamnya aku bisa kerja," jawabku, yang tak mau terus menerus merepotkan Abi dan Umi. Sekarang aku sudah cukup dewasa. InsyaAllah, aku juga bisa mencari uang buat kebutuhanku sendiri, tidak melulu mengandalkan jerih payah orang tua.

"Tapi kamu pasti lelah kalau habis sekolah, masih harus kerja,"

"Gak papa, Umi. Anggap aja aku lagi belajar tanggung jawab untuk diriku sendiri biar nanti juga gak kaget kalau sudah berkeluarga,"

"Iya sudah jika emang itu mau kamu. Ingat ya di kota orang harus rajin sholat, rajib baca quran, jangan sampai kesibukan kamu melalaikan sholat kamu. Dan jangan buat Umi kecewa, jangan bikin ulah, jangan sampai kamu membuat Umi dan Abi menyesal sudah mengizinkan kamu kuliah disana," 

"Iya, Umi."

"Iya sudah Umi matikan dulu ya,"

"Iya, Umi. Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam."

Setelah mematikan Hpku, aku pun menaruh kembali Hp tersebut di atas meja. Lalu aku merebahkan tubuhku lagi di kasur yang empuk, namun baru saja aku mau terlelap. Seseorang mengetuk pintu kamarku. Mau gak mau, aku pun bangun dan membukakan pintu dan aku melihat ada seorang laki laki seusiaku yang berdiri di depan kamarku.

"Maaf ganggu, ini ada kue buat kamu," ucap laki laki tersebut.

"Makasih ya," jawabku tulus sambil menerima kue darinya.

"Iya sama sama, kenalin aku Alif, kamarku tepat berada di samping kamar kamu,"

"Aku Ilham,"

"Salam kenal ya,"

"Iya, kamu gak masuk dulu. Ayo masuk biar bisa saling kenal," ujarku mempersilahkan teman baruku itu untuk masuk ke kamarku. Tak lupa aku juga membukakan pintu kamarku lebar-lebar.

Aku dan Alif duduk di lantai karena memang di ruanganku ini hanya ada kasur. Aku juga belum sempat membeli tikar untuk tempat duduk, karena ini hari pertamaku di sini dan baru beberapa jam. InsyaAllah kalau ada waktu, aku akan beli tikar di pasar karena biasanya kalau di pasar itu harganya lebih murah.

"Kamu sudah lama ngekos, Lif?" tanyaku berusaha sok akrab.

"Baru tiga hari yang lalu," jawab Alif tersenyum.

"Aku fikir udah lama," balasku ikut tersenyum juga.

"Enggak. Kamu kuliah di kampus sini?"

"Iya. Kamu juga?"

"Heem. Aku baru daftar kemarin."

"Tinggal, aku yang belum," jawabku terkekeh.

"Besok biar aku temani," ujarnya.

"Gak ngrepotin kamu nih?" tanyaku, karena aku tak mau ngerepotin teman baruku ini, tak enak rasanya.

"Enggaklah. Lagian aku juga bingung mau ngapain. Soalnya di sini kebanyakan senior, baru kamu yang aku tau mahasiswa baru juga yang kuliah di kampus sini. Lagian juga aku gak terlalu kenal sama mereka. Jadi besok aku nemenin kamu aja deh, dari pada bingung seharian di kosan,"

"Oh ya udah. Tapi besok habis daftar kuliah, aku mau cari kerjaan,"

"Kamu mau kerja?"

"Iya. Aku pengen belajar mandiri, gak harus nunggu kiriman orang tua. Aku pengen kuliah dan membiayai hidupku sendiri selama aku di sini,"

"Wah, aku salut sama kamu. Tapi kenapa gak coba buka usaha sendiri aja, nanti aku bantu kamu,"

"Usaha sendiri ya? Masalahnya aku bingung mau usaha apa."

"Makanan, di sini kan banyak kos-kosan tuh, terus deket kampus, pasti mereka lebih banyak menghabiskan uang buat beli makanan,"

"Makanan apa?" tanyaku. Kalau yang mudah-mudah mungkin aku masih bisa, kalau yang sulit, aku harus belajar lagi kayaknya.

"Kamu bisa masak, enggak?" tanyanya.

"Bisa tapi gak mahir juga sih. Tapi menurutku, kalau jual makanan kayak nasi gitu kurang antep deh karena kan aku jual di malam hari doang, paginya kan aku kuliah. Apa jual roti bakar aja kali ya, itu kan lebih simple. Cuma roti, mentega, selai, coklat, keju, susu, meses. Alatnya juga gak banyak, cuma teflon atau alat pemanggang roti, sama kompor dan pegangan buat bolak balik rotinya nanti kalau udah agak kecoklatan,"

"Nah itu, aku setuju. Nanti aku jadi karyawan kamu ya,"

"Kenapa harus jadi karyawan, kita bisa kerja sama kalau kamu mau,"

"Baiklah kita kerjasama, jangan lupa beli gerobak biar enak bisa bawa kesana-kemari,"

"Harga gerobaknya yang mahal, paling murah setauku sih 1.500.000,"

"Ya gak papa kita bisa patungan, buat beli berobat, alat-alat dan yang lainnya,"

"Baiklah aku setuju."

"Jadi mulai kapan kita jualan?"

"Gimana kalau mulai besok malam. Lebih cepat lebih baik, besok habis daftar kuliah, langsung pergi ke toko buat semuanya, malamnya bisa langsung jualan,"

"Baiklah, semoga usaha yang akan kita jalani berkah ya dan bisa membantu memenuhi kebutuhan kita di sini. Syukur-syukur kalau bisa nabung dan ngirim uang ke orang tua,"

"Aamiin. Yang penting jangan lupa doa dan sedekah, karena usaha aja, kurang mantap,"

"Hehe iya kamu benar."

Aku dan Alif terus saja membahas usaha yang akan kami lakukan bersama. Walau aku baru kenal dengannya, tapi sudah membuatku dan Alif sangat akrab, mungkin karena dia seumuran denganku dan sama sama mahasiswa baru.

"Oh ya bay the way kamu ambil jurusan apa?" tanya Alif.

"Manajemen bisnis. Kamu sendiri?"

"Sama aku juga manajemen bisnis, tadinya sih mau ambil akuntansi tapi gak jadi. Berarti nanti kita sekelas ya,"

"Iya," Jawabku senang, karena ada teman satu jurusan dan kamarnya pun bersebelahan.

"Syukurlah kalau nanti ada tugas kan kita bisa belajar bersama, kita bisa saling menjelaskan satu sama lain jika ada di antara kita yang tidak ngerti,"

"Yup, kamu bener banget."

Aku dan Alif pun tertawa bersama, mengobrol apa saja dari usaha, kuliah dan yang lainnya hingga tak terasa sudah dua jam lebih.

Setelah itu, Alif pun pamit ke kamarnya yang ada di samping kamarku. Mungkin Alif tau kalau aku juga butuh istirahat dan ia gak mau menggangguku terlalu lama. Walaupun sebenarnya, sedikitpun aku merasa tidak terganggu sama sekali, malah aku senang mendapatkan teman, satu jurusan dan mau berjuang bersama untuk membuka usaha Tapi tetep aja, mungkin Alif merasa tak enak hati. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status