Share

Prank Yang Menjengkelkan

Keesokan harinya seperti biasa aku dan Alif berangkat kuliah dengan jalan kaki. Sebelumnya aku dan Alif mampir di Warung Buk Asih untuk sarapan pagi.

Setelah berjalan beberapa menit, sampailah aku dan Alif di lingkungan kampus. Mungkin karena masih terlalu pagi, jadi hanya beberapa orang aja yang datang.

"Lif, ke kantin yuk?" ajakku.

"Ngapain? Kita kan udah sarapan tadi di Warung Buk Asih," sahutnya.

"Ya ... kita minum teh aja yuk sambil nunggu temen yang lain datang," jawabku.

"Aku mau ke perpus aja," balasnya.

"Ngapain?" tanyaku penasaran.

"Aku mau cari Novel buat aku baca di kosan nanti. Bosen main game terus," jawabnya.

"Oh perlu aku temenin?" tanyaku lagi.

"Enggak usah. Kamu ke kantin aja dulu, nanti setelah aku menemukan novel kesukaanku, aku akan nyamperin kamu," ucapnya.

"Oke, aku ke kantin dulu kalau gitu," ujarku. Alif pun menganggukkan kepala.

Lalu aku dan Alif berpencar, aku ke kiri sedangkan Alif ke kanan. 

Sesampai di kantin, aku langsung memesan Teh hangat sama Ibu Ida, pemilik kantin.

"Bu, teh hangatnya ya satu," ucapku.

"Iya. Ibu buatkan dulu ya," tuturnya ramah.

"Iya, Bu. Saya tunggu di Meja nomer enam ya," kataku sopan.

"Iya, nanti Ibu antar kesana." Aku menganggukkan kepala lalu berjalan menuju meja nomer enam.

Di Meja nomer enam, aku duduk santai menikmati hidup. Di kantin itu hanya ada beberapa saja, jika di hitung tak sampai 50 orang padahal jika rame banget bisa menyentuh angka 300 orang.

Dan yang jual pun ada 7 gerai yang berjajar. Ada yang jual Nasi Goreng atau Nasi Rames Campur, Nasi Lalapan, Nasi uduk atau Nasi Kuning, Mie Instan, Gorengan, Batagor dan Somay, Bakso, Aneka jus dan Ice blender, Seblak, Sosis bakar, Mie Ayam, Salad, Soto Lamongan, Rujak Buah dan lain sebagainya. Termasuk teh dan kopi pun juga tersedia disana.

Sambil nunggu teh yang juga belum datang, aku mengambil Hpku dari saku celana dan membuka sosial mediaku. Namun tiba-tiba seseorang menyebut namaku.

"Ham, boleh aku duduk di sini?" tanyanya. Tanpa aku lihat wajahnya, tentu aku tau siapa pemilik suara merdu ini. Siapa lagi kalau bukan wanita yang telah mencuri hatiku.

"Boleh, duduk aja. Lagian juga kosong kog," jawabku sambil menoleh sebentar dan pura-pura sibuk kembali dengan Hpku. Padahal sekarang fokusku bukan lagi ke Hp tapi ke Nesha.

"Alif mana?" tanyanya.

"Di perpus lagi cari novel," jawabku. Gila, bener-bener gila, parfum Nesha benar-benar membuatku rasanya seperti melayang. Entah parfum apa yang ia pakai, tapi selalu saja membuatku merasa nyaman.

"Tumben nyari novel?" tanyanya lagi.

"Katanya dia bosen main game terus, jadi mau beralih ke novel," balasku.

Tak lama kemudian Ibu Ida datang, tapi ia tidak hanya membawa teh hangat tapi juga Jus Melon. Tentu aku tau milik siapa juz itu, pasti milik Nesha karena setauku, dia paling suka Jus Melon.

Entah kapan Nesha memesan Jus melon tersebut, tau-tau sudah di antar oleh Ibu Ida. Aku pun malas bertanya, aku hanya bisa menerka-nerka, mungkin ia memesan sebelum ia menghampiriku.

"Makasih ya, Bu," ucapku begitupun dengan Nesha, tak lupa ia juga mengucapkan terimakasih karena sudah di antarkan pesanannya. Padahal sebenarnya memang ini adalah hal biasa, pesan, lalu memberi tau nomer tempat duduknya atau nomer mejanya, nanti Ibu Ida yang mengantarkan pesanannya. Bukan hanya Ibu Ida tapi memang semua pemilik gerai melakukan hal yang sama karena menurut mereka, pembeli adalah raja.

Tapi tetap saja, kalau menurutku aku harus mengucapkan terimakasih agar merekapun merasa di hargai.

"Ham," panggilnya lagi setelah ia selesai meminum Jus Melon kesukaannya. Aku pun yang belum menyentuh Teh hangatku dan pura-pura fokus ke Hp langsung menoleh ke arahnya.

"Ada apa?" tanyaku sambil melihat ke arahnya.

"Kamu tampan," pujinya membuat pipiku pasti merona. Astaga, kenapa ia memuji aku terang-terangan seperti ini. Aku emang sering mendengar teman-teman perempuanku yang ada di kelas memuji ketampanan dan penampilanku. Bukan aku gr, tapi aku mendengar langsung saat mereka ngomong, hanya saja aku pura-pura tak dengar.

Tapi ini, wanita yang aku suka, dia memujiku langsung di hadapanku. Lalu aku harus merespon gimana? 

"Ya aku tampan, aku akui itu karena aku ini kan cowok. Kalau kamu bilang aku cantik, baru itu aneh hehe," jawabku mencoba untuk tak menampakkan rasa kegugupanku.

"Ya tapi sebagai cowok, kamu sangat tampan. Bahkan sekelas, kamu yang paling tampan. Kalau aku suka kamu, gimana?" tanyanya.

Jujur aku kaget, semudah itukah dia bilang rasa sukanya terhadapku. Ya Tuhan, aku harus jawab apa. Aku bahkan bukan hanya suka padanya tapi cinta. Tapi, aku tak mungkin jujur akan perasaanku. Aku tak mau siapapun tau tentang perasaanku kecuali Allah yang memang maha tau segalanya.

"Hei, kog diam?" tanyanya.

"Emmm aku gak tau harus jawab apa," jawabku.

"Baiklah, aku ubah pertanyaanku. Kamu suka gak sama aku?" tanyanya lagi. Menurutku, pertanyaan yang ini malah paling sulit untuk aku jawab.

Ya Tuhan, ada apa dengan Nesha. Kenapa dia tiba-tiba menanyakan hal aneh seperti ini.

"Kamu kenapa sih, kayak kaget gitu. Santai aja kali, jika memang kamu gak bisa jawab. Aku gak maksa kog," jawabnya santai sambil meminum kembali Jus melonnya. Seakan-akan pertanyaan dia adalah hal biasa.

"Hahahaha," tiba-tiba dia tertawa membuatku kaget. 

"Ada apa?" tanyaku, siapa tau dia lagi kesurupan atau apa.

"Kamu tuh jangan tegang gitu kali, aku kan cuma bercanda. Cuma prank," ujarnya sampai terus tertawa sampai menjadi pusat perhatian orang-orang yang mulai berdatangan ke kantin.

"Gak lucu, lain kali jangan prank masalah seperti itu," kataku kesal.

"Hehe iya, Maaf. Habisnya aku di cuekin sih sama kamu. Kamu terlalu sibuk sama hp kamu, emang kamu lagi nonton apa sih sampai aku di anggurin," ujarnya penasaran.

"Enggak ada. Hanya lihat-lihat aja," jawabky sambil mematikan Hpku dan menaruhnya di saku celana.

Lalu aku minum teh hangat yang sudah mulai dingin. Jujur pertanyaan Nesha tadi terus membekas di benakku. Andai itu kenyataan, sejujurnya aku senang karena Nesha menyukaiku karena itu artinya cintaku tak bertepuk sebelah tangan. Tapi aku selalu sedih, setiap kali ingat, kalau aku dan dia itu berbeda.

Saat aku dan Nesha ngobrol, Alif pun datang sambil membawa beberapa buku novel di tangan kanannya.

Lalu Alif duduk di samping aku, dan tak lama kemudian Shafa pun juga datang. Entah bagaimana mereka bis datang hampir bersamaan seperti in atau mereka itu sehati.

Shafa duduk di samping Nesha yang berhadapan langsung dengan Alif.

Lalu kami pun ngobrol berempat. Tapi entah kenapa aku merasa, kalau Nesha dan Shasha itu kadang sering memperhatikanku. Apakah ini hanya perasaanku aja karena aku merasa kurang nyaman, aku pun mengajak Alif keluar dari kantin dengan alasan kalau aku mau ngajak Alif untuk pergi ke koperasi untuk membeli peralatan kuliah. Padahal mah aku cuma berbohong, tapi biar gak dosa, aku pun tetap beli pulpen disana. Walaupun pulpenku yang beli bulan lalu masih ada dan tersimpan rapi di dalam tas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status