Share

Menerima lamarannya...

Penulis: Aini Sabrina
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-29 11:02:46

Sore hari telah berlalu saat Veronika bersiap-siap untuk pulang dari kantor. Ya, hari ini ia menolak lamaran atasannya — tidak, lebih tepatnya, Veronika meminta satu hari lagi untuk menerima atau menolak lamaran tersebut.

Alasan penolakan itu, tentu saja, karena ia trauma akan masa lalu pahitnya. Tidak hanya itu, Veronika juga merasa heran dengan atasannya sendiri. Ia merasa, atasannya begitu terburu-buru ingin memilikinya, padahal ia baru saja bekerja. Sesuatu yang tak masuk akal, jika atasannya secepat itu jatuh cinta.

"Aku benar-benar bimbang," gumam Veronika. "Haruskah kuterima atau kutolak lamaran ini?"

Saat Veronika melamun di dalam ruang kerjanya, atasannya itu jelas melihat sosoknya dari balik kaca transparan. Pria itu tersenyum ketika memandangi Veronika dari kejauhan lalu berbalik meninggalkan ruangan Veronika untuk kembali ke ruangannya sendiri.

Veronika yang sempat melamun, kini tersadar. Ia segera bergegas menyiapkan barang-barangnya lalu keluar dari ruangannya. Begitu Veronika melewati ruangan atasannya, ia berhenti sejenak sambil mengintip dari kaca. Di sana, terlihat atasannya masih sibuk berkutat dengan laptop.

Tanpa sadar, Veronika yang terpana tersenyum sambil terus memperhatikan sosok Noah, sampai akhirnya ia terganggu oleh kehadiran seseorang yang menepuk pundaknya dari belakang.

"Tu-Tuan Aldrich? Se-sejak kapan Anda berada di sini?" tanya Veronika, seperti maling yang tertangkap basah. Sialnya, kali ini ia benar-benar ketahuan sedang memperhatikan atasannya sendiri.

"Sejak kau berdiri di sini sambil menatap Tuan Noah tanpa henti," jawab Aldrich sambil menyilangkan kedua tangannya.

Mendengar itu, Veronika pun refleks menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Aku hanya... lupakan saja, Tuan!" kata Veronika gugup. "Tidak ada sesuatu yang penting."

Aldrich menatap Veronika dalam, tentunya hal itu membuat Veronika menelan ludahnya kelu. Tubuhnya menegang, seiring detak jantungnya berdetak kencang.

"Benarkah?" tanyanya dengan mata memicing. Veronika segera mengangguk sambil menundukkan kepalanya.

"Ya sudah! Kau boleh kembali!" kata Aldrich, yang secepatnya diangguki oleh Veronika sambil ia berjalan cepat meninggalkannya.

Setelah sepenuhnya Veronika menjauh, barulah Aldrich memasuki ruangan Noah.

Kembali pada Veronika, ia seketika menghela napas lega begitu masuk ke dalam lift.

"Huh, hampir saja ketahuan," gumamnya sambil memegangi dadanya yang masih berdebar kencang.

"Bodoh banget! Kenapa sih harus pakai terpesona segala? Kalau begini, bagaimana kalau Tuan Aldrich memberitahunya? Argh, rasanya begitu malu."

Veronika mengacak-acak rambutnya kesal. Namun, ia segera memperbaiki kembali tatanan rambutnya begitu pintu lift menunjukkan angka lantai yang sebentar lagi terbuka. Tentu saja, ia tidak ingin menjadi bahan omongan rekan-rekan kerjanya lagi. Cukup sudah tadi pagi ia mendapat cibiran sana-sini hanya gara-gara mengenakan syal.

Begitu pintu lift terbuka, lagi-lagi Veronika harus berhadapan dengan Ona. Akan tetapi, kali ini ia merasa ada sesuatu yang aneh pada wanita itu. Ona, yang biasanya selalu mencari masalah dengannya, kini terlihat diam. Meski begitu, mata wanita itu tak bisa berbohong — Ona masih menyimpan kebencian yang sama.

Baru saja Veronika ingin mengabaikannya, seorang rekan kerja lain tiba-tiba datang menghampiri. Tanpa permisi, orang itu menarik tangan Veronika, seolah ingin membicarakan sesuatu.

Kesal karena ditarik begitu saja, Veronika langsung menepis tangan orang itu. Raut wajahnya memperlihatkan kemarahan.

"Ada apa? Kenapa menarikku sampai ke sini?" tanya Veronika, keningnya mengernyit.

"Ah, maaf kalau kamu merasa tidak suka. Tapi... aku cuma ingin bertanya. Apa kau memiliki hubungan dengan atasan kita?"

Mendengar pertanyaan itu, Veronika memilih bungkam. Ia tidak ingin sembarangan bicara dan akhirnya salah langkah.

"Kurasa, kau tidak perlu tahu soal itu! Ada atau tidaknya, itu bukan urusan kalian!" tegas Veronika. Ia lantas berbalik hendak pergi, tapi tangannya kembali dicegat.

"Kau harus mengatakan yang sejujurnya!" ucap wanita itu, nada suaranya meninggi hingga membuat beberapa orang di sekitar mereka menoleh, memperhatikan Veronika.

"Memangnya apa yang terjadi, hah? Kenapa kau begitu ingin tahu?" bentak Veronika, nadanya ikut meninggi.

"Kau pasti menggoda atasan kita, kan? Kau menggodanya lalu meminta beliau menghukum Ona. Kau benar-benar tidak punya hati!"

"Aku? Menggoda atasan sendiri hanya untuk menghukumnya?" Veronika menunjuk Ona dengan emosi, "Kau bisa tanyakan langsung pada atasan kita! Jangan asal menghakimi orang yang bahkan tidak tahu apa-apa!" tegas Veronika, matanya menatap tajam.

Tak lama setelah Veronika menyelesaikan kalimatnya, Noah Rudiarth Alexander — atasannya — turun dengan gagah menuruni lantai. Di sampingnya, sosok Aldrich ikut menemani. Mata Veronika sempat terpana saat melihat kehadiran Noah, lalu ia segera memalingkan wajahnya.

"Ada apa lagi ini? Ona, apa kau membuat perkara lagi?" tanya Noah, yang langsung dibalas gelengan kepala oleh Ona.

"Lalu?"

"Dia menuduhku menggoda Anda, Tuan!" adu Veronika sambil menunjuk rekan kerjanya, Anara.

Anara dengan cepat menggeleng, tak ingin mengakuinya. "Itu tidak—"

"Anara? Apa kau juga ingin bernasib seperti Ona, hm?" ucap Noah, lalu memberi isyarat agar Anara mendekat.

Begitu Anara melangkah mendekat, Noah membisikkan sesuatu di telinga wanita itu. Seketika, wajah Anara menegang, lalu perlahan mundur. Tanpa diduga, ia langsung jatuh terduduk di hadapan Veronika, memohon maaf pada wanita itu. Veronika sendiri hanya bisa terpaku, bingung dengan apa yang sebenarnya baru saja terjadi.

"A-ada apa ini?" tanya Veronika sambil menatap ke arah atasannya.

Namun, pria itu tidak menjawab. Sebaliknya, ia justru melangkah mendekat, lalu berdiri di belakang Veronika.

Perlahan, tangannya menyentuh pundak wanita itu. "Bukankah dia menuduhmu?" tanyanya, yang hanya dijawab anggukan pelan oleh Veronika. "Jadi... aku hanya memintanya untuk segera meminta maaf padamu."

"Ta-tapi, bukankah ini berlebihan, Tuan?" tanya Veronika ragu. Namun, pria itu hanya menggeleng.

"Bagaimana kalau pria itu yang kubuat berlutut di hadapanmu, hm? Apa kau juga akan mengatakan hal yang sama?" balas Noah, membuat Veronika menatap lekat-lekat ke kedalaman matanya.

"Jika dia, itu tidak akan berlebihan, Tuan!" balas Veronika, matanya memancarkan kilatan emosi. "Aku justru ingin membuatnya bertekuk lutut di hadapanku!"

Noah kembali menyentuh pundaknya. "Sudah kubilang, terimalah lamaranku… jika kau ingin hal itu terjadi."

Lalu, pria itu menyodorkan tangan ke hadapan Veronika, membawa janji.

Veronika tidak langsung menyambut uluran itu. Ia menatap tangan Noah sejenak, ragu. Akan tetapi, ada dorongan kuat dalam dirinya, seolah memaksanya untuk segera menerima. Di tengah kebimbangan itu, tiba-tiba terdengar suara sorakan rekan-rekan kerjanya di sekitar mereka.

Sorakan itu membuat Veronika tersentak, menyadarkannya dari lamunan. Di hadapannya, atasannya itu masih setia mengulurkan tangan sambil tersenyum lembut.

"Aku... terima lamaran Anda," ucap Veronika, menggenggam tangan atasannya.

Pria itu segera mengeluarkan cincin, lalu memasangkannya di jari manis Veronika.

Setelah itu, ia memeluk Veronika sambil berbisik, "Sedikit lagi, aku akan mengubah seluruh alur hidupmu."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta Tersembunyi di Balik Dendam    Kekesalan Veronika

    "Nyonya Anne, Anda tidak apa-apa?" tanya salah satu anak buahnya cemas. Ia membantu wanita tua itu berbaring di ranjang.Tubuh Anne tampak jauh lebih kurus dari sebelumnya. Wajahnya pucat, matanya cekung dengan bayang-bayang hitam di bawahnya. Semua itu akibat beban pikiran yang terus menggerogoti, rasa bersalah yang tak kunjung pergi atas kematian tragis putra dan menantunya.Sebelumnya, Anne adalah wanita kuat yang selalu tampak tegar di hadapan siapa pun. Namun segalanya berubah sejak seseorang datang mengantarkan sebuah paket misterius ke tempat persembunyiannya.Ketika kotak itu dibuka di hadapannya, napasnya tercekat. Dua kepala manusia tergeletak di dalamnya, basah oleh darah yang mulai menghitam. Anne mengenali kedua wajah itu.Demon, putra satu-satunya yang ia miliki setelah kematian putra pertamanya, dan Margareth, menantunya.Sejak hari itu, tubuh Anne melemah, jiwanya hancur. Tak ada lagi ketegasan, hanya sisa-sisa rasa bersalah yang menyiksa tanpa ampun.Anne tak menjawab

  • Cinta Tersembunyi di Balik Dendam    Carol diusir

    Noah menatap wanita yang pernah mengisi hidupnya dulu. Satu tangannya menyelinap ke dalam saku celana. "Apa yang kau inginkan sebenarnya, hm? Apa kau tutup mata dengan kesalahan yang kau lakukan dulu, Carol?" tanyanya, tatapannya tajam menusuk.Carol, dengan penampilan kusut dan tak terurus, perlahan merangkak mendekat. Tubuhnya gemetar saat kedua tangannya memeluk kaki Noah erat. "Aku lakukan semua ini … demi merebut cintaku kembali, Noah.""Cinta?" Noah menunjuk dirinya sendiri, mendengus sinis. "Aku? Cinta tapi kau berkhianat? Bagaimana jalan pikiranmu itu, Carol?" Noah terkekeh pelan, tapi nadanya menyayat, penuh ejekan."Aku mengaku salah, Noah. Aku menyesal ... aku benar-benar menyesal pernah melakukan pengkhianatan itu." Pelukan Carol di kaki Noah semakin erat, seolah berharap bisa memohon pengampunan dari pria itu, meski tahu harapannya nyaris mustahil.Noah menendang Carol dengan keras, membuat tubuh wanita itu terhempas ke lantai. "Penyesalan setelah bertahun-tahun berlalu,

  • Cinta Tersembunyi di Balik Dendam    Berhenti menggodaku, Tuan!

    "Anda sudah sangat kelewatan, Nona Carol!" ucap Aldrich, sorot matanya tajam menusuk wanita di hadapannya."Aku tidak bisa menahan diriku, Aldrich! Aku tidak tahan untuk ...""Ditiduri oleh mantan suamimu?" potong Aldrich dingin. "Kau masih berharap hal seperti itu, Nona Carol? Tampaknya … kau tengah berbohong soal kehamilan hanya demi bisa tinggal di sini."Carol terkekeh, tawa miris keluar dari bibirnya. "Kau memang pintar menebak, Aldrich. Ya, aku lakukan semua itu karena aku ingin Noah kembali padaku. Aku mau Noah!"Plak!Tamparan keras Aldrich mendarat di pipi Carol. Tubuh wanita itu limbung, sudut bibirnya pecah, darah tipis mengalir."Cukup! Jangan pernah ulangi permainan kotor itu di sini," desis Aldrich, suaranya rendah tapi tajam. "Karena sekali lagi kau lakukan, aku sendiri yang akan menyingkirkanmu!"Carol menatap Aldrich, amarah dan rasa sakit bercampur di matanya. Tapi kali ini, ia memilih diam."Huh! Kau sudah mulai berani denganku, Aldrich. Kau lupa bagaimana dulu kau

  • Cinta Tersembunyi di Balik Dendam    Kesalahpahaman

    Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu terdengar dari luar kamar Veronika yang tengah merias diri. Lantas, wanita itu segera membukakan pintu. Senyum tak luntur sedikit pun dari wajah cantiknya. Mendapati Carol yang berdiri di depan pintu kamarnya, membuat ia mengernyit. Tapi bukan itu yang menjadi pusat perhatian Veronika, melainkan ... gaun yang tengah dipakai Carol sama persis dengan gaun pemberian Noah, suaminya.Ya. Tadi siang, Noah sudah berjanji akan mengajak Veronika dinner di sebuah restoran. Tak lupa, Noah juga mengirimkan hadiah berupa gaun berwarna biru malam yang harus dikenakannya. Namun, melihat Carol juga memakai gaun yang sama dengannya, membuat hati Veronika berdesir. "Bagaimana bisa dia memiliki gaun yang sama denganku? Apakah ... Tuan Noah membelikan gaun untuk mantan istrinya juga?" batin Veronika, bertanya-tanya. Carol tersenyum manis. Menatap Veronika dari ujung ke ujung, seolah meneliti penampilannya. "Wah! Aku tidak tahu kalau Noah membelikan kita gaun yang sama

  • Cinta Tersembunyi di Balik Dendam    Romantisnya Noah

    Veronika terbangun saat merasakan sesuatu berhembus pelan di wajahnya. Bukan angin … bukan juga tiupan AC. Rasanya hangat, lembut, dan berulang-ulang. Dalam keadaan masih setengah mengantuk, ia mencoba mengabaikannya, tapi anehnya, tiupan itu semakin lama justru terasa semakin dekat, berputar pelan di bibirnya, seolah sengaja.Dengan kening berkerut, Veronika membuka mata perlahan. Dan betapa terkejutnya ia ketika mendapati wajah suaminya sudah begitu dekat, nyaris menempel di wajahnya. Jantungnya seketika berdebar kencang, matanya membelalak.Tepat saat itu, suara berat dan dalam itu berbisik di telinganya. Suaranya rendah, serak, namun terasa amat dekat, menusuk hingga ke dada."Good morning, Sayang. Bagaimana tidurmu? Nyenyak? Atau … terlalu nyenyak sampai tak sadar aku di sini?"Nada suara Noah dibuat sengaja berat dan menggoda, seakan ingin menyeret Veronika keluar dari kantuknya dengan cara yang paling nakal. Tatapan mata Noah pun tak kalah berbahaya, tajam, penuh arti, dan meny

  • Cinta Tersembunyi di Balik Dendam    Godaan Noah

    Veronika berdiri di teras balkon, membiarkan angin malam membelai lembut kulitnya yang hanya dibalut lingerie putih tipis. Malam-malam seperti ini selalu menjadi pelariannya. Tempat di mana ia bisa menyendiri, mengatur napas, dan membuang resah tanpa suara.Matanya menerawang jauh menembus gelap, sementara pikirannya kembali dipenuhi kenangan dan perubahan sikap suaminya. Noah. Pria itu … belakangan ini sikapnya begitu berbeda. Lebih hangat, lebih perhatian, seolah-olah benar-benar mencintainya.Tapi justru itu yang membuat hatinya sesak."Aku takut untuk senang, Tuan," bisiknya lirih, hampir tak terdengar oleh angin malam. "Aku takut kalau semua ini hanya sementara … hanya bayangan ilusi yang akan menghilang saat aku mulai percaya lagi."Vyora memeluk dirinya sendiri, berusaha meredam dingin yang merayap. Namun, dingin itu bukan hanya karena angin malam … melainkan karena rasa takut yang perlahan menggerogoti.Di tengah lamunannya, tiba-tiba saja ada sesuatu yang hangat menyelimuti ba

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status