Share

Bab 2

Namun tidak jauh dari sana terlihat seorang wanita mengikuti mereka, yang tidak lain adalah Farida, istri Deni. Ia tidak menyangka suaminya akan sekeras ini mencari Luna. Hancur rasa hatinya, air mata tidak dapat ia tahan. Ia terus mengikuti suami dan gadis yang ia pikir adalah selingkuhan suaminya. 

Ia berhenti dibawah pohon ketika orang yang diikutinya sampai di sebuah rumah dan suaminya duduk di kursi yang terletak di teras dan tak lama kemudian Luna pun duduk di kursi di depan Deni. Farida terus memperhatikan Deni dan Luna dari balik pohon yang terletak di pinggir jalan di depan rumah Luna.

Deni dan Luna terlihat berbincang dengan serius namun Farida tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Rasa panas di dada ia tahan, ia ingin tahu apa yang dilakukan suaminya itu setelah ini.

Beberapa saat kemudian Deni terlihat berdiri lalu kemudian berjongkok di depan Luna dan meraih tangannya. Deni seperti menangis dan tak lama setelah itu Deni terlihat memeluk Luna dan bahkan Luna membalasnya.

Melihat suaminya yang berpelukan dengan wanita lain membuat hati Farida hancur. Cairan bening kini menganak sungai mengalir membasahi pipinya. Selama ini ia begitu percaya pada lelaki itu, namun dengan mudahnya ia berkhianat. 

Melihat itu Farida tidak tahan lagi, ia bergegas menghampiri dua orang yang telah menyakitinya itu. Ditariknya baju suaminya dari belakang hingga suaminya berbalik.

"Tega kamu, Pa!" teriaknya sambil terisak.

"Ma, aku bisa jelasin, Ma!" ucap Deni tanpa ragu.

Plak!

Tiba-tiba Farida menampar Luna hingga gadis itu terhuyung karena tidak menyangka akan mendapat tamparan dari Farida. Luna hanya bisa mengelus pipinya yang terasa sakit.

"Dasar j*l*ng! Memangnya tidak ada laki-laki lain yang bisa kamu goda selain suami orang, ha!" ujar Farida sambil menunjuk ke arah Luna, namun gadis itu hanya diam saja, dia tidak tahu harus berbuat apa. Dada Farida terlihat naik turun, pertanda emosinya sedang meluap.

"Jangan begitu, Ma. Semua nggak seperti yang kamu pikirkan!" ujar Deni, lembut. Ia mencoba meraih tangan istrinya namun ditepis oleh Farida.

"Lalu apa, Pa? Aku melihat sendiri kamu memeluk perempuan ini, itu udah melihat langsung, nggak perlu lagi penjelasan darimu! Apa yang ku lihat, itu sudah cukup! Jahat kamu, Pa! Apa salahku?" teriak Farida, tangisnya kini semakin menjadi. Ia terduduk lemas di lantai, ia tidak pernah membayangkan kalau pernikahannya akan hancur untuk kedua kalinya.

"Jangan bicara seperti itu, Sayang. Luna bukan selingkuhanku." Deni mencoba menenangkan Farida , namun istri Deni itu tidak mau mendengarkan penjelasan Deni, ia lebih percaya dengan apa yang ia lihat. Deni berusaha untuk memeluk istrinya, namun ia didorong oleh Farida hingga tubuhnya terjungkal ke belakang.

“Lebih baik papa ceraikan saja aku, Pa! Aku nggak sanggup jika dimadu.” Ucap Farida seraya beranjak dari duduknya, lalu berlari meninggalkan Deni dan Luna.

“Maaf, Sayang! Saya harus mengejar istri saya dulu. Saya janji, akan datang kesini lagi setelah saya menjelaskan pada Farida. Dia pasti akan mengerti. Sekali lagi, tolong maafin saya.” Ucap Deni sebelum ia bergegas meninggalkan Luna yang masih syok dengan apa yang baru saja terjadi.

Deni pun menyusul Farida. Wanita itu menghentikan pengendara motor yang kebetulan lewat di sana, dan pengendara itu membawanya pergi. Hal itu membuat Deni tidak dapat mengejar istrinya. Akhirnya Deni memutuskan untuk menemui ibu dari anaknya itu langsung di rumah.

Sesampai di rumah, Deni langsung mencari Farida, namun ternyata wanita itu belum ada di rumah. Deni pun berusaha menghubungi Farida lewat panggilan telepon, namun tidak diangkat. Kemudian Deni langsung meninggalkan rumahnya, ia menuju ke rumah mertuanya yang kira-kira berjarak sepuluh kilometer dari rumahnya.

Rasa bersalah menggelayut di hati Deni, ia tidak berniat membohongi istrinya, ia takut jika ia menceritakan semua pada Farida, maka istrinya itu akan marah dan meninggalkannya. Deni tidak rela jika harus berpisah dari perempuan yang telah melahirkan anaknya itu, karena ia sangat mencintai Farida.

Tok! Tok! Tok!

Setelah sampai di rumah orang tua Farida, Deni mengetuk pintu. Beberapa waktu kemudian, akhirnya pintu dibukakan oleh seseorang.

"Sendirian, Den? Istri dan anak-anakmu mana?" tanya Asih, ibu Farida, setelah melihat menantunya datang sendirian. Pertanyaan Asih membuat Deni menelan ludah. 'Berarti Farida gak ada disini.' batinnya.

"Den?" panggil Asih, ia heran melihat Deni seperti orang yang sedang bingung. "ada apa?" Deni bingung harus menjawab apa.

"Farida nggak ada kesini, Bu?" tanya Deni akhirnya. Mata Asih menyipit mendengar pertanyaan menantunya itu.

"Loh, kok kamu tanya istri kamu, emang dia nggak bilang pergi kemana? Apa kalian lagi berantem?" Selidik Asih, ia menatap tajam Deni, membuat lelaki itu salah tingkah.

"Hanya sedikit salah paham, Bu!" Elak Deni.

"Salah paham gimana, sampai pergi dari rumah seperti ini. Duduklah dulu, ibu coba telpon dia. Biar ibu suruh kesini saja." ujar Asih, ia pun pergi untuk mengambil ponsel yang ia taruh di ruang keluarga.

Asih kemudian menelpon Farida, sambil berjalan ke ruang tamu, dimana Deni sedang menunggu. Terdengar suara pertanda panggilan telah terhubung.

"Halo, Bu!" Suara Farida dari seberang, suaranya terdengar parau. Asih yakin anaknya sedang menangis, hal itu membuatnya melirik pada Deni. 'apa yang telah orang ini lakukan, hingga anakku menangis?'

"Halo, Da! Kamu lagi dimana? Bisa kamu ke rumah ibu, Nak? Ibu kangen sama kamu." Asih tidak berbohong, ia memang sedang merindukan anaknya itu.

"Aku lagi di luar, Bu! Nanti aku mampir di rumah ibu." jawab Farida.

"Hal penting apa di luar sana yang membuat ibumu ini harus menunggu lebih lama, Da? Apa hal itu lebih penting dari ibu?" Asih memelas, ia tahu putrinya itu akan segera datang jika mendengar kata-kata itu.

"Bukan begitu, Bu! Aku lagi ada urusan sebentar, nanti kalau udah selesai, aku langsung ke sana, Bu." Sambungan telepon pun terputus. Tatapan Asih pada Deni membuat pria itu tertunduk, ia seperti anak kecil yang tertangkap basah sedang mencuri. Ia tahu jika kesalahannya kali ini mungkin sulit dimaafkan. Wanita berusia enam puluh lima tahun itu beranjak meninggalkan Deni disana. Perasaannya mengatakan ada yang tidak beres dengan menantunya.

Setelah hampir satu jam Deni menunggu, tapi Farida belum juga menunjukkan keberadaannya di rumah Asih, akhirnya Deni minta izin pada mertuanya untuk pergi ke restoran.

"Bu," panggil Deni dari depan pintu kamar Asih. Tidak menunggu lama, Asih pun membuka pintu kamarnya.

"Ada apa, Den?"

"Aku mau pamit ke restoran sebentar, Bu. Nanti aku ke sini lagi." 

"Oh, iya sudah, nanti kalau Farida sudah datang ibu kabari." Ucap Asih pada menantunya itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status