Share

Alif's Feelings

Pov Alif

Perkenalkan namaku Alif, aku mempunyai sahabat bernama Ilham, dia laki-laki yang sangat baik, tampan, gagah, sholeh, ulet dan cinta akan kebersihan. Dia juga pekerja keras dan punya semangat belajar yang tinggi. Andai aku jadi perempuan, aku pasti mencintainya. Sayangnya aku laki-laki, jadi aku hanya sekedar mengaguminya saja.

Beberapa bulan mengenalnya membuat aku mulai mengenal sifat dia, termasuk gerakan tubuhnya yang membuat aku mengerti. Seperti saat ia yang ternyata diam-diam menyukai salah satu teman kami yang tak lain bernama Nesha, sayangnya dia wanita yang berbeda keyakinan dengannya.

Walaupun ia tak cerita, namun aku tau ia selalu berperang batin dengan apa yang ia rasakan. Di satu sisi, ia mulai mengenal cinta, bahkan mungkin Nesha merupakan cinta pertama untuknya tapi di sisi lain, ia sadar bahwa mereka tak mungkin bersatu, terlebih ia tak mau mengecewakan kedua orangtuanya yang sudah mengizinkan dirinya untuk kuliah di kota, jauh dari Abi, Umi dan keluarganya.

Aku kasihan melihat nasib cintanya yang bahkan belum apa-apa sudah harus seperti ini karena terhalang sebuah keyakinan yang berbeda.

Tapi aku lebih kasihan sama nasib cintaku, karena wanita yang aku cintai malah mencintai laki-laki lain, siapa lagi kalau bukan Shasha. Ya, dia adalah wanita yang aku suka, sayangnya dia malah menyukai sahabatku. Aku hanya tersenyum getir mengingat percintaanku yang bertepuk sebelah tangan dan cinta dia ke Ilham pun juga bertepuk sebelah tangan karena nyatanya, Ilham malah menyukai Nesha yang berbeda agama. Bukankah cinta itu sangat membingungkan.

Kadang aku merasa sedikit iri dan cemburu saat melihat Shasha yang terang-terangan memberikan perhatian lebih terhadap Ilham. Walaupun Ilham selalu mencuekinya tapi tetap saja membuat Shasha tak menyerah, ia terus saja memberikan perhatian dan berharap cintanya terbalas.

Andai Shasha memberikan perhatian itu padaku, betapa bahagianya aku, aku pasti akan membalasnya dengan memberikan perhatian lebih.

Sayangnya, Shasha tak mau menoleh sedikitpun terhadapku dan aku hanya bisa diam dan melihat perjuangan dia untuk laki-laki lain.

Saat ini aku hanya ingin fokus dengan usahaku yang aku jalani bareng Ilham dan juga fokus untuk menuntut ilmu agar aku bisa lulus tepat waktu.

Masalah percintaan, biarlah waktu yang menjawabnya. Apakah aku bisa mendapatkan Shasha atau akan ada wanita lain yang mengangtikan posisi dia di hati aku.

Membahas masalah usaha, aku bersyukur banget karena usaha yang aku jalani bareng Ilham semakin maju dan berkembang pesat. Setiap harinya selalu ramai oleh pembeli baik secara offline maupun online.

Bahkan modalku pun untuk beli gerobak sudah kembali, yang ada kini hanya keuntungan yang selalu aku dapatkan.

Aku juga tak perlu menunggu kiriman dari ayah dan ibuku, karena aku bisa menghidupi diri aku sendiri, aku bisa kuliah dengan uang hasil keringatku. Aku juga bisa menabung sedikit demi sedikit, aku juga bisa sedekah dan aku juga bisa ngirim buat ayah dan ibuku di kampung dan membantu adikku yang masih sekolah.

Aku bersyukur banget bisa kenal dengan Ilham, karena dari dialah aku bisa bisa seperti sekarang. Untuk itu, aku berharap persahabatanku dengan Ilham akan selalu dekat seperti ini, bukan karena Ilham bisa membuat aku mempunyai banyak uang tapi karena aku berfikir, Ilham bisa mengubah aku menjadi orang lebih baik, bisa menasehatiku jika aku salah dan selalu ada buat aku.

Dia juga bisa menjadi panutanku agar aku tidak hanya memikirkan diri sendiri, tapi juga harus memikirkan masa depanku dan orang-orang yang aku sayang. Untuk itu aku harus bekerja keras dan belajar lebih giat lagi agar aku bisa menjadi orang kebanggaan orang tua aku, yang bisa mengangkat derajat orang tua aku dan bisa membahagiakan mereka sebisa dan semampu aku.

Andai aku tak bertemu Ilham, mungkin sampai detik ini aku hanya bersenang-senang dan menghabiskan harta ayah dan ibuku, tak perduli bagaimana susahnya mencari uang. Tapi syukurlah Allah mempertemukan aku dengan seseorang yang tepat untuk aku jadikan sahabat.

“Lif, kamu kenapa? Kog dari tadi bengong aja, mikir apa?” tanya sahabatku, Ilham.

“Gak ada, Ham. Cuma pengen bengong aja,” jawabku tersenyum.

“Oh aku fikir lagi mikir apa, jika ada masalah cerita sama aku, jangan di pendem sendiri, siapa tau aku bisa bantu,” ujarnya. Dia memang sangat baik, dan selalu menghawatirkan aku layaknya saudara.

“Haha oke-oke. Oh ya Shasha dan Nesha mana?* tanyaku.

“Masih di kelas,” jawabnya lesu. Tadi pagi Ilham mengajak aku pergi dengan alasan mau pergi ke koperasi hanya karena ingin menghindar dari Shasha dan Nesha.

Mungkin Ilham kurang suka dengan tatapan Shasha yang terang-terangan menyukai dirinya, sedangkan untuk Nesha sendiri, aku merasa Ilham sedang menjaga jarak dengannya, mungkin ia takut perasaan yang ia rasakan saat ini akan semakin dalam untuk Nesha, jadi sebelum rasa suka itu semakin dalam atau semakin membesar, ia berusaha untuk menghentikannya. Tapi apa dia bisa?

“Kita pergi aja yuk,” ajak Ilham.

“Kemana?” tanyaku.

“Kemana kek, lagian juga matkul kedua kan masih sejam lagi,” jawabnya.

“Iya udah ayo, kita ke kantin aja,” balasku.

“Jangan,” cegahnya.

“Terus kemana?” tanyaku heran. Apa sampai seperti ini, ia menghindari mereka berdua.

“Ke kampus aja yuk,” ajaknya.

“Iya udah ayo.” Aku pun mengiyakan, tapi belum juga berangkat ke perpus, Shasha dan Nesha datang.

“Kalian mau kemana?” tanya Shasha.

“Perpus,” jawabku ramah. Walau aku mencintainya dan dia mencintai sahabatku, bukan berati aku bersikap acuh tak acuh terhadapnya karena aku tau dan aku sadar, cinta tak bisa di paksakan. Walaupun dalam hati kecilku, aku berharap bisa memilikinya.

“Aku ikut ya,” serunya. Aku menatap Ilham dan ia hanya mengangguk dengan lemah.

“Boleh,” jawabku, walau aku tau Ilham sepertinya tak berkenan, namun ia juga merasa tak enak untuk menolaknya.

“Nes, kamu mau ikut juga ke perpus?” tanyaku ke Nesha.

“Iya, lagian juga aku bingung mau kemana,” sahutnya.

Lalu aku, Ilham dan mereka berdua pun pergi ke perpus. Ilham terus berusaha menghindar, aku yang tak tega akhirnya membantu dia mengalihkan perhatian Shasha ke yang lain. Nesha sendiri hanya fokus mencari buku yang entah buku seperti apa yang ia cari. Melihat Shasha pergi, aku fikir Ilham akan aman, nyatanya malah Nesha yang mendekati Ilham dan mengajak Ilham bicara dengan suara pelan karena memang di perpus tak di perkenankan ngomong dengan suara tinggi jadi harus pelan.

“Maaf, Ham. Aku sudah berusaha mengalihkan perhatian Shasha, tapi aku tak bisa mengalihkan perhatian Nesha dari kamu,” ucapku dalam hati.

Kulihat Ilham hanya menjawab apa yang di tanya oleh Nesha, walau aku juga berusaha mengajak Shasha bicara namun mataku sesekali melihat interaksi Ilham dan Nesha. Aku tau mereka saling menyukai, mungkin perbedaan agama lah yang membuat mereka menahan perasaan mereka agar tak ada yang tau dan hanya menyimpannya di dalam hati serapat mungkin. Tapi aku bukan laki-laki bodoh yang tak mengerti bahasa tubuh, aku sangat faham mereka saling suka tapi mereka berusaha untuk bersikap biasa aja.

----

Mohon kerja samanya ya temen-temen, jika ada typo atau salah dalam penyebutan nama, bisa komen di bawah agar bisa segera aku perbaiki.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Julien Dolang
nama nesha dan sahsya yg msh sering tertukar
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status