Share

Rasa Yang Salah

Hari berganti hari, Minggu berganti Minggu. Aku dan Nesya semakin hari semakin akrab dan rasa kagumku semakin hari juga semakin membuncah, entah kenapa setiap kali ada di dekatnya aku merasa sangat nyaman sekali. 

Sedangkan Shafa, ia juga selalu mencari perhatianku, padahal sedikitpun aku tak tertarik dengannya. Aku bahkan sampai merasa gak enak sendiri sama Alif, karena Alif mengatakan padaku, ia menyukainya.

"Ham, kamu suka kan sama Nesya?" tanyanya waktu itu.

"Enggak," jawabku berbohong.

"Kamu mungkin bisa membohongiku, Ham. Tapi kamu tak bisa membohongi diri kamu sendiri. Aku bisa melihat kalau kamu mulai nyaman dengan Nesya begitupun dengan aku. Hanya saja sayangnya cintaku bertepuk sebelah tangan, karena wanita yang aku cintai, ternyata mencintai kamu," balas Alif.

"Aku gak mau mengurus percintaan dulu, aku ingin fokus kuliah agar bisa membahagiakan orang tuaku, aku juga ingin fokus sama usaha kita, biar bisa maju dan berkembang. Lagian aku pengen menjadi seorang dosen nantinya di kampungku, jadi aku tak boleh mengecewakan kedua orang tuaku, aku juga tak mau membuat mereka kecewa karena ternyata aku menyalah gunakan kepercayaan mereka,"

"Aku ngerti, Ham. Aku faham apa yang kamu rasakan. Tapi kamu tak akan bisa mencegah jika cinta itu hadir dalam kehidupanmu. Seberusaha apapun kamu mencoba untuk menghindar, tapi jika memang hatimu sudah memilih dia, maka jelas kamu tak akan bisa untuk menghindar. Sama sepertiku, yang jatuh cinta pada pandangan pertama terhadap Shasha, tapi ia malah jatuh cinta sama kamu, tapi aku bisa apa, aku pun tak bisa memintanya untuk membalas cintaku. Hanya waktu yang bisa menjawab semuanya, jika memang dia di takdirkan untukku. Maka aku dan dia pasti bersatu,"

"Tapi kamu tau kan,  Nesha itu berbeda sama aku. Agama kami berbeda, aku tak mungkin meninggalkan agamaku hanya karena seorang wanita,"

"Iya itu ujian terbesarmu. Cinta kita itu sedang di uji Ham, kamu mencintai wanita yang berbeda keyakinan sedangkan aku mencintai wanita yang hatinya terpaut sama laki-laki lain dan laki-laki itu kamu hehe, bukankah cinta itu kadang unik, Ham," ujarnya terkekeh. Aku hanya geleng-geleng kepala.

"Sudahlah jangan bahas cinta-cintaan. Lagian juga umur kita masih sangat muda, bahkan belum juga 19 tahun, udah mau mikir kesana. Mending kita siap-siap. Ayo jualan," ajakku.

"Hehe, ayo."

Itulah percakapanku dengan Alif yang terjadi beberapa hari lalu dan entah kenapa, sampai sekarang percakapan itu mengusik fikiranku.

Alif benar, aku mulai mencintai Nesya, tapi masalahnya agama aku dan dia berbeda. Aku tak mungkin mengorbankan agamaku demi Nesya.

Jika Abi dan Umi tau, mereka pasti marah, mereka pasti akan kecewa berat dan aku gak mau itu terjadi.

Ya Tuhan, apa cinta yang aku rasalah salah, apa rasa ini salah?

Kenapa Engkau harus menumbuhkan rasa ini kepada wanita yang tak bisa aku nikahi? Kenapa Ya Rabb.

Aku bangkit dari tempat tidurku dan mengambil wudhu lalu sholat dhuhur. Sehabis sholat, aku curahkan semua isi hatiku kepada Sang Maha Pencipta, karena hanya kepada Allah lah tempat aku mengadu, tempat aku meminta dan tempat aku berkeluh kesah. Aku lebih suka curhat sama Allah ketimbang sama orang lain.

Setelah mencurahkan isi hatiku, aku langsung merasa lega. Lalu aku lanjut membaca Al Qur'an. Namun tiba-tiba saja Hpku berbunyi dan ternyata Umi yang menelephon.

"Assalamualaikum, Umi," sapaku lembut.

"Waalaikumaslam, lagi apa Ham?" tanyanya.

"Lagi ngaji, Umi," jawabku jujur.

"Umi ganggu ya?" tanyanya lagi.

"Enggak, Umi. Lagian aku juga sudah selesai bacanya. Gimana kabar Umi dan Abi?" tanyaku sambil  menaruh Al Qur an di atas meja.

"Alhamdulillah, baik. Kamu gimana disana, sehat?" tanya Umi.

"Alhamdulillah sehat, Umi,"

"Umi kangen sama kamu, kamu kapan pulang?" tanya Umi.

"Nunggu liburan ya, Umi,"

"Tapi kapan liburannya,Nak?"

"Enggak lama lagi kog, Umi. Nanti kalau sudah mau liburan, aku kasih tau Umi ya,"

"Baiklah. Kamu jaga diri baik-baik disana. Ingat, jangan pernah membuat Abi dan Umi kecewa,

"Iya, Umi,"

"Umi tutup dulu ya, Assalamualaikum.

"Waalaikumsalam."

Setelah komunikasi terputus, aku langsung menaruh Hp ku kembali dan melipat sejadah dengan rapi dan aku taruh di tempatnya. Lalu lanjut aku membuka sarung dan memakai celana pendek yang sampai lutut, dan juga membuka baju kokoku dan memakai kaos pendek berwarna putih.

Lalu aku ambil buku dalam tas, ada tugas kemarin yang belum aku kerjakan. Sebenarnya waktunya sampai seminggu, karena yang mau di kumpulkan juga masih Minggu depan. Tapi dari pada terburu-buru, kan lebih baik di kerjakan dari sekarang.

Saat aku lagi ngerjakan tugas, tiba-tiba Hpku berbunyi dan ada pesan yang masuk ke HPku. Saat kulihat ternyata dari Shasha.

Aku pun membuka isi pesan tersebut.

"Assalamualaikum," ketiknya. Dan aku pun segera menjawab salam dari dia.

"Waalaikusalam," balasku.

"Lagi apa?" tanyanya.

"Ngerjakan tugas," jawabku sekenanya.

"Sama dong, aku juga lagi ngerjakan tugas, kita sehati ya," 

Membaca kata sehati, aku langsung malas untuk menjawab pesannya lagi, lalu aku biarkan saja.

Aku tak mau memberikan harapanb buat Shasha, karena bagaimanapun aku tak mencintainya, dan aku hanya berharap jika Shasha itu membalas cinta Alif karena dia tulus mencintai Shasha.

Setelah mengerjakan tugas, aku menelfon Alif.

"Assalamualaikum, Al. Keluar yuk," ajakku.

"Waalaikumsalam. Boleh, ayo. Aku juga bosen ini di kamar terus dari tadi cuma main game," jawabnya.

"Iya udah ntar lagi aku keluar,"

"Oke aku juga."

Setelah itu aku bersiap-siap. Aku mengambil HP dan dompet lalu aku taruh di celanaku.

Lalu aku mengambil kunci kamar dan mengunci kamar kosku kemanapun aku pergi, walaupun itu hanya sebentar, karen aku tak suka jika ada orang masuk sembarangan ke kamarku apalagi jika sampai membuat kamarku berantakan.

"Kita mau kemana?" tanya Alif mengangetkanku.

"Kelapangan, yuk. Tadi anak-anak ajak aku main basket, tapi aku tolak karena males kesana sendiri," ajaknya.

"Iya udah ayo, untung aku pakai celana pendek dan kaos, jadi udah langsung siap,"

"Haha sama aku juga. Bosen ya kalau gak kuliah, seharian di kamar terus, paling ya keluar buat beli bahan untuk jualan nanti malam, atau cari makan di luar, iya kan?" tanya Alif sambil berjalan menuju lapangan yang tak jauh dari kos-kosan. Mungkin sekitar 15 menit jika jalan kaki. Di sini tuh emang enak karena kos-kosanku selain dekat kampus, juga dekat lapangan basket, dan juga deket taman buat aku jualan.

"Iya juga sih. Tapi mau gimana lagi, kita sekolah cuma beberapa hari aja, cuma dari Senin sampai Kamis. Jumat, Sabtu, Minggu libur. Enaknya ngapain ya, biar gak mubadzir kalau cuma diam di kamar, bingung mau ngapain,"

"Iya juga, kita loh sibuknya pas kuliah saja sama malam hari karena jualan," 

"Hemm iya. Kalau buat istirahat sih kebanyakan ya, aku loh tidur siang, paling cuma satu sampai dua jam doang. Atau kita cari kegiatan lain seperti jalan-jalan, kita selama ini kan jarang jalan-jalan. Masak ia kita kuliah di kota, tapi gak ngerti daerah sini. Karena kita paling cuma keseringan di kampus, pasar, kos-kosan, di taman buat jualan atau jalan jalan sekitar sini. Iya kan?"

"Bener katamu, baiklah. Besok kan masih libur, kita jalan-jalan ke alun alun yuk pagi-pagi. Biasanya kalau pagi-pagi di alun-alun rame, pasti seru tuh,"

"Nah ide bagus tuh,"

Aku dan Alif pun terus berbincang hingga tak terasa sudah sampai di lapangan basket. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status