Share

Haruskah menerima?

Author: Aini Sabrina
last update Last Updated: 2025-04-28 13:13:35

Veronika begitu asyik terpejam, ketika ia mulai terganggu oleh rasa gatal di tenggorokannya. Saat ia mencoba mengabaikannya, rasa itu justru semakin mengganggu, memaksanya membuka mata.

Belum sepenuhnya sadar, tangan Veronika meraba-raba nakas, mencari botol minumnya. Sialnya, botol itu justru kosong.

"Ah, sial. Kenapa harus kosong, sih? Sepertinya aku harus lebih memerhatikannya sebelum tidur," gerutunya, lalu beranjak turun dengan malas dari atas tempat tidur.

Dengan langkah gontai, Veronika berjalan keluar sambil beberapa kali menguap. Ruang tengah itu gelap, membuatnya meraba-raba mencari saklar untuk menyalakan lampu.

Begitu tiba di dapur, Veronika segera mengisi botol minumnya. Tak lama kemudian, suara benda terjatuh membuatnya terlonjak. Matanya langsung awas menatap ke sekeliling.

"Si-siapa di sana?" tanyanya, menatap bayangan gorden yang tertiup angin.

Veronika menyentuh tengkuknya. Tubuhnya meremang karena takut.

"Tidak mungkin ada yang masuk ke kamar ini, kan? Aku sudah mengunci pintu rapat-rapat. Mustahil kalau ada yang bisa masuk," gumamnya, mempercepat langkah menuju kamar.

Begitu Veronika tiba di dalam kamarnya, wanita itu segera mengunci pintu rapat-rapat. Mata yang semula mengantuk kini sepenuhnya terbuka lebar. Veronika segera naik ke atas tempat tidur, lalu meneguk air putih dari botolnya.

"Enggak mungkin pemilik apartemen, kan? Aish, apa yang kupikirkan?" gumamnya pada diri sendiri.

Tak ingin memikirkan apa pun lagi, Veronika kembali berbaring. Besok ia harus bekerja dan tidak boleh terlambat, atau atasannya pasti akan mengamuk.

Tidak butuh waktu lama bagi Veronika untuk kembali terlelap. Tepat saat itu, seseorang berjalan keluar dari dalam kamar mandi. Langkahnya mantap, menuju ke arah tempat Veronika tidur.

Sejenak, sosok itu memandangi Veronika. Tangannya terangkat, membelai pipi mulus wanita itu, lalu turun ke leher jenjangnya. Tak lama, tangan itu menjauh. Sosok misterius itu mendekatkan wajahnya ke leher Veronika, hembusan napas panasnya menyentuh kulit Veronika.

Veronika sempat terganggu, tapi hanya mengerang pelan lalu kembali terlelap. Suara dengkuran halus terdengar di telinga sosok misterius itu.

"Aku... sudah menemukanmu...," bisiknya pelan, penuh misteri.

Sebelum pergi, sosok misterius itu sempat meninggalkan jejak kepemilikan di leher Veronika, lalu berjalan menjauh sambil menampilkan senyum penuh arti. Ia sempat menoleh sejenak, sebelum akhirnya membuka kunci kamar Veronika dan beranjak pergi.

Suara alarm dari ponsel Veronika berbunyi, membuat wanita cantik itu perlahan membuka matanya. Veronika mendudukkan diri sambil memegangi lehernya yang terasa sedikit perih, tanpa menyadari sesuatu di sana.

"Huh, beruntung aku nggak terlambat," gumamnya lalu mematikan alarm tersebut.

Tanpa membuang waktu, Veronika segera bergegas menuju kamar mandi. Tak butuh waktu lama, ia sudah keluar dengan handuk melilit di sekujur tubuhnya.

Begitu duduk di depan meja rias, pandangan Veronika langsung tertuju ke pantulan dirinya di cermin. Matanya membelalak saat melihat tanda-tanda merah memenuhi lehernya.

"Hah? A-apa ini?" tanyanya panik, spontan memegangi area yang dipenuhi jejak tersebut.

"Kissmark? Aku nggak sebodoh itu! Aku tahu tanda merah seperti ini," ucapnya setengah gemetar. Baru saat itu Veronika sadar jika ada sesuatu yang tidak beres di dalam kamarnya.

"Apa aku harus pindah? Ta-tapi… kamar ini satu-satunya yang paling aman saat ini," gumamnya ragu.

Tak ingin terus memikirkan hal itu, Veronika memilih untuk segera bersiap-siap ke kantor. Waktu terus berjalan dan jika ia terus berdiam diri memikirkan tanda kissmark tersebut, ia benar-benar bisa terlambat.

Untuk menyiasati agar tanda itu tak terlihat oleh rekan-rekan kantornya, Veronika memutuskan mengenakan syal tipis yang membungkus lehernya dengan rapi. Setidaknya, itu cukup untuk menyembunyikan jejak merah mencolok itu dari pandangan orang-orang.

Tanpa pikir panjang lagi, Veronika pun bergegas pergi meninggalkan kamar apartemennya.

Setibanya di kantor, Veronika langsung menjadi pusat perhatian. Bagaimana tidak? Wanita itu tampil cukup mencolok dengan syal melilit lehernya. Beberapa pasang mata sempat saling pandang dan berbisik-bisik pelan. Salah satu rekan wanitanya, Ona, mendekat sambil meneliti Veronika dengan tatapan menyelidik.

"Ada apa?" tanya Veronika, suaranya terdengar sedikit gugup.

"Apakah ini musim dingin? Atau… ada sesuatu yang tersembunyi di balik syal itu, hm?" goda Ona dengan senyum sinis di wajahnya.

"Apa pun yang tersembunyi, itu bukan urusanmu, Ona!" balas Veronika, membuat wajah wanita itu langsung berubah kesal.

"Kau… bitch!" umpat Ona dengan nada meninggi.

Kening Veronika langsung berkerut. Ia menatap tajam wanita itu, lalu berkata, "Kau mengenalku? Bagaimana bisa kau seenaknya mengataiku tanpa tahu siapa aku, hah?"

Tanpa menunggu jawaban, Veronika menyingkirkan posisi Ona yang menghalangi jalannya.

"Aku harus ke ruanganku. Minggir!" tegasnya, lalu melangkah mantap menuju ruang kerjanya.

Setibanya di lantai atas, Veronika memutuskan untuk menemui atasannya terlebih dulu, sebagai bentuk absen kehadirannya. Ia mengetuk pintu dan segera masuk setelah mendengar perintah untuk masuk dari dalam ruangan.

Di dalam, Veronika terus memegangi syalnya, perasaan takut kalau-kalau ketahuan begitu menghantuinya. Begitu melihat wajah tampan atasannya yang kini mengerutkan kening, kecemasannya semakin bertambah.

"A-ada apa, Tuan?" tanya Veronika, berusaha terlihat tenang meski suaranya terdengar agak gugup.

"Ya, ada sesuatu yang berbeda darimu," jawab atasannya dengan nada heran. "Kenapa memakai syal di musim panas seperti ini?"

Mendengar pertanyaan tersebut, Veronika segera memutar otaknya. Ia mencari-cari alasan yang tepat untuk diberikan kepada atasannya.

"Hanya ikut model saja," jawab Veronika akhirnya, dengan senyum yang dipaksakan. "Semoga saja tidak ada pertanyaan lanjutan," batinnya, berusaha menenangkan diri.

Veronika merasa semakin gugup ketika atasannya tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya. Tubuhnya langsung menegang. Saat atasannya mulai berjalan mendekat, Veronika bisa merasakan langkahnya yang semakin dekat, hingga akhirnya pria itu berdiri diam di belakangnya.

Beberapa detik kemudian, Veronika dikejutkan dengan wajah atasannya yang mendekat dari belakang, hampir menyentuh telinganya. Jantungnya berdegup kencang dan tubuhnya terasa lemas.

Tiba-tiba, atasannya menariknya ke dalam dekapannya dengan gerakan cepat, membuat Veronika hampir terjatuh.

"Kau terlihat begitu gugup? Apa ada sesuatu yang kau sembunyikan?" tanyanya, yang dibalas gelengan kepala oleh Veronika.

"Lalu?"

"Anda terlalu dekat, aku... gugup!" kata Veronika, yang membuat atasannya itu semakin mengeratkan pelukannya.

"Aku tidak sabar untuk jawabanmu, Baby," kata atasannya. "Bisa aku mendapat jawaban itu sekarang?"

"Jawaban? Jawaban apa, Tuan?" tanya Veronika, kebingungan dan merasa lupa dengan pertanyaan sebelumnya.

"Perlu aku ingatkan? Aku menunggu jawaban, apakah kau ingin menjalin hubungan denganku?" tanya atasannya, suara tegasnya membuat Veronika menelan ludah dengan berat.

"Aku tidak..." kata Veronika, suaranya tercekat, tidak tahu harus berkata apa.

"Tidak apa, Baby? Kau tidak percaya padaku?" tanya atasannya sambil merogoh saku jasnya.

Tiba-tiba, dari balik saku, atasannya mengeluarkan sebuah kotak cincin berwarna merah beludru.

"Will you marry me?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Tersembunyi di Balik Dendam    Kekesalan Veronika

    "Nyonya Anne, Anda tidak apa-apa?" tanya salah satu anak buahnya cemas. Ia membantu wanita tua itu berbaring di ranjang.Tubuh Anne tampak jauh lebih kurus dari sebelumnya. Wajahnya pucat, matanya cekung dengan bayang-bayang hitam di bawahnya. Semua itu akibat beban pikiran yang terus menggerogoti, rasa bersalah yang tak kunjung pergi atas kematian tragis putra dan menantunya.Sebelumnya, Anne adalah wanita kuat yang selalu tampak tegar di hadapan siapa pun. Namun segalanya berubah sejak seseorang datang mengantarkan sebuah paket misterius ke tempat persembunyiannya.Ketika kotak itu dibuka di hadapannya, napasnya tercekat. Dua kepala manusia tergeletak di dalamnya, basah oleh darah yang mulai menghitam. Anne mengenali kedua wajah itu.Demon, putra satu-satunya yang ia miliki setelah kematian putra pertamanya, dan Margareth, menantunya.Sejak hari itu, tubuh Anne melemah, jiwanya hancur. Tak ada lagi ketegasan, hanya sisa-sisa rasa bersalah yang menyiksa tanpa ampun.Anne tak menjawab

  • Cinta Tersembunyi di Balik Dendam    Carol diusir

    Noah menatap wanita yang pernah mengisi hidupnya dulu. Satu tangannya menyelinap ke dalam saku celana. "Apa yang kau inginkan sebenarnya, hm? Apa kau tutup mata dengan kesalahan yang kau lakukan dulu, Carol?" tanyanya, tatapannya tajam menusuk.Carol, dengan penampilan kusut dan tak terurus, perlahan merangkak mendekat. Tubuhnya gemetar saat kedua tangannya memeluk kaki Noah erat. "Aku lakukan semua ini … demi merebut cintaku kembali, Noah.""Cinta?" Noah menunjuk dirinya sendiri, mendengus sinis. "Aku? Cinta tapi kau berkhianat? Bagaimana jalan pikiranmu itu, Carol?" Noah terkekeh pelan, tapi nadanya menyayat, penuh ejekan."Aku mengaku salah, Noah. Aku menyesal ... aku benar-benar menyesal pernah melakukan pengkhianatan itu." Pelukan Carol di kaki Noah semakin erat, seolah berharap bisa memohon pengampunan dari pria itu, meski tahu harapannya nyaris mustahil.Noah menendang Carol dengan keras, membuat tubuh wanita itu terhempas ke lantai. "Penyesalan setelah bertahun-tahun berlalu,

  • Cinta Tersembunyi di Balik Dendam    Berhenti menggodaku, Tuan!

    "Anda sudah sangat kelewatan, Nona Carol!" ucap Aldrich, sorot matanya tajam menusuk wanita di hadapannya."Aku tidak bisa menahan diriku, Aldrich! Aku tidak tahan untuk ...""Ditiduri oleh mantan suamimu?" potong Aldrich dingin. "Kau masih berharap hal seperti itu, Nona Carol? Tampaknya … kau tengah berbohong soal kehamilan hanya demi bisa tinggal di sini."Carol terkekeh, tawa miris keluar dari bibirnya. "Kau memang pintar menebak, Aldrich. Ya, aku lakukan semua itu karena aku ingin Noah kembali padaku. Aku mau Noah!"Plak!Tamparan keras Aldrich mendarat di pipi Carol. Tubuh wanita itu limbung, sudut bibirnya pecah, darah tipis mengalir."Cukup! Jangan pernah ulangi permainan kotor itu di sini," desis Aldrich, suaranya rendah tapi tajam. "Karena sekali lagi kau lakukan, aku sendiri yang akan menyingkirkanmu!"Carol menatap Aldrich, amarah dan rasa sakit bercampur di matanya. Tapi kali ini, ia memilih diam."Huh! Kau sudah mulai berani denganku, Aldrich. Kau lupa bagaimana dulu kau

  • Cinta Tersembunyi di Balik Dendam    Kesalahpahaman

    Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu terdengar dari luar kamar Veronika yang tengah merias diri. Lantas, wanita itu segera membukakan pintu. Senyum tak luntur sedikit pun dari wajah cantiknya. Mendapati Carol yang berdiri di depan pintu kamarnya, membuat ia mengernyit. Tapi bukan itu yang menjadi pusat perhatian Veronika, melainkan ... gaun yang tengah dipakai Carol sama persis dengan gaun pemberian Noah, suaminya.Ya. Tadi siang, Noah sudah berjanji akan mengajak Veronika dinner di sebuah restoran. Tak lupa, Noah juga mengirimkan hadiah berupa gaun berwarna biru malam yang harus dikenakannya. Namun, melihat Carol juga memakai gaun yang sama dengannya, membuat hati Veronika berdesir. "Bagaimana bisa dia memiliki gaun yang sama denganku? Apakah ... Tuan Noah membelikan gaun untuk mantan istrinya juga?" batin Veronika, bertanya-tanya. Carol tersenyum manis. Menatap Veronika dari ujung ke ujung, seolah meneliti penampilannya. "Wah! Aku tidak tahu kalau Noah membelikan kita gaun yang sama

  • Cinta Tersembunyi di Balik Dendam    Romantisnya Noah

    Veronika terbangun saat merasakan sesuatu berhembus pelan di wajahnya. Bukan angin … bukan juga tiupan AC. Rasanya hangat, lembut, dan berulang-ulang. Dalam keadaan masih setengah mengantuk, ia mencoba mengabaikannya, tapi anehnya, tiupan itu semakin lama justru terasa semakin dekat, berputar pelan di bibirnya, seolah sengaja.Dengan kening berkerut, Veronika membuka mata perlahan. Dan betapa terkejutnya ia ketika mendapati wajah suaminya sudah begitu dekat, nyaris menempel di wajahnya. Jantungnya seketika berdebar kencang, matanya membelalak.Tepat saat itu, suara berat dan dalam itu berbisik di telinganya. Suaranya rendah, serak, namun terasa amat dekat, menusuk hingga ke dada."Good morning, Sayang. Bagaimana tidurmu? Nyenyak? Atau … terlalu nyenyak sampai tak sadar aku di sini?"Nada suara Noah dibuat sengaja berat dan menggoda, seakan ingin menyeret Veronika keluar dari kantuknya dengan cara yang paling nakal. Tatapan mata Noah pun tak kalah berbahaya, tajam, penuh arti, dan meny

  • Cinta Tersembunyi di Balik Dendam    Godaan Noah

    Veronika berdiri di teras balkon, membiarkan angin malam membelai lembut kulitnya yang hanya dibalut lingerie putih tipis. Malam-malam seperti ini selalu menjadi pelariannya. Tempat di mana ia bisa menyendiri, mengatur napas, dan membuang resah tanpa suara.Matanya menerawang jauh menembus gelap, sementara pikirannya kembali dipenuhi kenangan dan perubahan sikap suaminya. Noah. Pria itu … belakangan ini sikapnya begitu berbeda. Lebih hangat, lebih perhatian, seolah-olah benar-benar mencintainya.Tapi justru itu yang membuat hatinya sesak."Aku takut untuk senang, Tuan," bisiknya lirih, hampir tak terdengar oleh angin malam. "Aku takut kalau semua ini hanya sementara … hanya bayangan ilusi yang akan menghilang saat aku mulai percaya lagi."Vyora memeluk dirinya sendiri, berusaha meredam dingin yang merayap. Namun, dingin itu bukan hanya karena angin malam … melainkan karena rasa takut yang perlahan menggerogoti.Di tengah lamunannya, tiba-tiba saja ada sesuatu yang hangat menyelimuti ba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status