Share

Suka Sholawatan

Suka Sholawatan

Jam 8 malam, Nesha datang dengan membawa mobilnya yang biasa ia pakai ke kampus. Kebetulan Alif juga lagi gak ada, ia pergi ke kosan untuk mengambil roti yang kurang dua dus lagi.

"Hei, gimana laris?" tanyanya sambil duduk di kursi plastik yang aku sediakan. Emang aku menyediakan 5 kursi plastik. Dua di antaranya di pakai untuk aku dan Alif, sedangkan yang tiga untuk pelanggan yang menunggu, biar gak capek berdiri terus, jadi bisa duduk biar lebih nyaman nunggunya.

"Alhamdulillah, laris," jawabku sambil sibuk membolak-balikkan roti yang ada di atas panggangan, setelah itu aku lanjut memakai mentega di roti yang mau aku bakar. Dan lanjut menaruh selai di tengah-tengah roti yang sudah aku belah jadi dua bagian.

Roti yang sudah matang aku angkat lalu aku taruh di kertas minyak yang sudah aku siapkan. Gara-gara tak ada Alif, aku jadi kerepotan sendiri.

"Gimana pesananku, sudah selesai?" tanyanya lagi.

"Belum, kurang lima belas bungkus lagi  Gak papa ya nunggu bentar," pintaku.

"Gak papa, santai aja. Maaf ya jika kebanyakan sampai kamu kerepotan gini," ujarnya merasa bersalah.

"Ini sudah biasa buatku. Malah aku mengucapkan terimakasih karena kamu mau order sebanyak ini di tempatku dan Alif," jawabku.

"Nanti mungkin hari Kamis sore  aku mesen lagi, kali ini 250 buah. Kamu bisa?" tanyanya.

"Bisa. Kamu buat apaan emangnya sampai memesan sebanyak ini?" tanyaku penasaran.

"Rahasia, Ham," jawabnya kekeh tak mau menjawab pertanyaanku.

"Oke-oke, aku mengerti," aku pun tak bisa memaksanya untuk menjawabnya jika memang ia tak berkenan.

Setelah itu ia pun memilih diam, lalu saat aku meliriknya. Ia mengambil Hp nya dalam tas dan memutar lagu sholawatan membuatku tercengang.

"Kamu suka lagu sholawatan?" tanyaku heran sambil tetap fokus manggang roti. Jangan sampai gosong, bisa rugi nanti.

"Iya, aku lebih suka dengerin lagu sholawat ketimbang lagu pop, rock atau dangdut," jawabnya sambil menikmati lagu yang ia putar.

"Kenapa?" tanyaku yang ingin tau.

"Karena kalau dengerin lagu sholawatan bikin hatiku tenang," jawabnya lagi. Membuatku tak habis fikir, dia kan agama Kristen tapi kenapa malah lebih suka denger lagu sholawatan ya.

"Aku juga hafal sekitar 15 lagu sholawatan, kamu mau dengerin?" tanyanya.

Aku pun mengangukkan kepala sambil berkata iya.

Lalu ia pun mematikan lagu di hp itu.

"Tak matikan ya, biar kamu fokus sama suaraku aja hehe," 

Setelahnya, ia pun bernyanyi dengan suara merdunya. Bahkan aku sangat menikmati saat ia bersholawat seakan dari dalam hati.

"Gimana, suaraku bagus gak?" tanyanya setelah selesai menyanyikannya.

"Bagus, sangat bagus," jawab seseorang. Ya ternyata yang jawab itu adalah Alif yang ternyata mendengai suara Nesha juga dari tadi. Aku pun memilih diam tapi jujur aku benar-benar tak menyangka jika dia bisa hafal bahkan pengucapannya pun sangat sempurna, tak belepotan. Tapi bagaimana bisa?

"Alif, kamu ngagetin aku aja. Dari kapan kamu disini?" tanyanya.

"Sejak kamu muter lagu sholawat hingga akhirnya kamu yang menyanyikannya sendiri. Aku gak menyangka kamu bisa hafal sholawat itu. Aku aja yang seorang muslim gak hafal hehe. Tapi emang sholawat itu bikin hati sejuk kalau di dengerin terus menerus.

"Hehe mungkin karena aku sering muter kali ya, jadinya lama-lama aku mulai menirukannya hingga akhirnya hafal di luar kepala," jawabnya.

Masuk akal juga sih, aku juga awalnya gitu, dengerin, dengerin dan dengerin. Lama-lama juga pasti hafal sendiri.

"Lif, siniin dusnya. Mau aku pakai rotinya," pintaku. Alif pun cengar-cengir, "Hehe iya lupa. Sini biar aku yang bukakan," ucapnya sambil mengambil pisau kecil dan membuka kardus roti. Lalu aku mengambil beberapa dan langsung aku buka plastiknya dan memotongnya jadi beberapa bagian.

"Ini bantuin aku ya, motong rotinya yang udah di panggang, terus di bungkus kayak biasanya. Kasihan Nesha sudah nunggu dari tadi," ujarku memerintah Alif.

"Siap, bos," candanya. Sedangkan Nesha, ia memutar lagi lagu sholawatannya lalu diam mendengarkan seakan menyimak setiap lirik yang ia dengar.

Nesha, inilah yang membuatku semakin tertarik sama kamu. Keyakinan kita emang berbeda, tapi kamu mampu membuat hatiku semakin tertarik setiap harinya.

Walaupun kamu Kristen, tapi kamu selalu memakai baju yang sopan. Selalu pakai celana panjang kadang memakai rok. Dengam baju yang juga panjang. Walaupun tak pakai kerudung, tapi kamu selalu memakai baju yang longgar sehingga bentuk tubuhmu tak kau lihatkan.

Sedangkan teman sekelasku ada yang beragama islam, tapi malah memakai baju yang menurutku kurang bahan, sehingga lekuk tubuhnya bisa terlihat dengan jelas. 

Nesha juga kalau ngomong sopan, ramah, lembut.  Tidak urakan, walaupun umurnya sama kayak aku tapi dia lebih terlihat dewasa.

Itu yang membuat aku terus menyukainya. Dan susah untuk melupakan dia dari hatiku.

Setelah 20 menit kemudian, akhirnya roti bakar pun selesai. Aku memakai api besar agar prosesnya cepet celesai. Dan satu kali manggang di isi dua sampai tiga roti, sehingga lebih cepat juga.

"Lif, kasih ke Nesha. Semuanya 250 karena pakai keju dan yang lain," ucapku.

Alif faham, ia pun memberikan 5 kantong kresek besar. "Nes, mau aku bantuin taruh di mobil?" tanya Alif.

"Boleh," jawab Nesha.

Lalu Alif pun menaruh semua pesanannya ke mobil Nesha, di kursi belakang.

"Berapa semuanya?" tanya Nesha.

"250 ribu," jawab Alif. Tentu aku mendengar ucapan mereka, karena posisinya juga dekat  Dan aku yakin, saat aku mengatakan 250 ribu, ia pun juga mendengarnya.

"Ini, makasih ya. Aku pamit pulang dulu," ucapnya sambil tersenyum ke arahku dan Alif.

"Hati-hati," ujar Alif sebelum Nesha benar-benar pergi.

Setelah kepergian Nesha, aku istirahat sejenak melepas rasa lelah. Bekerja dari jam 4 sore sampai sekarang. Hanya berhenti sebentar untuk sholat Maghrib gantian dengam Alif.

Saat istirahat sekelebat bayangan Nesha seakan menari di pelupuk mataku. 

Ya Tuhan ... 

Teguhkanlah hatiku, agar aku berhenti mengaguminya, menyayanginya dan mencintainya.

"Kamu kenapa, Ham?" tanya Alif yang juga ikut duduk di sampingku.

"Capek," jawabku sambil membuka mataku kembali.

"Kita tutup aja kah? Lagian juga kan kita jualan dari jam 4 sore tadi," jawab Alif.

"Eman tapi, nunggu sampai jam 10 aja deh. Setelah itu baru kita pulang," tuturku.

"Baiklah. Kamu istirahat aja, biar aku nanti yang melayaninya jika ada yang beli," ujar Alif. Aku hanya menganggukkan kepala.

Alif emang sangat perhatian, aku bersyukur punya teman, sahabat dan partner kerja yang seperti Alif. Tak egois, pekerja keras, di siplin dan bertanggungjawab. Alif juga orang yang sangat baik, ramah dan periang. 

Aku benar-benar bersyukur sudah di pertemukan dengan Alif, andai aku bertemu dengan teman yang salah pergaulan, maka tak menutup kemungkinan aku pun juga akan terseret.

Tak lama kemudian, dua orang datang membeli roti bakar. Alif pun dengan sigap beranjak dari tempat duduknya dan melayani mereka.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status