Share

Part 9

Kepalaku sakit, sakit sekali. Perlahan kubuka mata, bau menyengat obat-obatan menerpa indra penciuman. Kulihat sekeliling, tembok dengan cat berwarna putih aku tahu ini dimana, kutatap langit-langit ruangan sejenak, mencoba sepenuhnya mengumpulkan kesadaran.

“Kamu udah bangun, Cin?” suara Rania pertama kali kudengar.

“Minum,” pintaku lemah.

Rania mengambil segelas air yang berada di meja, perlahan memberikan padaku.

“Pelan-pelan.”

Rania membantuku. Kuteguk air dalam gelas hingga tandas.

“Aku panggil perawat dulu, ya? Kamu tunggu disini.”

Aku mengangguk mengiyakan ucapan Rania, dia meninggalkanku sendiri.

Kutatap jendela, cuaca begitu cerah. Ucapan ibu kembali terngiang di telingaku, air mata kembali menetes. Kenapa dengan cara seperti ini Tuhan memberitahukan fakta menyedihkan ini?

Kuhapus air mata setelah kudengar Rania bersama seorang perawat datang, rupanya di belakang ayah berjalan mengikuti Rania. Setelah perawat memeriksa dan memberikan obat yang harus kuminum ia pergi meningg
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status