Share

Lancar Jaya

Setelah puas bermain Basket, aku dan Alif pun pamit pulang lebih dulu sedangkan yang lain masih terus bermain entah sampai jam berapa. Sesampai di kos, aku dan Alif masuk ke kamar masing-masing untuk mandi dan salat Ashar karena jam sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Selesai salat, aku masih menyempatkan waktu mengaji walaupun hanya beberapa lembar saja sambil nunggu adzan Maghrib. Setelah adzan Maghrib, aku dan Alif pun bersiap-siap menata dagangan di gerobak, baru setelah itu aku langsung berangkat bareng Alif.

Sesampai di taman, aku langsung melayani pelanggan yang ternyata ada dua orang yang sudah menunggu di taman, menunggu roti bakar buatanku karena kata mereka, rasanya sangat enak dan pas di lidah. 

Sedangkan Alif ia juga ikut membantuku, ia tak perlu lagi teriak-teriak seperti di awal. Karena kini usaha ini juga sudah mulai terkenal di daerah ini.

"Oh ya, Ham. Ini ada yang order lima orang, katanya mau di ambil setengah jam lagi, ia masih di warung makan Bu Asih," ucapnya.

"Siapa yang order?" tanyaku, takutnya cuma orang iseng.

"Ini Mbak Susi, kakak tingkat kita," jawabnya memberitahu.

"Oh, oke. Rasa apa aja?" tanyaku sambil memoles mentega di roti, sesekali tanganku membolak balik roti yang masih di panggang.

"Yang satu rasa keju sama coklat, yang kedua stroberi sama melon, yang ketiga keju aja, yang keempat rasa nanas sama pisang dan satunya rasa kacang sama keju," jawabnya.

"Oke-oke, siap. Setelah ini ya," ujarku.

"Siap."

Roti yang sudah aku panggang aku kasih ke Alif, ku lihat ia begitu cekatan, tak seperti di awal-awal yang sangat kaku, ia dengan lincah mengambil kertas minyak lalu memoles roti sedikit terus ia potong menjadi beberapa bagian, lalu ia bungkus dan ia taruh di mika seperti biasa. Jika beli banyak bisa pakai kardus.

"Ini, Mbak. Dua puluh ribu ya," ucap Alif sambil memberikan roti bakar yang sudah ia bungkus.

"Makasih ya, Mas," balasnya sambil mengambil roti dari tangan Alif dan memberikan uang pas.

"Sama-sama. Jangan lupa untuk kembali ya, Mbak,"

"Siap, Mas. Pasti ke sini lagi kalau pengen, habis mau beli dimana lagi hehe, kan yang jual roti bakar baru Mas Alif sama Mas Ilham," ucapnya tersenyum.

"Hehe iya juga ya," ujar Alif terkekeh.

"Iya udah, aku pulang dulu,"

"Iya, hati-hati," ucap Alif. Ia emang sangat ramah, hingga membuat orang suka dengan pelayanannya, walaupun gak kenal, tetap ia sapa layaknya sudah kenal lama. Tapi karena sikap yang seperti itulah, Alif gampang di kenal.

"Mas, beli dong. 10 ya, sepeti biasa," ujar laki-laki yang bernama Rudi. Yah, dia emang langganan di sini sampai aku hafal. Dia suka beli banyak karena banyak yang nitip, makhlum dia juga tinggal di kos-kosan tapi kos-kosannya beda denganku. Dan biasanya jika dia beli martabak, temen-temennya suka nitip karena malas keluar.

"Oke siap, Mas. Di tunggu sebentar gak papa, ya. Soalnya ini masih antri," sahut Alif sambil memotong roti. Sesekali ia melihat ke arah Rudi saat ia bicara. Karena katanya, tak enak kalau bicara gak menatap orangnya, kesannya gak ramah. Makanya sesekali kalau ia ngomong sambil noleh ke orangnya tapi tangannya tetep fokus bekerja.

"Santai aja, Mas. Aku juga siap nunggu. Gimana, masih rame terus, Mas?" tanyanya.

"Alhamdulillah, Mas. Rame," jawab Alif. Sedangkan aku, aku hanya diam karena malas untuk bicara, aku tidak seperti Alif yang mudah mengobrol dengan yang lain. Kalau aku yang jual sendiri, mungkin tak akan serame ini.

"Syukurlah. Ikut seneng dengernya. Lagian juga selain rasanya enak, harganya juga murah meriah, sangat pasa di kantong. Terlebih yang jual juga baru Mas Alif sama Mas Ilham doang. Yang lain kan jual nasi lalapan, nasi pecel, gorengan, cilok, camilan, es, nasi goreng, martabak, minuman. Untuk roti bakar belum ada daerah sini, mungkin ada sih tempatnya agak jauh dan lumayan mahal hehe. Apalagi yang jual dua cowok tampan seperti kalian, pasti yang ngantri kebanyakan cewek, iya kan?" tebak Rudi.

"Haha Iya, Mas," jawab Alif. Memang jika di bandingkan sama para kaum adam, yang beli dan ngantri kebanyakan kaum hawa. Kadang juga ibu-ibu sih yang rumahnya deket sini.

"Nah tu, pasti mereka diam-diam naksir kalian berdua," ujar Rudi.

"Ck, enggak juga lah mas, naksir apaan, aku mah biasa aja, mungkin sama Ilham kali ya, dia kan kayak model," tutur Alif sambil menoleh ke arahku. 

"Model apaan? Kamu jangan ada-ada deh," sahutku sambil geleng-geleng kepala.

"Iya Mas Ilham mah kayak model iklan. Bahkan tak akan ada yang percaya kalau Mas Ilham itu dari kampung, soalnya selain tinggi, putih, kekar, juga wajahnya itu loh tampan banget. Emang makan apa sih, Mas. Bisa ganteng gitu, mungkin ada resep, bisalah bagi-bagi biar aku ketularan gantengnya," ujarnya tertawa.

"Gak ada resep, ya paling mandi sehari tiga kali, udah sih gitu aja," jawabku.

"Oh pantas, kalau aku mandi ya dua kali sehari, kadang cuma sekali, paginya tok," balasnya tanpa malu. Ya Tuhan, kalau cuma sekali apa gak lengket tuh kulit sama keringat.

"Aku mandi juga tiga kali, kadang malah empat kali, tapi ya kulitku masih aja kayak gini, gak mau putih. Apa mesti pakek lulur ya?" tanya Alif.

"Ya mungkin memang harus pakek lulur kayak wanita. Wanita pakek lulur, kulitnya malah bersih, putih dan lembut loh," ujar Rudi sambil mengambil Hpnya dari dalam saku dan membuka sosial media.

"Nah itu, aku mau nyoba dekh, siapa tau kulitku juga putih dan mulus," ucap Alif tertawa. Aku, hanya diam. Aku tak merespon ucapan mereka dan memilih jadi pendengar setia aja.

"Mas, beli roti bakar dong satu, rasa melon ya," ucap seorang wanita berkerudung pink.

"Oke, Mbak. Tapi antri ya, Mbak. Soalnya masih banyak ini," jawab Alif ramah.

"Oh gitu, iya dah. Nanti aku ke sini lagi ya," katanya lesu. Mungkin ia tak mau menunggu di sini sendirian, terlebih di sini ada tiga cowok, aku, Alif dan Rudi, pasti dia merasa tak enak.

"Oh iya, Mbak. Nanti bisa ke sini lagi," balas Alif. Wanita itu mengangguk lalul pergi begitu saja.

Setelah cukup lama, akhirnya selesai juga punya Mbak Susi. 

"Kamu gantung aja yang selesai di paku itu," perintahku ke Alif. Karena gerobak ini kecil jadi harus pintar-pintar mengatur agar tak berantakan dan terlihat luas dan bersih. Kalau berantakan terus kotor, orang yang mau beli pun jadi malas karena melihat tempatnya yang tak enak untuk di lihat.

"Siap," jawab Alif. Setelah selesai punya Mbak Susi, lalu aku buat untuk Rudi yang memesan 10 bungkus. Capek rasanya, pengen istirahat sejenak, tapi jika istirahat malah kasihan Rudi, menunggu lama.

Belum lagi jika nanti masih ada yang beli lagi, jadi rasa capek ini harus di tahan seperti biasanya.

Hingga 10 menit kemudian, Mbak Susi pun datang dan mengambil pesannya.

"Malam Mas Ilham, Mas Alif, Mas Rudi," sapanya ramah. 

"Malam juga, mbak," jawab Alif dan Rudi bersamaan. Dia tak memanggil nama langsung karena merasa sungkan padahal aku dan Alif ini umurnya lebih muda dari pada dia. Tapi dia merasa gak enak memanggil nama saja.

"Pesananku sudah selesai?" tanya Mbak Susi.

"Sudah Mbak, ini," sahut Alif sambil mengambil satu kantong kresek besar yangt berisi 5 bungkus roti bakar.

"Ini uangnya, Makasih ya," tutur Mbak Susi ramah sambil mengambil roti bakarnya dan membayarnya sebesar 63 ribu karena memang jika pakai keju agak mahal. Begitupun jika memilih dua rasa apalagi sampai tiga rasa dan kalau pakai kacang juga lumayan harganya. Sedangkan yang 10 ribu hanya untuk satu rasa aja.

Mbak Susi memberikan uang 100 ribuan dan Alif pun dengan sigap langsung mengambil kembaliannya di laci.

"Makasih ya mbak," ucap Alif sambil memberikan kembaliannya.

"Iya, Mas. Sama-sama. Aku pamit ya, Mas Alif, mas Ilham, Mas Rudi," pamit Mbak Susi.

"Iya hati-hati, Mbak," ujar Alif sebelum Mbak Susi pergi.

"Iya," jawab Mbak Susi.

"Susi itu cantik ya," puji Rudi setelah melihat kepergian Mbak Susi.

"Mas Rudi suka?" tanya Alif.

"Aku mengatakan dia canti, bukan berarti aku suka. Lagian aku ini sudah punya pacar, masa ia masih menyukai wanita lain hehe," jawab Rudi.

"Wah udah punya pacar aja, udah berapa lama pacaran?" tanya Alif sambil fokus bekerja.

"Baru dua bulanan," jawabnya.

"Semoga langgeng ya," ucap Alif yang diamini oleh Rudi.

Setelah hampir sejam, akhirnya selesai juga punya Mas Rudi. Mas Rudi pun segera membayarnya lalu ia pulang karena roti bakarnya juga sudah di tunggu oleh teman-temannya.

Baru juga aku dan Alif mau duduk sejenak melepas rasa lelah, eh ada satu kali cowok cewek yang datang memesan satu roti bakar. Akhirnya aku pun segera bangun.

"Lif, kamu duduk aja, lagian kan ini cuma satu. Biarkan kakimu istirahat dulu, nanti gantian," kataku. Alif pun mengangguk mengiyakan. "Iya deh, lagian juga aku capek banget nih," ucapnya sambil memainkan hp yang ia ambil dari saku celananya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status